Lubuklinggau, KPonline – Sabtu, 25 Januari 2025, menjadi momen bersejarah bagi KSBSI dan KSPI yang bersama-sama menyelenggarakan lokakarya pengembangan keterampilan di Lubuklinggau, Sumatera Selatan. Acara ini menjadi ajang bagi anggota dari kedua konfederasi untuk memperkuat kemampuan dalam menghadapi tantangan transisi energi. Lokakarya ini tidak hanya menjadi tempat berbagi ilmu, tetapi juga simbol solidaritas antara dua konfederasi besar yang peduli pada masa depan tenaga kerja Indonesia.
Tema utama yang diusung adalah pentingnya skilling dan reskilling sebagai langkah strategis untuk memastikan pekerja tetap relevan dan kompetitif di tengah perubahan besar akibat transisi energi. Dua istilah ini semakin sering digunakan dalam berbagai forum diskusi, namun dalam lokakarya ini, keduanya mendapatkan makna yang lebih mendalam. Skilling berfokus pada peningkatan keterampilan baru yang dibutuhkan untuk memasuki lapangan pekerjaan tertentu, sementara reskilling bertujuan untuk membekali pekerja dengan keterampilan baru guna menghadapi perubahan peran, baik dalam pekerjaan yang sama maupun pekerjaan yang berbeda.
Dalam sesi diskusi, para peserta aktif mengidentifikasi keterampilan apa saja yang dibutuhkan untuk tetap relevan di era transisi energi. Lebih dari itu, peserta juga diajak untuk memetakan siapa saja yang perlu mendapatkan pelatihan, dengan mempertimbangkan latar belakang pekerjaan dan potensi pengembangan karier mereka.
Proses identifikasi ini tidak hanya melibatkan diskusi teoritis, tetapi juga pemetaan sederhana yang melibatkan pekerja secara langsung. Langkah ini memastikan bahwa pelatihan yang dirancang benar-benar relevan dengan kebutuhan nyata di lapangan, bukan sekadar hasil analisis atas data statistik. Para peserta juga berbagi cerita tentang tantangan yang mereka hadapi dalam dunia kerja yang terus berubah, menciptakan suasana diskusi yang penuh kehangatan dan solidaritas.
Kegiatan ini melengkapi diskusi serupa yang telah dilakukan di Kalimantan Timur beberapa hari sebelumnya. Dengan menyelenggarakan kegiatan serupa di Lubuklinggau, KSBSI dan KSPI menunjukkan komitmen mereka untuk menciptakan solusi nyata bagi pekerja di berbagai daerah. Transisi energi memang menjadi tantangan besar, tetapi melalui skilling dan reskilling, tantangan ini dapat diubah menjadi peluang.
Bagi kedua konfederasi, transisi energi tidak hanya menjadi isu perubahan teknologi semata, tetapi juga perubahan sosial dan ekonomi yang memengaruhi jutaan pekerja. Dengan adanya pelatihan berbasis kebutuhan nyata, pekerja Indonesia diharapkan menjadi lebih tangguh, adaptif, dan mampu bersaing di tingkat global. Hal ini juga menjadi bagian dari upaya bersama untuk melindungi pekerja dari ancaman pengangguran akibat pergeseran tren industri.
Sebagai salah satu narasumber dalam lokakarya ini, saya merasa bahwa diskusi yang terjadi tidak hanya berisi wacana besar, tetapi juga berangkat dari pengalaman sehari-hari para pekerja. Dalam sesi saya, saya membahas bagaimana peningkatan keterampilan sering kali menjadi retorika indah yang dikemas dalam slogan-slogan besar, namun jarang menyentuh kebutuhan nyata di lapangan.
Pelatihan yang kami maksudkan di sini berbeda dari program-program yang hanya memberikan keterampilan teknis tanpa mempertimbangkan hak-hak pekerja. Kami ingin memastikan bahwa pelatihan ini tidak menjadi bentuk lain dari pemagangan murah yang diberi label “kesempatan belajar”. Sebaliknya, pelatihan harus menjadi wadah untuk memberdayakan pekerja, memberikan mereka keberanian untuk menolak ketidakadilan, dan memperjuangkan hak-hak mereka.
Dalam diskusi ini, kami menekankan bahwa pelatihan yang dirancang harus berasal dari kebutuhan nyata para pekerja. Apa yang mereka butuhkan? Apa yang ingin mereka perjuangkan? Dan bagaimana mereka dapat bertahan tanpa kehilangan identitas mereka sebagai bagian dari kelas pekerja? Pertanyaan-pertanyaan ini menjadi panduan utama dalam setiap diskusi yang berlangsung.
Saya membayangkan, apa yang kami lakukan ini adalah langkah kecil menuju solidaritas sejati, di mana keterampilan yang diajarkan tidak hanya soal teknik, tetapi juga keberanian untuk menolak ketidakadilan. Inisiatif ini juga menunjukkan bahwa perubahan besar selalu dimulai dari langkah-langkah kecil, yang berakar pada pengalaman dan kebutuhan nyata pekerja.
Dengan adanya lokakarya ini, KSBSI dan KSPI berharap dapat memberikan kontribusi nyata dalam mempersiapkan tenaga kerja Indonesia untuk menghadapi era transisi energi. Inisiatif seperti ini bukan hanya tentang pelatihan keterampilan, tetapi juga tentang menciptakan kesadaran kolektif bahwa masa depan pekerja ada di tangan mereka sendiri.
Melalui peningkatan keterampilan yang berbasis pada kebutuhan nyata, kami percaya bahwa pekerja Indonesia dapat menjadi lebih kuat dan adaptif. Ini adalah langkah awal untuk menciptakan masa depan yang lebih baik, di mana pekerja tidak hanya menjadi objek dari perubahan, tetapi juga subjek yang aktif dalam membentuk masa depan mereka.