Berita duka itu datang. Faisal Basri telah berpulang. Sebagai orang yang selama ini kerap mendapatkan pencerahan dari gagasan-gagasan visionernya, tentu saja, saya merasa kehilangan.
Bagi saya, Faisal Basri bukan sekadar figur publik yang berada di panggung diskusi kebijakan makroekonomi. Ia memiliki komitmen untuk berdiri di sisi rakyat kecil. Pikiran dan gagasannya tidak hanya diungkapkan dalam tulisan-tulisan tajam, tetapi juga melalui aksi nyata, juga di berbagai seminar dan forum diskusi.
Beberapa kali Faisal Basri hadir sebagai narasumber dalam seminar yang diselenggarakan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI). Kehadirannya dinantikan karena perspektifnya yang berbeda dari kebanyakan ekonom lain. Faisal kerap menyuarakan hal-hal yang mungkin tidak populer di kalangan elit, tetapi sangat dekat dengan kehidupan sehari-hari kelas pekerja. Ia menekankan bahwa sebuah kebijakan ekonomi yang baik tidak hanya menguntungkan para pengusaha atau pemegang modal besar, tetapi harus menciptakan kesejahteraan bagi semua, termasuk pekerja yang menjadi tulang punggung pembangunan.
Masih basah dalam ingatan saya, di awal tahun 2022, dia juga menjadi narasumber dalam Webinar yang diselenggarakan Partai Buruh. Kala itu mengangkat tema, ‘Oligarki dan Kesejahteraan Klas Pekerja’. Di forum ini, Faisal dengan tegas menyampaikan kritik terhadap ketimpangan yang semakin melebar akibat kebijakan yang terlalu pro-kapital. Salah satu isu yang sering ia soroti adalah ketimpangan distribusi kekayaan dan pengelolaan sumber daya alam yang hanya dinikmati oleh segelintir elit.
Faisal Basri juga melakukan kritik tajam terkait dengan kebijakan upah yang tidak berpihak kepada pekerja. Faisal percaya bahwa pekerja berhak mendapatkan upah layak yang sesuai dengan tingkat inflasi dan kebutuhan hidup yang terus meningkat. Ia juga menentang keras kebijakan yang mengurangi hak-hak pekerja, seperti yang kita lihat dalam Omnibus Law, yang mempermudah PHK dan melemahkan posisi tawar buruh di depan pengusaha maupun penguasa.
Faisal Basri juga dikenal karena keberaniannya melawan praktik monopoli dan mafia yang merugikan rakyat. Salah satu prestasi terbesarnya adalah perjuangannya melawan mafia migas, yang selama ini menjadi penyebab kenaikan harga energi yang tidak wajar dan membebani rakyat kecil. Faisal memahami bahwa mafia migas adalah salah satu faktor yang membuat harga bahan bakar dan listrik terus melonjak, sehingga kehidupan masyarakat semakin sulit. Ia dengan tegas mengkritik kebijakan yang memberikan ruang bagi kartel dan mafia ini, dan selalu menyuarakan perlunya reformasi yang mendalam dalam sektor energi.
Di tengah kehilangan ini, kita tahu bahwa semangat dan cinta Faisal kepada rakyat kecil tidak akan pernah padam. Cita dan cintanya akan selalu hidup dalam setiap perjuangan kita. Faisal telah menunjukkan kepada kita bahwa perjuangan untuk ekonomi yang lebih adil bukanlah hal yang mustahil. Ini cukup menjadi contoh, bahwa perubahan bisa dimulai dari satu suara yang berani berbicara kebenaran, meskipun menghadapi tekanan dari berbagai pihak.
Faisal sering berkata bahwa sebuah negara tidak akan maju jika hanya segelintir orang yang menikmati hasil pembangunan. Negara yang maju adalah negara yang mampu memberikan kesejahteraan bagi semua lapisan masyarakat, terutama mereka yang paling rentan, dan buruh ada di dalamnya.
Dalam semangat ini, kita akan terus memperjuangkan keadilan, menolak kebijakan yang merugikan, dan berjuang melawan ketimpangan struktural yang terus merongrong kesejahteraan rakyat kecil.
Faisal Basri mungkin telah meninggalkan kita, tetapi warisan perjuangannya akan terus hidup dalam setiap langkah yang kita ambil.
Selamat jalan, Pak Faisal. Cita dan cintamu pada rakyat kecil akan selalu menyala dan menjadi obor bagi perjuangan kami…