Paket Kebijakan Ekonomi Jokowi Dipermasalahkan

Paket Kebijakan Ekonomi Jokowi Dipermasalahkan
Ilustrasi pekerja.

Jakarta, KPonline – Mantan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman, Rizal Ramli mengkritik Paket Kebijakan Ekonomi XVI yang baru diluncurkan pemerintahan era Presiden Joko Widodo.

“Saya kecewa dengan ekonomi ke-16, di mana sektor yang seharusnya untuk usaha kecil menengah, namun diberikan kepada asing. Misalnya (usaha) sablon, membersihkan umbi-umbian, warnet, akupuntur. Masa kita kasih semua ke orang asing,” ujar Rizal Ramli.

Bacaan Lainnya

Ia juga menolak paket kebijakan ekonomi tersebut, karena ditakutkan para generasi millenial tidak dapat membuka usahanya sendiri, karena pihak asing dapat memiliki saham sampai 100 persen.

“Mereka yang untung (pihak asing), karena mereka 100 persen boleh. Jangan gitu dong, jangan tutup kesempatan untuk generasi millenial,” ujar Rizal Ramli.

Rizal Ramli pun meminta kepada Presiden Jokowi untuk membatalkan paket kebijakan ekonomi XVI, karena ditakutkan akan merugikan para pelaku usaha di Indonesia.

“Karena kita ingin pembangunan Indonesia, bukan pembangunan di Indonesia. Kita mau pembangunan Indonesia, orang Indonesia yang hebat, orang Indonesia yang jadi besar,” ujar Rizal Ramli.

Dalam Paket Kebijakan Ekonomi XVI, ada tiga kebijakan yang diambil pemerintah. Pertama, tax holiday. Ini merupakan insentif fiskal untuk para investor yang mau menanamkan investasinya di Indonesia.

Pemerintah memberikan izin kepada asing untuk bisa investasi atau izin memiliki saham 100% di 54 bidang usaha dari Daftar Negatif Investasi (DNI).

Kedua, relaksasi DNI. Untuk membongkar tak optimalnya DNI 2016, pemerintah memangkas jumlah bidang usaha yang masuk dalam DNI disusutkan dari 515 dalam Perpres 44 Tahun 2016 menjadi 392 pada DNI 2018.

Ketiga, memberikan insentif bagi para ekspor yang mau membawa Devisa Hasil Ekspor (DHE) ke Indonesia, khususnya untuk eksportir sumberdaya alam (SDA) yakni pertambangan, perikanan, kehutanan dan perkebunan.

Ancaman Serius Bagi Kelangsungan UMKM

Terpisah, Ketua Umum Badan Pengurus Pusat Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (BPP HIPMI), Bahlil Lahadalia meminta agar pemerintah segera melakukan evaluasi terhadap paket kebijakan ekonomi tersebut.

Sebagaimana disebutkan di atas, DNI merupakan salah satu paket kebijakan ekonomi 16 yang membuka peluang sebesar-besarnya bagi pemilik modal asing untuk berinvestasi pada 54 sektor usaha.

“HIPMI memberikan masukan adalah terkait dengan DNI. Itu yang menurut kami tidak tepat dan harus dilakukan evaluasi. Karena paket kebijakan 16 untuk DNI ini kan Keppresnya belum diteken. Sekali lagi sampai sekarang itu belum ada,” tutur Bahlil Lahadalia, sebagaimana dilansir tribunnews.com.

Menurutnya, 54 bidang usaha yang kemudian dibuka untuk pemodal asing digeluti oleh pelaku UMKM yang seharusnya mendapatkan perlindungan dari pemerintah.

Jika kebijakan ini benar-benar disahkan dan direalisasikan, itu artinya pemerintah telah tidak menunjukkan keberpihakan pada UMKM. Sabab, masuknya modal asing pada sektor terswbut dipastikan akan menjadi sebuah ancaman serius bagi keberlangsungan UMKM di Indonesia.

Alasannya, pengusaha UMKM sebagian besar berasal dari pedesaan, kecamatan dan kabupaten yang modal maupun pendidikannya masih belum memadai.

“Bayangkan kalau keran ini dibuka dan investor asing masuk, apakah tidak akan menjadi bencana? Jadi kompetisi yang sehat itu adalah yang Apple to Apple. Jangan orang dari luar datang dengan membawa modal 10 M dengan pendidikan yang tinggi kemudian berkompetisi di sini dengan UMKM yang pendidikannya di bawah. Itu yang menjadi kekhawatiran kami HIPMI,” tegasnya.

Pos terkait