Balikpapan, KPonline – Perubahan iklim, digitalisasi, dan transisi energi kini menjadi tantangan besar yang mengubah wajah dunia kerja, termasuk di Indonesia. Dalam menghadapi gelombang perubahan ini, Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menegaskan bahwa hanya dengan kekuatan organisasi buruh yang kuat, hak-hak pekerja bisa tetap dipertahankan. KSPI menyatakan bahwa pengorganisasian yang menyentuh akar rumput, termasuk pekerja informal, adalah prasyarat utama agar transisi menuju ekonomi hijau benar-benar adil dan tidak menambah ketimpangan yang sudah ada.
Hal ini menjadi sorotan utama dalam workshop yang diselenggarakan KSBSI bersama KSPI di Balikpapan pada 22 Maret 2025. Kegiatan ini mempertemukan pimpinan serikat pekerja dari kedua konfederasi yang ada di Kalimantan Timur untuk membahas strategi penguatan serikat dalam menghadapi perubahan dunia kerja. Salah satu fokus utama adalah bagaimana menyusun strategi pengorganisasian yang lebih luas, tidak hanya di sektor formal, tetapi juga menjangkau pekerja informal yang selama ini belum banyak tersentuh oleh perlindungan hukum dan perundingan kolektif.
Wakil Presiden KSPI, Kahar S. Cahyono, menyampaikan bahwa pengorganisasian di tingkat akar rumput adalah pondasi utama untuk menghadapi masa depan yang penuh tantangan.
“Transisi yang adil harus dibarengi dengan pengorganisasian yang kuat di akar rumput. Tanpa serikat pekerja yang solid, suara kita mudah diabaikan,” tegas Kahar.
Ia mengingatkan bahwa transisi yang sedang terjadi tidak netral. Tanpa keterlibatan aktif serikat pekerja, maka transisi hanya akan menjadi alat baru bagi negara dan pengusaha untuk memangkas hak-hak buruh.
“Perubahan iklim, digitalisasi, dan peralihan energi sedang mengubah dunia kerja. Jika kelas pekerja tidak terorganisir, maka transisi ini hanya akan menjadi alat baru bagi pengusaha dan negara untuk memangkas hak-hak buruh. Serikat pekerja adalah garda depan yang memastikan bahwa transisi ini tak mengorbankan kesejahteraan dan masa depan pekerja,” lanjutnya.
Workshop tersebut juga menekankan pentingnya memasukkan klausul transisi yang adil (just transition) ke dalam Perjanjian Kerja Bersama (PKB). Dengan demikian, hak-hak pekerja yang terdampak perubahan struktural bisa dijamin melalui mekanisme hukum yang mengikat. KSPI mendorong agar perundingan PKB tidak hanya membahas isu-isu klasik seperti upah dan tunjangan, tetapi juga memperhatikan isu-isu baru seperti perlindungan terhadap pekerja terdampak transisi energi, hak atas pelatihan ulang (reskilling), dan jaminan perlindungan sosial.
Menurut Kahar, perjuangan serikat tidak boleh berhenti pada perlindungan pekerja formal saja. Banyak pekerja informal yang justru menjadi korban pertama dari krisis iklim dan transformasi digital karena minimnya perlindungan hukum. Karena itu, pengorganisasian harus diperluas ke sektor-sektor rentan, termasuk pekerja informal, pekerja kemitraan, hingga buruh harian lepas.
“Kita tidak bisa berharap pada keadilan dari sistem yang tak mendengarkan suara buruh. Karenanya, penguatan serikat adalah syarat mutlak. Hanya dengan serikat yang kuat, kita bisa memastikan bahwa transisi menuju ekonomi hijau benar-benar adil bagi kaum buruh,” ujar Kahar menutup pernyataannya.
Melalui workshop ini, KSPI menegaskan komitmennya untuk terus memperkuat kapasitas serikat, memperluas cakupan pengorganisasian, dan mendorong kebijakan publik yang berpihak kepada pekerja. Transisi tidak boleh menjadi alasan untuk meminggirkan buruh—justru harus menjadi momentum untuk memperluas perlindungan dan keadilan sosial.