Orasi Mbah Cokro Yang Menggugah Hati

Orasi Mbah Cokro Yang Menggugah Hati

Sidoarjo, KPonline – Detik-detik menegangkan, ketika aparat PHH bersenjata lengkap tengah bersiap di depan kantor Gubernur Jawa Timur. Saya sebut PHH karena dulu tameng yang dibawa bertuliskan PHH kepanjangan dari Penanggulangan Huru Hara. Tidak jauh dari situ sebelah utara, tiga mobil water cannon sudah bersiap di bawah jembatan kereta api. Sebuah posisi dan jarak yang tepat, jika disemprotkan ke mokom dan massa aksi.

Spontanitas para orator membalas aksi siaga teman – teman polisi PHH itu. Salah satunya yang sangat heroik adalah yang dilakukan Anam bin Surani atau yang akrab dipanggil “Mbah Cokro”.

Bacaan Lainnya

Pria berperawakan dekil yang kemana mana selalu pakai blangkon ciri khasnya. Tak lain adalah koordinator wilayah Media Perjuangan Jawa Timur, yang juga seorang pekerja dan anggota PUK SPL FSPMI PT PARIN Sidoarjo.

Ketika itu sekitar pukul 18.30 WIB. Saya tidak bisa melihat penunjuk waktu, karena hp lowbatt seharian aksi dan tidak sempat mencharger-nya. Orasi yang dilakukan Mbah Cokro, spontan dan tidak sempat direkam, gadget dari peserta aksi mungkin juga mengalami hal yang sama.

Berikut cuplikan orasi Mbah Cokro yang menurut saya sangat menggugah dan melemahkan mental polisi PHH. Yang saya coba tulis berdasar ingatan saya dalam bahasa jawa :

“Sugeng dalu, Alangkah lucunya negeri ini. Tak rasakno banget bengi iki, lucu kan? DPR sing dadi musuh e awakne dewe, tapi deloken nang ngarep kuwi. Neng ngarep kui Lo. Onok Polisi, awak ndewe di gawe adep adepan karo polisi. Aku yakin saiki para anggota DPR lagi leyeh leyeh karo kipasan duit nyawang awakne dewe gegeran karo polisi.” Ucapnya diatas mobil komando sambil bergetar tangannya memegang mikropon.

(Selamat malam. Alangkah lucunya negeri ini amat saya rasakan saat ini. DPR yang punya masalah dengan kita. Tapi lihatlah, di depan itu. Ada polisi yang dihadap-hadapkan dengan kita. Mungkin saat ini anggota DPR sedang santai-santai, sambil mengipas – ngipas uang, melihat kita mau bentrok dengan polisi)

Aku yakin polisi polisi kae ora paham karo Omnibuslaw, blass ora paham. Opo isine, padahal iku kabeh ngrugekno rakyat, ngrugekno buruh, Tani, Mahasiswa dan alam Indonesia. Ngertine gur dikongkon gepuki sing nang ngarepe manut perintah tok. Padahal kudune polisi iku dadi tamenge rakyat. Jare Melindungi dan Mengayomi tapi kok adep adepan karo rakyat. Nek nglindungi rakyat kudune polisi madep rono, madep nang kantor pemerintahan. Mergo pemerintah ora tanggung jawab karo rakyat, bener ora?

(Aku yakin polisi – polisi itu tidak paham dengan isi omnibuslaw, sama sekali tidak paham. Tahunya hanya diperintah untuk menggebuk kita. Padahal polisi itu tameng rakyat. Katanya tameng rakyat? Kok sekarang berhadapan dengan rakyat. Kalau jadi pelindung dan pengayom rakyat, harusnya hadapnya ke sana. Ke kantor pemerintahan itu. Karena pemerintah tidak bertanggungjawab dengan rakyatnya, betul tidak kawan?)

