Meningkatkan Daya Beli untuk Mengatasi Lonjakan PHK

Meningkatkan Daya Beli untuk Mengatasi Lonjakan PHK
Kahar S. Cahyono dalam Seminar Nasonal KSPI. Rabu, 31 Juli 2024. Foto: KSPI Media Center/Ocha

Peningkatan angka Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang terus terjadi sepanjang Januari hingga Agustus 2024, sebagaimana dilaporkan oleh Kementerian Ketenagakerjaan RI, merupakan indikasi serius dari masalah yang sedang dihadapi dunia industri. Dengan lebih dari 46.240 pekerja terdampak, dan kemungkinan lebih besar karena adanya perusahaan yang tidak melaporkan data PHK, kondisi ini menunjukkan bahwa sektor padat karya seperti garmen dan alas kaki berada di bawah tekanan yang besar.

Sebagaimana yang saya baca di CNBC Indonesia, Sabtu (7/9), Wakil Ketua Bidang Ketenagakerjaan APINDO Nurjaman mencatat bahwa faktor utama penyebab lonjakan angka PHK ini adalah turunnya daya saing industri dalam negeri, terbatasnya modal, dan yang paling krusial—anjloknya daya beli masyarakat.

Mungkin Nurjaman lupa, faktor UU Cipta Kerja juga turut memberi andil maraknya PHK. Namun demikian, dalam tulisan ini, saya hanya akan menggarisbawahi soal “anjloknya daya beli.”

Industri padat karya seperti garmen dan alas kaki sangat bergantung pada konsumsi domestik yang kuat untuk tetap bertahan. Ketika daya beli masyarakat menurun, permintaan terhadap produk-produk ini juga ikut terpuruk, memaksa perusahaan untuk mengurangi produksi dan memotong biaya, salah satunya melalui PHK.

Turunnya daya beli masyarakat berdampak besar pada sektor usaha. Masyarakat mengurangi pengeluaran untuk barang konsumtif dan lebih memprioritaskan kebutuhan pokok, terutama di tengah situasi ekonomi yang penuh ketidakpastian. Hal ini secara langsung mengurangi permintaan terhadap produk-produk industri lokal, seperti tekstil, garmen, dan alas kaki. Dalam situasi ini, sayangnya, yang dipilih perusahaan adalah merampingkan jumlah tenaga kerja untuk menyesuaikan dengan kapasitas produksi yang menurun.

Daya saing industri dalam negeri juga semakin tertekan oleh persaingan dengan produk impor, yang seringkali lebih murah dan menarik bagi konsumen. Di sisi lain, keterbatasan modal yang dialami banyak perusahaan membuat mereka kesulitan menjaga operasi, apalagi untuk mempertahankan seluruh karyawannya di tengah penurunan penjualan.

Untuk mengatasi masalah PHK yang terus meningkat, solusi paling mendesak adalah meningkatkan daya beli masyarakat. Dengan meningkatnya daya beli, konsumsi dalam negeri akan pulih, dan permintaan terhadap produk-produk lokal juga akan tumbuh. Peningkatan daya beli pada akhirnya akan menjaga stabilitas perusahaan dan mencegah lonjakan PHK lebih lanjut.

Langkah awal yang bisa diambil adalah dengan memberikan upah yang layak bagi pekerja. Upah minimum yang lebih tinggi akan memberikan daya beli lebih besar kepada pekerja, memungkinkan buruh untuk mengalokasikan pengeluaran ke barang-barang di luar kebutuhan pokok. Dengan demikian, perusahaan yang memproduksi barang-barang konsumsi akan melihat permintaan yang lebih tinggi, yang berarti mereka tidak perlu mengurangi kapasitas produksi atau melakukan PHK. Ya, bicara daya beli, pada akhirnya memang berbicara tentang upah yang layak.

Selain itu, pemerintah harus memperkuat program perlindungan sosial bagi kelompok masyarakat yang paling rentan, terutama mereka yang terkena dampak PHK. Bantuan langsung tunai atau bentuk subsidi lainnya akan sangat membantu menjaga daya beli di kalangan masyarakat berpenghasilan rendah. Langkah ini akan memberikan dorongan bagi ekonomi domestik karena kelompok ini cenderung menggunakan bantuan yang mereka terima untuk kebutuhan sehari-hari, yang langsung berdampak pada pertumbuhan konsumsi dalam negeri.

Sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) juga memainkan peran penting dalam menjaga stabilitas daya beli masyarakat. Pemerintah harus terus mendorong pengembangan UMKM dengan memberikan akses yang lebih mudah ke modal dan pasar, serta memastikan bahwa sektor ini mampu bertahan di tengah tantangan ekonomi yang semakin kompleks. UMKM yang berkembang akan menciptakan lapangan kerja baru, sehingga memperkuat ekonomi dan meningkatkan pendapatan masyarakat secara keseluruhan.

Pengendalian inflasi juga menjadi kunci untuk menjaga daya beli. Lonjakan harga kebutuhan pokok selama beberapa waktu terakhir telah mengikis daya beli masyarakat secara signifikan. Pemerintah perlu mengambil langkah-langkah yang tepat untuk menstabilkan harga barang-barang esensial agar masyarakat tidak terbebani dengan pengeluaran yang lebih besar untuk kebutuhan pokok. Inflasi yang terkendali akan memberikan ruang lebih bagi masyarakat untuk mengonsumsi produk-produk lainnya, sehingga mendukung pertumbuhan ekonomi domestik.

Mendorong konsumsi produk lokal juga bisa menjadi solusi jangka panjang yang strategis. Kampanye untuk meningkatkan kebanggaan menggunakan produk dalam negeri perlu digencarkan, baik oleh pemerintah maupun pelaku industri. Dengan dukungan penuh dari konsumen domestik, perusahaan-perusahaan lokal akan mendapatkan pijakan yang lebih kuat di pasar, dan ini bisa menjadi jalan untuk menekan angka PHK.

Pada akhirnya, peningkatan daya beli masyarakat harus dilihat sebagai strategi kunci dalam menjaga stabilitas ekonomi nasional. Kerjasama antara pemerintah dan pelaku usaha sangat diperlukan untuk menciptakan lingkungan ekonomi yang kondusif bagi pertumbuhan daya beli. Pemerintah perlu menciptakan kebijakan yang mendukung peningkatan pendapatan masyarakat, sementara pengusaha harus terus berinovasi dan meningkatkan efisiensi untuk menjaga keberlangsungan usaha di tengah tantangan global.