Menggali Potensi Pekerja Informal dalam Just Transition: Mengonsolidasikan Kekuatan untuk Transisi yang Adil

Menggali Potensi Pekerja Informal dalam Just Transition: Mengonsolidasikan Kekuatan untuk Transisi yang Adil
Wakil Presiden KSPI Kahar S. Cahyono (paling kanan) saat berbicara sebagai narasumber dalam workshop bertema "Just Transition with Union Leaders" yang diadakan di Jakarta pada tanggal 23 Agustus 2024. Foto: Istimewa

Pada tanggal 23 Agustus 2024, sebuah workshop bertema “Just Transition with Union Leaders” diadakan di Jakarta. Workshop ini menjadi forum penting bagi para pemimpin serikat pekerja untuk berdiskusi dan bertukar pikiran mengenai tantangan dan peluang yang dihadapi dalam proses transisi yang adil (just transition). Dalam kesempatan ini, hadir sebagai salah satu narasumber, saya menekankan pentingnya untuk lebih serius mengonsolidasikan pekerja informal dalam gerakan ini.

Di Indonesia, pekerja informal menyumbang porsi besar dalam struktur ketenagakerjaan. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), lebih dari 60% tenaga kerja di Indonesia berada dalam sektor informal. Ini mencakup berbagai jenis pekerjaan, mulai dari pedagang kaki lima, pengemudi ojek online, pekerja rumah tangga, hingga buruh tani. Mereka sering kali tidak memiliki perlindungan sosial yang memadai, akses terhadap hak-hak dasar pekerja, atau stabilitas pekerjaan yang layak. Namun, terlepas dari kontribusi signifikan mereka terhadap perekonomian, pekerja informal sering kali terpinggirkan dalam diskusi kebijakan dan advokasi serikat pekerja.

Dalam konteks just transition, yaitu peralihan ke ekonomi rendah karbon yang berkeadilan sosial, kelompok pekerja informal ini memiliki posisi yang sangat strategis. Transisi ini tidak hanya menuntut perubahan teknologi dan industri, tetapi juga keadilan sosial yang memastikan bahwa semua lapisan masyarakat, termasuk pekerja informal, tidak dirugikan dalam proses ini. Oleh karena itu, mengonsolidasikan pekerja informal ke dalam gerakan just transition merupakan langkah krusial untuk menciptakan transisi yang benar-benar adil dan inklusif.

Mengorganisir pekerja informal ke dalam serikat pekerja bukanlah tugas yang mudah. Salah satu tantangan terbesar adalah sifat pekerjaan mereka yang tidak teratur dan sering kali tidak memiliki ikatan formal dengan pemberi kerja. Selain itu, ada stigma sosial yang masih kuat terhadap pekerjaan informal yang dianggap kurang bergengsi atau tidak stabil. Kendala lainnya termasuk kurangnya kesadaran mengenai hak-hak pekerja dan keterbatasan akses informasi mengenai perlindungan sosial.

Namun, tantangan ini tidak boleh menyurutkan semangat kita. Sebaliknya, ini harus menjadi motivasi untuk menciptakan strategi baru yang inovatif dan inklusif. Salah satu langkah awal yang dapat diambil adalah dengan meningkatkan kesadaran dan edukasi mengenai pentingnya organisasi bagi pekerja informal. Hal ini bisa dilakukan melalui kampanye informasi, pelatihan, dan program-program pemberdayaan yang berfokus pada peningkatan keterampilan dan pengetahuan mereka.

Selanjutnya, serikat pekerja perlu memperluas mandat mereka untuk mencakup pekerja informal. Ini bisa diwujudkan dengan membentuk unit-unit atau divisi khusus yang fokus pada isu-isu pekerja informal. Dalam beberapa kasus, serikat pekerja juga bisa bekerja sama dengan organisasi masyarakat sipil atau LSM yang telah lebih dulu memiliki jaringan dan akses ke komunitas pekerja informal. Kolaborasi ini akan memperkuat upaya advokasi dan memberikan dampak yang lebih luas.

Pekerja Informal dan Just Transition: Kunci untuk Perubahan Berkelanjutan

Dalam kerangka just transition, pekerja informal dapat memainkan peran penting dalam memastikan bahwa transisi ini berkelanjutan dan inklusif. Misalnya, dalam sektor pertanian, pekerja informal dapat dilibatkan dalam upaya peralihan ke praktik pertanian berkelanjutan yang lebih ramah lingkungan. Dalam sektor transportasi, pengemudi ojek online dapat menjadi bagian dari transisi menuju sistem transportasi yang lebih hijau.

Namun, untuk mencapai hal ini, pekerja informal perlu diorganisir dan dipersatukan di bawah payung serikat pekerja yang kuat. Tanpa keterlibatan mereka, just transition berisiko menjadi proyek yang eksklusif dan tidak adil, yang hanya menguntungkan segelintir orang atau kelompok tertentu. Oleh karena itu, mengonsolidasikan pekerja informal ke dalam gerakan just transition bukan hanya soal keadilan, tetapi juga soal keberlanjutan jangka panjang dari transisi ini.

Dengan mengonsolidasikan pekerja informal, serikat pekerja dapat memperluas basis keanggotaannya dan memperkuat posisi tawar mereka. Hal ini penting dalam konteks negosiasi kebijakan dengan pemerintah atau perusahaan besar. Semakin besar dan beragam keanggotaan serikat pekerja, semakin kuat pula suara mereka dalam menuntut keadilan dan perlindungan bagi semua pekerja.

Selain itu, konsolidasi pekerja informal juga akan membawa perspektif baru dalam gerakan serikat pekerja. Mereka yang berada dalam sektor informal sering kali menghadapi tantangan yang berbeda dari pekerja formal, sehingga pengalaman dan pandangan mereka dapat memperkaya diskusi dan strategi advokasi serikat. Misalnya, dalam isu-isu seperti upah layak, perlindungan sosial, atau hak-hak kesehatan dan keselamatan kerja, perspektif pekerja informal bisa menjadi masukan yang sangat berharga.

Workshop “Just Transition with Union Leaders” ini menjadi momentum penting untuk merefleksikan kembali peran pekerja dalam gerakan just transition. Mengonsolidasikan pekerja informal bukan hanya tentang memperkuat serikat pekerja, tetapi juga tentang memastikan bahwa transisi menuju ekonomi yang lebih berkelanjutan dilakukan dengan cara yang adil dan inklusif.

Ke depan, serikat pekerja dan semua pemangku kepentingan harus terus berupaya untuk mengatasi tantangan yang ada dan memanfaatkan peluang yang tersedia. Dengan kerja sama yang kuat, kesadaran yang tinggi, dan strategi yang inklusif, kita dapat memastikan bahwa just transition benar-benar menjadi proses yang membawa kebaikan bagi semua, tanpa meninggalkan siapa pun di belakang.

Oleh karena itu, pekerja informal harus menjadi bagian dari cerita sukses ini, bukan hanya sebagai penonton, tetapi sebagai aktor utama yang berkontribusi aktif dalam menciptakan masa depan yang lebih baik bagi semua.

Kahar S. Cahyono, Wakil Presiden FSPMI, Wakil Presiden KSPI, dan Pimpinan Redaksi Media Perdjoeangan