Nurfahroji Percaya Kelas Pekerja Akan Menang

Nurfahroji Percaya Kelas Pekerja Akan Menang

Jakarta,KPonline – Malam berarak larut. Jalanan perlahan sayup. Handoko tampak duduk di kursi plastik depan bangunan mirip pos kamling. Bangunan itu bercat oranye, berhias baliho ukuran tanggung bertuliskan “Silaturahim Tanpa Batas”. Di baliho tersemat wajah pria tak tampan bersongkok hitam. Dia berbalut baju merah. Pria itu tak lain Muhammad Nurfahroji, yang sehari-hari dipanggil Oji.

Posko sederhana ini tak jauh dari jalan besar. Disumbang pendiriannya oleh Sholeh. Seorang pedagang es kelapa berdarah Madura yang sudah belasan tahun merantau ke Bekasi. Di bagian ujung tempatnya berdagang, dia menyediakan lapaknya untuk mendukung gerakan politik kelas pekerja. Tak jarang Sholeh menggratiskan beberapa buah kelapa bila relawan mulai berkumpul di posko.

“Kite udah lama berjuang bareng Bang Oji”, ucap Handoko dengan dialek Betawi kental memecah keheningan malam. Pria yang sehari-hari bekerja serabutan itu telah berpekan-pekan membantu kerja politik untuk pencalegan Nurfahroji. Dia tidak dibayar. Tidak dijanjikan imbalan. Melakukannya sukarela.

“Ya kali-kali aja Bang, ada perubahan di Bekasi ini. Pabrik sih banyak, tapi rakyat kayak kite tetep aja kere. Mangkanye kite harus terus berjuang”, selesai dengan ucapannya Handoko menyalakan sebatang rokok kretek. Tak lama kemudian tubuhnya bergoyang kesana-kemari melawan sekawanan nyamuk yang mulai menyerang.

“Keluarga gua ditolong Bang Oji. Pas dulu sakit. Kalau kagak ada Bang Oji, bubrah dah”, jelas Handoko sembari bola matanya menerawang. Kenapa ia dan kawan-kawannya rela melakukan pekerjaan pro bono bagi kandidat Partai Buruh pasti punya alasan. Di negeri dimana money politic telah menjadi kultur kepemiluan, kesukarelaan jelas serupa barang antik di mesuem. Amat langka.

Orang menghibahkan tenaga dan waktunya tentu memiliki latar belakang. Keikhlasan tidak datang sekonyong-konyong. Ia hanya akan datang melalui keikhlasan yang mendahuluinya. Mulai tahun 2011 Nurfahroji memang getol mengadvokasi orang sakit melalui Jamkeswatch. Tanpa bayar. Pekerjaan advokasi itu telah memenangkan tak sedikit hati.

Jamkeswatch sendiri merupakan cabang pekerjaan yang dibentuk FSPMI. Berfokus membela hak-hak kesehatan warga. Sudah lama Oji, berpindah dari satu kampung ke kampung lain, dari satu Rumah Sakit ke Rumah Sakit lain selama menjalani misi sosial itu. Kalender juangnya sudah panjang, lebih dari satu dasawarsa. Kebaikan yang pernah ditanam rupanya berbuah sepanjang waktu.

Persis di sebelah Handoko lelaki dengan kaos berwarna merah kusam melontarkan senyuman. Namanya Fahmi. Dia salah satu aktivis serikat buruh. Dia terlatih dalam kerja-kerja politik. Terutama sejak organisasi yang menaunginya memasang tekad ‘Go Politic’. Politik elektoral bukan sesuatu yang asing buatnya.

“Kita sekarang punya banyak relawan, hitungan saya sudah di atas seratus relawan di Tambun Utara Utara dan Sukatani. Sampai di desa-desa. Sama Bang, mereka mana ada yang dibayar. Oji mah mana ada duitnya. Kagak gablek dah!”, terang Fahmi sambil terkekeh.

Mendengar celetukan Fahmi, lima pemuda yang tengah duduk sembari menikmati kopi dan menatapi layar televisi turut tertawa. Mereka berkumpul di sabtu malam usai memasang bendera Partai Buruh di beberapa ruas jalan. Jalan-jalan di Tambun Utara kini berhias warna oranye simbol kelas pekerja.

“Yang menarik di sini kemampuan kita menarik dukungan di luar anggota atau pengurus serikat buruh. Lu liat aja dari relawan ini, berapa persen yang aktivis serikat, berapa persen yang bukan. Ini pengejahwantahan atas diktum kita ‘Dari Pabrik Ke Publik’. Kita harus bisa!”

Nurfahroji benar. Saat ini ada tiga posko Partai Buruh berdiri di Tambun Utara dan kebanyakan warga non anggota serikat buruh yang berpartisipasi. Seperti pukul 19.00 ketika pertemuan diadakan di Desa Srimahi. Puluhan pemuda berkumpul di rumah pemuda bernama Kobar. Pertemuan itu membicarakan dua hal. Lapangan pekerjaan dan layanan kesehatan. Sepasang program pokok yang coba diusung Nurfahroji.

“Gua gak datang bawa amplop. Gua cuma punya badan dan semangat. Kalau kawan-kawan pemuda dan Bapak-Ibu percaya, gua akan pakai badan gua ini untuk rakyat. Kita mulai advokasi lapangan pekerjaan ini. Rakyat Bekasi gak boleh nganggur lagi. Selanjutnya biar Tuhan yang menentukan hasilnya”, tukas Oji dengan kalimat yang memiliki api.

Bekasi sendiri memang merupakan kawasan industri raksasa. Kawasan industri terbesar di Asia Tenggara. Ada 13.000 pabrik terhampar. Ini adalah kandangnya kelas pekerja. Bekasi mungkin akan menjadi Porto Allegre-nya Indonesia. Kota yang di Brazil sana menjadi titik berangkat kebangkitan kelas pekerja. Di tempat seperti itu Oji percaya, cepat atau lambat kelas pekerja akan menang.

Jam di ponsel telah menunjuk pukul setengah dua pagi. Oji baru saja tiba di kediamannya. Rumah sederhana dengan dua kamar tidur dan kamar mandi kecil. Di dinding ruang tamu yang sempit di tempel kipas angin. Di meja ada televisi 24 inch yang katanya dia peroleh dari hadiah lomba orasi. Putrinya telah terlelap.

“Doain gua istiqomah ya. Jangan sampek gua sama aja dengan yang lain”, kali ini bola mata pria bertubuh subur ini agak mengembun.