Mengenal Perbedaan Serikat Pekerja dan LKS Bipartit dalam Sebuah Perusahaan

Mengenal Perbedaan Serikat Pekerja dan LKS Bipartit dalam Sebuah Perusahaan
Yanto, Wakil Ketua LKS Bipartit PT. Marsol Abadi Indonesia

Serikat pekerja adalah organisasi perkumpulan para pekerja atau buruh yang memiliki tujuan untuk melindungi hak-haknya sebagai pekerja. Serikat ini didirikan agar penyelesaian masalah terkait pemenuhan hak pekerja dapat dipenuhi oleh perusahaan.

Perlindungan terhadap pekerja meliputi kebebasan hak untuk berserikat. Kebebasan berserikat buruh dijamin oleh Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) International Labour Organization (ILO) dan UUD Tahun 1945 serta tercantum dalam UU No.21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh.

Dalam UU No.21 Tahun 2000 turut dijelaskan bahwa serikat pekerja dibentuk dari, oleh dan untuk pekerja atau buruh baik di perusahaan maupun di luar perusahaan, yang bersifat bebas, terbuka, mandiri, demokratis dan bertanggungjawab guna memperjuangkan, membela serta melindungi hak dan kepentingan pekerja/buruh serta meningkatkan kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya.

Dalam serikat pekerja, terdapat hak serikat pekerja/buruh di antaranya yaitu ;
1. Membuat perjanjian kerja bersama dengan pengusaha;
2. Mewakili pekerjaan/buruh dalam menyelesaikan perselisihan industrial;
3. Mewakili pekerja buruh dalam embaga ketenagakerjaan;
4. Membentuk lembaga atau melakukan kegiatan yang berkaitan dengan usaha peningkatan kesejahteraan pekerja/buruh dan melakukan kegiatan lainnya dibidang ketenagakerjaan yang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Selain hak serikat buruh, terdapat kewajiban yang ada di badan serikat pekerja/buruh yaitu :
1. Melindungi dan membela anggota dari pelanggaran hak-hak dan memperjuangkan kepentingannya;
2. Memperjuangkan peningkatan kesejahteraan anggota dan keluarganya
3. Mempertanggungjawabkan kegiatan organisasi kepada anggotanya sesuai dengan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga.
Membentuk serikat pekerja merupakan hak dari semua buruh/pekerja. Hal ini tertuang dalam Pasal 104 ayat (1) UU No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang menegaskan bahwa kebebasan untuk membentuk masuk atau tidak masuk menjadi anggota serikat pekerja/serikat buruh merupakan salah satu hak dasar pekerja/buruh.

Kemudian di dalam Pasal 28 UU No,21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja diatur mengenai perlindungan hak pekerja/buruh untuk membentuk serikat pekerja yaitu melarang seseorang menghalang-halangi atau memaksa buruh/pekerja untuk tidak membentuk.

Barangsiapa yang melanggar larangan dalam Pasal 28 tersebut dapat dikenakan sanksi penjara paling singkat satu tahun dan paling lama lima tahun dan/atau denda paling sedikit Rp.100 juta dan paling banyak Rp. 500 juta.

Pada saat pembentukan serikat pekerja harus memiliki sekurang-kurangnya 10 anggota pekerja/buruh dan memiliki anggaran dasar dan anggaran rumah tangga, hal ini berdasarkan Pasal 11 Serikat Pekerja/Serikat Buruh yang berbunyi :

1. Setiap serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh harus memiliki anggaran dasar dan anggaran rumah tangga.
2. Anggaran dasar sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sekurang-kurangnya harus memuat :
a. Nama dan lambing
b. Dasar negara, asas dan tujuan
c. Tanggal pendirian
d. Tempat kedudukan
e. Keanggotaan dan kepengurusan
f. Sumber dan pertanggungjawaban keuangan dan
g. Ketentuan perubahan anggaran dasar dan/atau anggaran rumah tangga

Setelah proses pembentukan selesai tahapan selanjutnya adalah memberitahu pernyataan tertulis kepada instansi pemerintah yang bertanggungjawab di bidang ketenagakerjaan untuk dilakukan pencatatan atas pembentukan serikat pekerja tersebut.

