Purwakarta, KPonline – Pasca kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM), biaya hidup tentunya semakin mahal. Kenapa? Karena dengan naiknya harga BBM, naiknya ongkos transportasi. Dan berawal dari sanalah naiknya harga-harga kebutuhan sembilan bahan pokok (Sembako).
Selain itu dengan naiknya harga BBM, bagi pengguna atau pemilik kendaraan pribadi. Baik kendaraan roda empat maupun roda dua, ongkos bensin pun dipastikan akan bertambah.
Mau tidak mau, kita atau sebagai kelas pekerja atau kaum buruh dituntut harus pintar mengatur atau mengelola keuangan jika tidak ingin mengalami kesusahan atau kesulitan memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
Oleh karena itu, agar tidak mengalami kesusahan atau kesulitan, dan mungkin awal yang harus kita lakukan adalah mencatat semua pengeluaran biaya yang biasa kita lakukan selama ini. Mulai dari yang paling besar, hingga ke yang terkecil.
Dimana, untuk selanjutnya mampu mengedepankan skala prioritas. Mana yang harus dilakukan dan mana yang untuk tidak dilakukan (ditunda) dalam hal pengeluaran.
Namun, yang lebih penting adalah kenaikan upah yang mampu memenuhi kebutuhan hidup kedepan (2023). Terlebih, pasca kenaikan harga BBM.
Kemudian, berbicara upah. Pasti, buruh dan pengusaha memang selalu berselisih paham (Bagaikan air dan api) soal penetapan upah minimum. Dan saat ini, unsur pengusaha tetap menginginkan penentuan upah minimum menggunakan PP Nomor 36 Tahun 2021 karena dianggap lebih realistis dibandingkan dengan regulasi-regulasi sebelumnya.
Sementara, buruh memberi masukan yang bertolak belakang dengan yang disampaikan oleh kelompok pengusaha. Buruh tetap berpegang teguh bahwa PP Nomor 36 Tahun 2021 tidak bisa jadi dasar penetapan upah minimum.
Konfederasi Serikat Pekerja Indoneia (KSPI) yang merupakan salah satu aliansi yang terdiri dari beberapa federasi serikat pekerja, sudah sejak jauh-jauh hari menyampaikan tuntutan kenaikan sebesar 13 persen.
Bahkan, tuntutannya itu sering disampaikan dalam aksi demo yang beberapa kali dilakukan KSPI bersama serikat pekerja lain dibeberapa waktu belakangan ini.
Sejauh ini, menurut pantauan Media Perdjoeangan, untuk memperjuangkan tuntutan kenaikan upah 13 persen itu, para buruh memulai demonstrasi pada September hingga November 2022 di sejumlah wilayah di seluruh Indonesia.
Dan dalam setiap menjalankan aksinya, jika tuntutan tidak dipenuhi, persiapan aksi mogok nasional pada bulan Desember akan dilakukan.
Pertumbuhan ekonomi sebesar 5,72 persen pada kuartal ketiga tahun 2022, harusnya buruh memiliki harapan baik dari segi pengupahan. Dan dengan capaian tersebut, Indonesia diprediksi tidak akan masuk jurang resesi.
Jelasnya, dengan menggunakan proyeksi pertumbuhan ekonomi akhir tahun 2023 berada di angka 5,72 persen dan asumsi inflasi pasca kenaikan harga BBM yaitu sebesar 7-8 persen. Angka kenaikan upah minimum paling rasional tahun depan (2023) bila menggunakan PP 78/2015 tentang Pengupahan dipastikan jatuh pada kisaran 12-13 persen.