Omah Buruh: Ada Cinta dan Gairah yang Bergelora (5)

Omah Buruh: Ada Cinta dan Gairah yang Bergelora (5)

Bekasi, KPonline – Sesampainya di Omah Buruh, mereka turun sambil mengucapkan terimakasih berulang kali. Seolah tak akan pernah kering ucapan itu dari mulut mereka.

Mereka bergabung dengan kawan-kawan lain yang telah terlebih dahulu tiba di Omah Buruh.

Bacaan Lainnya

Aku langsung mencari istri serta anakku. Ternyata mereka sedang asyik bermain di jembatan itu. Anakku bermain dengan anak temanku yang baru di temuinya di situ. Sedangkan istriku berbincang asyik dengan ibu si anak itu.

Aku menyalaminya. Ternyata yang diajak ngobrol istriku adalah salah satu korban PHK oleh perusahaan. Dia dipecat tanpa pesangon. Sadis!

Perlakuan yang tak bisa diterima akal sehat manusia. Mereka mempekerjakan seseorang, tapi disaat usianya sudah tidak produktif, dibuang begitu saja. Laku digantikan dengan usia yang lebih muda. Celakanya, hal ini terjadi dimana-mana.

Sudah menjelang malam ketika aku pamit pulang. Suasana yang benar-benar tak bisa aku dapatkan di tempat lai. Suasana penuh semangat perjuangan. Berjuang untuk mendapatkan penghidupan yang lebih layak.

Di sepanjang perjalanan pulang, kami lebih banyak terdiam. Anakku sudah tertidur di bangku belakang.

Sesekali aku melirik istriku sambil mengemudi. Ada aura lain yang aku lihat di wajah istriku ini. Aura yang tak biasa aku jumpai di setiap harinya.

Sampai di rumah, ada kejadian aneh di depan rumah. Tidak tau soal apa, tapi yang jelas ada yang menyobek jaket FSPMI. Takut di situ ada preman, akhirnya aku berhenti jauh dari rumah. Ternyata yang merobek itu adalah istri dari pak Sungidi. Dia mendapat kabar suaminya di PHK. Dia terlalu kecewa dengan organisasi ini karena suaminya di PHK. Padahal waktu itu keadaannya sedang hamil tua dan anak-anaknya sedang membutuhkan biaya pendidikan yang banyak.

Anak pertama yang memasuki sekolah menengah dan yang nomor dua kelas 2 SD. Tapi apa mau dikata, PHK itu memang kemauan suaminya sendiri karena tidak ingin keselamatan keluarganya terancam oleh preman-preman bayaran sewaan perusahaan. Keputusan untuk menerima PHK itu pun bukan atas saran apalagi paksaan dari pimpinan cabang, tetapi hal tersebut adalah keputusan bulat dari kawan kawan di perusahaan itu.

Dengan mendengarkan penjelasan dari suaminya dan ditambah kabar bahwa tadi pagi ada preman yang mencari akhirnya, istri tetanggaku itupun menerima kenyataan.

Sebenarnya malu melihat seragam kebanggaan FSPMI disobek orang yang tidak puas dengan organisasi ini. Karena aku sendiri adalah ketua PUK FSPMI. Apa kata dunia jika organisasiku di hina seperti itu dan aku diam saja. Tapi hal itu terhapus melihat keadaan yang sebenarnya.

Melihat alasan kenapa dia menyobek baju itu, tak bisa aku menilai dengan satu sudut pandang saja.

Selidik punya selidik, ternyata akibat dari kekecewaan yang tiada terkira. Suaminya di PHK dan seolah-olah organisasi membiarkan begitu saja. Dia termakan isu bahwa suami dan karyawan di pabrik suaminya di gadaikan oleh perangkat pimpinan cabang serikat pekerja logam. Akan tetapi setelah mendapatkan penjelasan dari sang suami, akhirnya luluh juga.

Melihat seperti itu, istri menarikku ke dalam rumah. Terpikir olehku keluar dari organisasi.

Apalagi setelah kejadian seharian. Dia trauma. Arah pikiranku ke sana. Diam tanpa kata membisu dengan seribu makna.

“Ayah, lakukan yang terbaik. Tadi mama lihat sendiri bagaimana kekejaman pengusaha kepada para pekerjanya mereka manusia tapi di perlakukan seperti binatang. Untung mereka yang di Omah Buruh masih punya rasa simpati dan empati. Hingga tanpa komando dan tak peduli sektor mereka bergerak bersama menolong dan membantu mereka yang melawan,” ucapan yang luar biasa ini keluar dari mulut istriku.

Rasa tak percaya itu semakin membuat aku bingung. Apalagi dengan kejadian seharian ini. Menangis aku di buatnya .

Tapi apakah ini karena kharisma Omah Buruh yang begitu dahsyat hingga istriku berbalik pendiriannya?

“Yaa Tuhan… Apa rencanaMu di balik semua ini?”

Aku terdiam terpaku tak bisa berucap meski sepatah katapun. Kepercayaan yang dahulu aku pinta dari istriku kini aku dapatkan, tapi justru hatiku bergetar hebat seolah tak percaya. Apa yang harus aku lakukan sekarang ini?

Aura Omah Buruh begitu hebatnya. Orang-orang yang hebat yang ada di baliknya, bisa membuat orang berubah pikiran yang tadinya berat dalam melangkah bersama kini berbalik 180 derajat.

Aku berpikir bagaimana pikiran orang orang yang dengan sengaja memusuhi buruh hanya karena mereka di bayar oleh oknum. Padahal di sana ada anak hingga cucu mereka yang berjuang demi perubahan nasib yang lebih baik. Tapi ini bukan sekedar niatan adanya perubahan ekonomi. Ini tentang prinsip. Prinsip seorang anak manusia yang berubah menjadi budak di negerinya sendiri.

Omah Buruh bukan sekedar jembatan yang belum selesai dibangun. Bukan sekedar tempat berkumpulnya para kaum kusam. Lebih dari itu, Omah Buruh adalah tempat kami kaum buruh berbagi baik ilmu maupun cerita suka dan duka.

Disana ada cinta. Ada suka. Ada duka, kesedihan, bahkan penghianatan..

Meski suatu saat nanti Omah Buruh bukan lagi jembatan buntung, meski kelak sudah menjadi jembatan penghubung antar kawasan; kami tak akan melupakannya.

Dari sana kami besar. Dari sana kami tahu arti kebersamaan.

Perjuangan tak akan lekang oleh zaman. Boleh omah buruh berubah fungsi. Boleh para pengusaha menyulapnya menjadi jalan raya. Akan tetapi semangat itu akan tetap kami bawa.

Akan kami tularkan ke anak cucu kami bahwa di sana adalah tempatnya para pejuang menyusun strategi untuk menghancurkan dominasi pengusaha hitam yang mencengkram kemerdekaan anak negeri.

Tulisan lain terkait Omah Buruh:

Omah Buruh: Kesetiaan yang Tak Tergantikan (1)

Omah Buruh: Intimidasi Itu Nyata di Depan Mata (2)

Omah Buruh: Tempat Kami Menyatukan Hati (3)

Omah Buruh: Saat Mereka Membutuhkan Bantuan (4)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *


The reCAPTCHA verification period has expired. Please reload the page.