Omnibuslaw iki ngrusak masa depan e anak putune dewe. Opo mungkin pak polisi kae kabeh mikir nek ora duwe keluarga sing dadi buruh, utowo tani. Dadi nganggep iki ga bakalan berpengaruh nang uripe.

(Omnibus ini merusak masa depan anak cucu kita. Apa pak polisi itu tidak punya sanak saudara yang jadi pekerja atau jadi petani, pasti punya. Sehingga menganggap omnibus ini tidak berpengaruh pada diri dan keluarganya).

Ibarate kasus begal sing mungkin korbane gur kelangan dompet karo hp, iku ae polisi gelem gerak nggoleki begal e. Mbuh yo opo carane sampek akhire iso nyekel mroses keadilan bagi korban.

(Misal kasus pembegalan, yang kemungkinan hanya kehilangan dompet atau hp. Polisi saja mau memproses kasusnya. Hingga akhirnya bisa membawa keadilan bagi si korban).

Podo kan? iki loh jelas nyell nang ngarep mripat, onok Pembegalan Gede gedean terhadap nasib rakyat, kok mbideg ae. Kudu ne kan polisi polisi kae yo ngunu, wani “Nepuk Dodo” dadi tamenge rakyat karo ngomong “heh DPR mbokne ancuk, ojok dadi tukang begal yo raimu.” Kudune ngunu.
Dadi rakyat iku iso merasakan makna “Dilindungi dan diayomi”.

(Sama bukan? Ini loh jelas di depan mata ada pembegalan besar – besaran terhadap rakyat, kok polisi diam saja? Harusnya polisi berani menepuk dada, ini aku pelindung rakyat​. Jadi rakyat bisa merasakan makna dilindungi dan diayomi.)

Tapi iki kualik Polisi malah sing arep nggepuki korban begal, pora yo iki luwih mbokne ancuk.

(Tapi ini terbalik. Polisi malah mau memukuli yang jadi korban pembegalan. Apa tidak disumpah serapahi namanya?)

Ternyata tulisan Melindungi Mengayomi nang polsek – polsek kae gur kanggo kasus kasus sing pelakune rakyat. Contone yo kasus begal mau kan pelakune rakyat. Tapi ora gelem Melindungi Mengayomi nek pelakune DPR opo Pemerintah sing berarti Rojo Begal.

(Ternyata tulisan melindungi dan mengayomi yang tertera di polsek – polsek hanya diperuntukan bagi yang si pelanggar adalah rakyat kecil. Bukan pelanggar kelas raja yang DPR dan pemerintah kita sekarang lakukan).

Pak polisi sing ngadeg adep adepan karo wong cilik iki wis bengi sampean kabeh opo wis mangan? mangano pak soale sampean kabeh ora paham karo Omnibuslaw sing tas disahno DPR tanggal 5 wingi. Nek arek arek iki ora kolu mangan pak.

(Pak polisi yang di sini apa semuanya sudah makan? Makanlah pak, karena anda tidak paham omnibuslaw. Yang disahkan DPR tanggal 5 Oktober kemarin. Kalau kita semua para pekerja telah kehilangan nafsu makan akibat mikir omnibuslaw ini)

Akhirnya orasinya pun terhenti karena nampak dari gedung propinsi Jatim para staf Gubernuran keluar hendak menyampaikan hasil audensi.

Setelah hasil audensi dibacakan, ada anggota kelompok masa yang kecewa sehingga melakukan pelemparan ke aparat.

Water canon sudah hendak disemprotkan. Polisi PHH sudah membuat formasi. Semua polisi tinggal tunggu klik komando melesat merepresif.

Garda terdepan buruh sigap meredam amuk massa yang memprofokasi. Yang ternyata bukan dari kelompok pekerja. Polisi tidak jadi melakukan tindak represif. Mungkin salah satunya telah mendapat wangsit dari apa yang di orasikan Mbah Cokro tadi.

Kontributor Sidoarjo
Suhadi aka Sabla

Pos terkait