Pasuruan, KPonline – Mbem gendut. Demikian kebanyakan kawan memanggilnya. Orang bilang, Tuhan lebih sayang padanya. Sehingga memanggilnya lebih dulu. Tapi bagiku, ini adalah kehilangan terbesar yang aku dan organisasi ini rasakan. Kehilangan sahabat seperjuangan. Kawan berpanas-panas dan berhujan-hujan saat aksi. Kehilangan satu lagi suara perempuan untuk meramaikan kantor KC Pasuruan saat koordinasi. Kehilangan kader terbaik untuk organisasi ini.
“Aku kagum dengan dia. Dia pejuang perempuan yang tidak kenal lelah. Meskipun dia sakit, kalau ada acara seperti rakor, dia pasti hadir. Dia juga tidak pernah mengeluh. Bahkan dia yang selalu mengingatkan saya dan mengajak saya untuk turun aksi,” kenang salah satu Garda Metal PUK Raychan, Sari.
Cerita Sari ini disampaikan saat kutemui malam tadi dalam koordinasi persiapan Latsar Garmet VIII Jatim. Dengan mata berkaca – kaca, dia melanjutkan ceritanya. “Selvi ini sudah seperti anak saya. Dia begitu dekat dengan keluarga saya. Saya sangat menyesal tidak bisa memenuhi keinginan terakhirnya untuk berenang.”
Setelah terdiam beberapa saat, kemudian Sari melanjutkan. “Dia itu anak yang manja sebenarnya.”
Mbem gendut. Meniru kawan-kawan yang lain, demikian pula lah akhirnya aku memanggilnya. Seorang perempuan yang dalam setiap perjuangan kami tidak mau kalah dengan mereka kaum adam. Keaktifannya di Garda Metal membuat membuat sosoknya sangat dekat dengan kawan-kawan Garda Metal lainnya.
Masih teringat ceritanya di aksi kami yang terakhir. Bahwa cutinya telah habis, lantaran selalu dia ambil ketika tidak mendapatkan dispensasi untuk ikut aksi. Bagiku itu merupakan bentuk pengorbanan tersendiri, ketika orang kebanyakan lebih memilih untuk menggunakan hak cutinya untuk berlibur daripada untuk aksi.
Yaa… Jiwa korsanya sebagai seorang Garda Metal terpatri dengan sangat kuat dalam kehidupannya.
“Saya terkenang ketika saat itu kita silaturahmi ke Probolinggo. Dalam rangka takziah ke saudara kita GM dari Probolinggo yang meninggal akibat kecelakaan saat pulang dari KC Pasuruan dalam rangka penyematan bandana.
Waktu itu kita rombongan mobil (seingatku mobil cery) yang kapasitas standartnya 5-6 orang tapi kita isi dengan 8 orang, dengan postur yang gede-gede. Termasuk almarhumah, ya gedhe ya gemuk.
Di dalam perjalanan, suasana dalam mobil menjadi rame. Karena almarhumah selalu menjadi bahan ledekan. Ada yang bilang mogok lah, mobilnya gak bisa banter (cepat) lah. Ada yang bilang, mobilnya miring lah. Semua gara-gara Selvi. Badannya kegedhen…
Pokoknya suasana lucu tersebut membuat tawa kami pecah sepanjang perjalanan. Devi tidak marah. Kami memang sudah terbiasa bercanda.
Alhamdulillah, kegiatan tersebut terlaksana dengan baik. “Itu menjadi kenangan indah yang teringat oleh saya,” kenang Eko Wahyudi, GM Agel Langgeng, Pasuruan.
“Masih segar diingatan saya, ketika akan pulang aksi UMK tanggal 21 Nopember 2016 kemarin, mokom (mobil komando) Pasuruan yang saya tumpangi mogok. Almarhumah sangat perhatian dengan kru mokom. Dia membagikan makanan atau minuman meskipun dari pemberian pribadinya. Bahkan almarhumah rela ikut menemani kami memperbaiki mokom tersebut sampe pulang malam, bahkan saat itu hujan. Kebersama dan kenangan itulah yg masih teringat..”
“Nit (kornit).. aku mole dhisek yo.“Itu kata terakhir yang di ucapkan kepada saya. Almarhumah memang suka memanggil saya “kornit”.
Mbem gendut, seorang pejuang perempuan yang sangat tangguh, bukan hanya untuk organisasi ini tapi juga untuk keluarganya.
“Bapaknya sudah meninggal sejak dia masih duduk di bangku SMK. Sehingga praktis dia yang menjadi tulang punggung keluarga ini. Harus menanggung saya dan kedua adiknya, karena saya hanya kerja serabutan nak..” ungkap Riyana, sang ibunda sambil sesekali menghapus air matanya.
Umur manusia memang tetap akan menjadi rahasia Allah SWT, sampai kapanpun. Karena itulah manusia harus senantiasa “memperpanjang umur” dengan cara yang di ridhoi oleh Allah SWT.
Selamat jalan kawan, semoga amal baikmu menjadi ladang pahala bagimu. (*)
Penulis: Hari Yunita Sari