Jakarta, KPonline – Pekerjaan ngegojeg dan ngojeg memang bisa menjadi peredam dari suasana tegang ketika muncul masalah di kalangan buruh. Sehingga tidak sampai terjadi gejolak seperti pada waktu-waktu sebelumnya.
Kaum buruh yang di PHK dari tempat kerja, mereka terkesan lebih santai menerima putusan. Meski tetap terus berjuang untuk memperoleh hak-hak yang dirasa patut mereka terima.
Inilah hasil penelitian Komunitas Buruh Indonesia (KBI) kerjasama dengan Atlantika Institut Nusantara (AIN) dan Jurnalis Indonesia Bersatu (JIB). Hasil penelitian bersama ini memang belum dipublikasikan, karena data olahannya sangaat luas meliputi jenis pekerjaan yang digandrungi angkatan kerja muda yang baru masuk lapangan pekerjaan.
Sementara aspek ketertarikan pemuda desa untuk tetap bekerja di wilayah tempat tinggalnya, pun, menarik untuk ditelusik lebih jauh. Apa saja faktor pendorong serta penghambatnya?
Dalam konteks ini agaknya pekerjaan ojeg dan gojeg menjadi perkecualian. Hingga layak menjadi onbjek tersendiri untuk dijadikan bahan kajian yang lebih spesifik dan mendalam.
Pekerja di sektor jasa penjemput dan pengantar, baik untuk orang maupun barang, untuk sementara dapat disimpulkan dari hasil penelitian bersama sejumlah lembaga di atas, bahwa ojeg dan gojeg telah menggalirkan dampak negatif sekaligus positif bagi perburuhan di Indonesia.
Kaum buruh yang ter PHK relatif bisa segera mendapat pekerjaan baru yang dapat menghasilkan uang sebagai pengganti pekerjaan lama yang hilang dan tidak lagi memberinya penghasilan untuk memenuhi biaya hidup serta kebutuhan keluarganya.
Akan tetapi, dengan adanya lapangan kerja yang selalu terbuka – ojeg dan gojeg – organisasi buruh nenjadi semakin banyak mendapa tantangan. Karena harus menghadapi masalah hubungan kerja ojeg dan gojeg yang tidak ada majikannya itu.
Jumlah pekerja ojeg dan gojeg sungguh sulit diorganisasikan. Apalagi legal standingnya masih perlu dimantapkan hingga dapat menjadi pegangan masing-masing pihak yang terkait dengan masalah ojeg dan gojeg di Indonesia.
Agaknya, kalau pekerja ojeg dan gojeg di seluruh Indonesia bisa disublimasikan sebagai wujud dari upaya menciptakan 10 juta orang yang telah mendapat pekerjaan, pastilah lebih dan berlebihan. Toh, semuanya tetap asumsi belaka. Yang pasti legal standing urusan hubungan kerja untuk pekerja jasa pengantar dan penjemput untuk orang dan barang, tak cuma rumit, tetapi juga sulit bila sampai terjadi masalah yang berkaitan dengan masalah hubungan kerja. Karena gojek dan ojeg tidak kenal istilah majikan.
Inilah sebabnya istilah buruh dan pekerja dapat dipaham makna perbedaannya. Buruh atau karyawan serta pegawai adalah sebutan untuk siapa saja yang mempunyai majikan atau atasan dan melaksakan order pekerjaan atas perintah orang lain. Sedangkan pekerja adalah mereka yang melakukan sendiri order kerjanya tanpa diperintah oleh orang lain.
Jakarta, 22 September 2018
Jacob Ereste, Wakil Ketua F. BKN SBSI & Pembina Utama Komunitas Buruh Indonesia