Jakarta,KPonline – Sejumlah rumah sakit jiwa (RSJ) di Indonesia mengaku siap menampung para calon anggota legislatif yang mengalami depresi dan stres karena gagal terpilih. Sudah menjadi cerita lama kalau banyak caleg menjadi sakit, stres, bahkan terganggu kesehatan jiwanya saat gagal menjadi wakil rakyat.
“Caleg mesti mewaspadai stres atau depresi. Kondisi ini menimpa mereka yang gagal. Salah satu alasannya karena sudah keluar uang banyak. Belum lagi perasaan tertekan karena sudah disokong atau mendapat dukungan sana-sini, atau harus terpilih tapi ternyata tidak terpilih,” ujar dr. Dyan Mega Inderawati dari KlikDokter
Lantas, apakah depresi pasca pemilu memang ada?
Di Amerika Serikat, istilah post election stress disorder (PESD) atau gangguan stres pasca pemilu telah lama dikenal. Dalam survei yang dilakukan American Psychological Association (APA) pada 2016-2017, stres pasca pemilu di AS meningkat tajam dalam sepuluh tahun terakhir.
Banyaknya orang yang mengalami PESD, bukti dan data awal dari studi ilmiah menunjukkan bahwa kondisi ini nyata. “Begitu banyak orang yang tampaknya merasa berkecil hati, bingung, dan tertekan oleh iklim politik dan masa depan bangsa. Gejala stres yang mereka alami bisa menyebabkan masalah dalam fungsi pribadi, sosial, dan pekerjaan,” tutur psikiater klinis Thomas G. Plante di Psychology Today edisi Februari 2017.
Untuk mengelola stres tersebut, Plante menyarankan untuk berolahraga dan melakukan relaksasi agar bisa menurunkan gairah fisiologis. Kegiatan seperti yoga, meditasi, latihan fisik, dan berdoa dapat memberi banyak manfaat di situasi seperti ini. Kemudian Plante mengatakan, gejala psikologis dapat ditangani dengan mau menerima kenyataan, menerima apa yang tidak dapat diubah dan melakukan upaya untuk mengubah apa yang masih bisa diubah.
Terpenting, dukungan sosial dari orang lain dan orang terdekat akan membantu para calon anggota legislatif yang gagal untuk tetap sehat dan mengurangi stres. Sementara itu, dalam kolom opini The Augusta Chronicle pernah dibahas juga tentang kondisi stres pasca pemilu, dan hal ini dianggap sangat normal. “Kami mendesak Anda untuk tidak berlebihan dalam menyalahkan orang lain terkait kegagalan pemilu,” tulis artikel yang dimuat (9/11/2018).
Psikiater Dr. Allen Frances pada 2017 pernah berkata bahwa hal itu mungkin lebih tepat bila disebut stres, bukan gangguan mental. “Bukan gangguan mental bila merasakan emosi sebagai respons terhadap stres atas kehidupan,” ujar Frances yang juga seorang profesor dan ketua emeritus dari Departemen Psikiatri dan Ilmu Perilaku di Duke University School of Medicine.
Penanganan stres dan gangguan kejiwaan tentu berbeda. Dalam hal ini, Frances setuju dengan pemulihan yang dianjurkan Plante seperti telah dipaparkan di atas.