Selain itu, nama ataupun lambang serikat pekerja yang akan dicatatkan tidak boleh serupa dengan nama atau lambang serikat pekerja yang sudah ada sebelumnya.
Jika proses pembentukan serikat pekerja telah selesai, pengurus serikat pekerja yang telah memiliki nomor bukti pencatatan harus memberitahu secara tertulis keberadaannya kepada pihak perusahaan.

Namun, kehadiran UU No.21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja yang sudah ada selama dua dasawarsa ini diketahui masih menyulitkan para pekerja dalam menyuarakan aspirasi dan memperjuangkan kepentingan pekerja.

Sementara Lembaga Kerjasama Bipartit atau disingkat LKS Bipartit adalah forum komunikasi dan konsultasi mengenai hal-hal yang berkaitan dengan hubungan industrial di satu perusahaan yang anggotanya terdiri dari pengusaha dan serikat pekerja/ serikat buruh yang sudah tercatat di Instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan atau unsur pekerja/buruh.

Dasar hukum pembentukan LKS Bipartite adalah Pasal 106 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan “Setiap perusahaan yang mempekerjakan 50 (lima puluh) orang pekerja/buruh atau lebih wajib membentuk lembaga kerjasama bipartit”.

Pembentukan LKS Bipartit juga diatur dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor Per.32/MEN/XII/2008 tentang Tata Cara Pembentukan dan Susunan Keanggotaan Lembaga Kerjasama Bipartit.

LKS Bipartit sangat perlu dibentuk dalam sebuah perusahaan karena dapat menjadi wadah komunikasi yang efektif bagi pengusaha dan pekerja, sehingga apa yang menjadi inspirasi atau keinginan dari pengusaha dan pekerja/buruh dapat disampaikan melalui LKS Bipartit untuk dicarikan jalan keluarnya, sehingga masalah tersebut tidak menjadi besar, dengan tujuan pembentukan LKS Bipartit di perusahaan adalah untuk menciptakan hubungan industrial yang harmonis, dinamis dan berkeadilan di perusahaan.

Adanya LKS Bipartit di perusahaan, dapat memberikan manfaat bagi perusahaan dan pekerja/buruh antara lain :
1. Mempererat hubungan silaturahmi dan keakraban antara manajemen dengan pekerja/buruh.
2. Meningkatkan ketenangan kerja dan ketenangan usaha.
3. Melahirkan inspirasi untuk inovasi.
4. Meningkatkan kesejahteraan pekerja/ buruh.
5. Mencegah terjadi dan berkembangnya masalah dalam hubungan industrial.

Sebagai forum komunikasi dan konsultasi antara pengusaha dengan wakil serikat pekerja/buruh dan atau wakil pekerja/buruh dalam rangka pengembangan hubungan industrial untuk kelangsungan hidup, pertumbuhan, dan perkembangan perusahaan, termasuk kesejahteraan pekerja/ buruh yang bertugas :

1. Melakukan pertemuan secara periodik dan atau sewaktu-waktu apabila diperlukan.
2. Mengkomunikasikan kebijakan pengusaha dan aspirasi pekerja/buruh dalam rangka mencegah terjadinya permasalahan hubungan industrial di perusahaan.
3. Menyampaikan saran, pertimbangan dan pendapat kepada pengusaha, pekerja/buruh dan/atau serikat pekerja/serikat buruh dalam rangka penetapan dan pelaksanaan kebijakan perusahaan.

Sehingga dari uraian diatas nampak jelas perbedaan antara serikat pekerja dengan LKS Bipartit jadi jangan salah kaprah nantinya didalam menjalankan tugas dan fungsi kedua Lembaga tersebut dan yang terbaik adalah terjadi koordinasi diantaranya demi terwujudnya hubungan Industrial Pancasila yang membuat pengusaha dan pekerja bukan lagi bersebrangan melainkan memiliki tujuan yang sama untuk mencapai keuntungan.

Kedudukan Hubungan Industrial Pancasila harus di perhatikan oleh para pelaku hubungan industri agar hubungan industri di Indonesia bisa berjalan dengan baik.

Yanto, Wakil Ketua LKS Bipartit PT. Marsol Abadi Indonesia