Bekasi, KPonline – Muhaemin adalah pria kelahiran Lebak Banten, 7 sepetember 1967 atau 58 tahun silam. Selama 24 tahun bekerja sebagai operator di sebuah perusahaan yang berada di Jl. Karet II, Batik Village, Lippo, Cikarang Selatan, Kabupaten Bekasi.
Pria beralamat sesuai KTP di Kp. Batu banter, RT.003/RW.004, Desa Bendungan, Kecamatan Banjarsari, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten tersebut mendatangi New Omah Buruh bersama rekan kerjanya pada Kamis, 27 Februari 2025 karena diduga merasa diperlakukan tidak adil oleh perusahaan.
Selama 24 tahun bekerja, Muhaemin belum pernah menerima slip gaji, tidak didaftarkan BPJS Kesehatan oleh perusahaan dan sekarang BPJS Ketenagakerjaannya non aktif, tidak diberikan APD untuk bekerja dan gaji pun dibawah standart UMK Kabupaten Bekasi.
Mirisnya, pada 8 Januari 2025 Muhaemin mengalami kecelakaan kerja sehingga harus mengikhlaskan 4 (empat) jari sebelah kirinya harus diamputasi meninggalkan jempol (ibu jari) tersisa.
Tanggal 24 Februari 2025, perusahaan diduga mem-PHK Muhaemin secara lisan dengan tawaran kompensasi sebesar Rp. 10,000,000,- (Sepuluh Juta Rupiah) ditambah Rp. 5,000,000,- (Lima Juta Rupiah) untuk THR. Sampai saat ini Muhaemin menolak tawaran kompensasi tersebut.
Saat ini kasus ditangani langsung oleh Pandji Budi santosa, S.H., Hidayah, S.H., dan Muhammad Amin, S.H. selaku advokasi dari Posko Orange Partai Buruh Kabupaten Bekasi.
“Kami sudah menerima kronologi kasus Muhaemin, dan kami langsung kami tangani. secara kronologi perusahaan memperlakukan buruh atau pekerjanya bak habis manis sepah dibuang. Setelah pekerja kecelakaan kerja dan tidak melakukan pekerjaan seperti sebelumnya dibuang begitu saja oleh perusahaan, ini tidak boleh terjadi,” ucap Pandji Budi Santosa, S.H.
“Mirisnya lagi, hak pekerja tidak diberikan secara normatif sesuai peraturan atau regulasi yang berlaku. Ini semua dibawah normatif, dari upahnya, jaminan kesehatannya, jaminan kecelakaannya, bahkan mem-PHK pekerjanya saja pakai lisan,” lanjutnya.
Dalam kesempatan yang sama, Hidayah selaku Tim Advokasi mengungkapkan kekesalannya karena perlakuan perusahaan yang dianggap tidak manusiawi.
“Beginilah nasib pekerja yang tidak mempunyai serikat, boro boro ngomongin payung hukum, kontrol kesejahteraan di dalam perusahaan saja tidak ada. Wajar saja kalau semuanya di bawah normatif dari upah dan lainnya,” ungkap Hidayah, S.H. (Jay Mujazim)