Mengenal Blangkon Khas Yogyakarta & Solo

Mengenal Blangkon Khas Yogyakarta & Solo

Yogjakarta, KPonline – Blangkon sangat melekat dengan budaya Jawa. Saat berkunjung ke kota Solo maupun kota Yogyakarta banyak didapati masyarakat yang mengenakan blangkon.

Walau sekilas tampak sama, ternyata blangkon dari kota Solo dan kota Jogjakarta berbeda. “Kalau blangkon Solo, bagian belakangnya trepes (datar), tipis, kalau Jogja ada tonjolannya. Ini namanya mondolan,” terang salah satu pembuat blangkon kepada koran perdjoeangan, Kamis (27/6/2024)

Lebih lanjut dijelaskan pada jaman dahulu mendolan diibaratkan sebagai pengganti rambut pada kaum pria masyarakat Jawa. “Ini kan pengganti, kalau dulu pengganti rambut gitu aja, rambut kan diikat, dikucir gitu aja, jadinya kan mbendol (menonjol),” kata dia.

Selain itu, kain yang digunakan untuk membuat blangkon khas Jogja cenderung berwarna putih, salah satunya seperti batik Bledak.

Sedangkan untuk blangkon khas Solo biasanya menggunakan kain batik dengan warna cenderung kecoklatan, salah satunya adalah kain batik Sogan.

Mondolan pada blangkon Solo berbentuk datar, sedangkan blangkon Jogja menondol. Jebeh blangkon Solo berbentuk segitiga, sedangkan blangkon Jogja berbentuk seperti kupu-kupu.

Pada bagian belakang blangkon terdapat kain di pinggir belakang yang sering disebut jebeh.

Jebeh  berasal dari Bahasa Sansekerta yang berarti ujung dari ikat kepala. Bentuk jebeh juga mengikuti dari mana asal blangkon tersebut, blangkon Solo dan Jogja pun memiliki perbedaan. “Jebeh Solo segitiga, nah kalau Jogja seperti kupu-kupu,” ujarnya.

Untuk membuat satu buah blangkon dibutuhkan satu hari dengan cuaca yang panas. Sebab sinar matahari mempengaruhi kualitas penjemuran blangkon tersebut.

Dia juga menjelaskan ada dua macam pembuatan blangkon, yaitu blangkon prapatan dan blangkon paron. Prapatan berasal dari kata prapat yang dalam Bahasa Jawa berarti seperempat. Sedangkan paron berasal dari kata separo atau separuh yang mengindikasikan setengah.

Blangkon prapatan terbuat dari kain batik yang dibagi menjadi empat, dan blangkon paron dibuat dari kain batik yang dibagi dua. “Justru kalau blangkon paron hampir tidak menghasilkan limbah, karena setiap potong terpakai,” pungkasnya. (Yanto)