Bogor, KPonline, – Wacana pihak pemerintah untuk “menaikkan” upah kalangan pekerja sebesar 6,5% pada pengupahan 2025, mendapatkan beragam reaksi dari berbagai kalangan. Baik dari internal kaum buruh, kaum intelektual bahkan dari kalangan pelaku industri.
Pengamat ekonomi dari lembaga Celios, Bhima Yudhistira memberikan pernyataan kepada BBC News Indonesia. “Kalau dengan asumsi inflasi tahun depan (2025) sebesar 4%, maka kenaikan upah pekerja yang sesungguhnya hanya sebesar 2,5 %. Dampaknya, wacana Presiden Prabowo Subianto untuk meningkatkan daya beli kalangan pekerja, akan sulit terwujud. ”
Berdasarkan “hitung-hitungan kasar” penulis, apa yang disamping oleh Bhima Yudhistira cukup masuk akal dan sesuai dengan realitas yang ada. Dari sisi inflasi saja, wacana kenaikan upah sebesar 6,5% oleh pihak pemerintah pusat, kalangan pekerja akan “kedodoran” dalam menyikapi kenaikan inflasi. Belum lagi dari sisi wacana kenaikan pajak, yang tentunya khalayak umum sudah ramai membicarakannya, yaitu yang nantinya nilainya akan sebesar 12%, yang semula 10% dan naik sebesar 1% menjadi 11% sejak April 2022.
Hal ini, kenaikan pajak maksud saya, akan sangat berpengaruh terhadap saya beli masyarakat Indonesia. Dan yang akan sangat terdampak tentu saja adalah kalangan pekerja. Kenaikan pajak sudah pasti akan menaikkan harga-harga kebutuhan dasar. Sehingga, jika kenaikan upah hanya sebesar 6,5%, dan kenaikan pajak akan bertambah sebesar 1%, dan ditambah lagi dengan (prediksi) inflasi yang sebesar 4%, maka sudah hampir bisa dipastikan, kenaikan upah kalangan pekerja pada 2025, hanya akan menyisakan tangis haru penderitaan. Karena buat apa ada kenaikan upah, jika harga-harga kebutuhan dasar juga ikut naik?
Sementara itu, dari sumber yang sama, Ketua Bidang Ketenagakerjaan Asosiasi Pengusaha Indonesia Bob Azzam mengatakan, “Kenaikan upah yang ideal menurut perhitungan lembaganya, hanya sebesar 3,5%. Apindo berpijak pada Peraturan Pemerintah Nomor 51 tahun 2023 tentang pengupahan,” Apa yang disampaikan oleh Bob Azzam, sudah tentu merupakan pertimbangan kepentingan dari pihak pelaku industri yang ada di Indonesia. Sehingga dibutuhkan “kebijakan” dari pihak pemerintah yang mampu mengakomodir seluruh kepentingan stake holder yang terkait. Baik dari kepentingan kalangan pekerja maupun kepentingan kalangan pelaku industri itu sendiri, tentu saja yang dimaksud oleh penulis adalah pihak pengusaha.
Tidak hanya itu, dalam merumuskan sebuah “kebijakan”, sudah seharusnya pihak pemerintah menggunakan ” kebijaksanaan” dalam menggunakan kekuasaan yang dimilikinya, selain kekuatan yang besar yang juga dimiliki oleh otoritas terkait. Kebijakan dan kebijaksanaan dalam memutuskan sebuah “keputusan” yang akan berdampak terhadap kepentingan orang banyak, tentulah bukan suatu hal yang mudah untuk dilakukan dan dilaksanakan dengan baik. Musyawarah dengan mengedepankan itikad yang baik untuk kemaslahatan orang banyak, dan tentu saja mempertimbangkan keberlangsungan usaha dan investasi di negara kita tercinta ini, bisa menjadi pertimbangan semua pihak yang terlibat.(RDW6666)