Jakarta, KPonline – Guru SMAN 87 Jakarta Nelty Khairiyah dituding menyebarkan doktrin kepada anak muridnya untuk anti-Jokowi. Terhadap tudingan tersebut, Nelty memberikan pembelaan.
“Jadi dari saya pribadi ini, Pak, insyaallah, sama sekali tidak terjadi suatu apapun, dan tidak ada niat apapun sama sekali. Saya termasuk guru yang insyaallah netral, saya netral sekali,” ujar Nelty, sebagaimana diberitakan detikcom, Rabu (10/10/2018).
Nelty sempat diperiksa pihak sekolah. Pemeriksaan ini terkait laporan orang tua siswa kepada Kepala SMAN 87, Patra Patiah. Nelty disebut mengumpulkan murid di masjid lalu bercerita mengenai gempa Palu yang merupakan salah Jokowi.
Namun Nelty membantah isi aduan itu. Dia mengaku tak pernah mengumpulkan murid di masjid. Dia menegaskan dirinya sebagai aparatur sipil negara yang netral. Nelty menduga ada salah tafsir dari siswa yang menerima penjelasan darinya.
“Iya, sebenarnya saya netral, saya jelaskan apa adanya, nggak pernah ada muatan AIUEO-nya, nggak ada. Bagi saya kan juga nggak ada kepentingannya, Pak. Jadi mohon, mohon berita itu ya itu ya dianggap inilah, mungkin apa, salah tafsir saja,” ujar Nelty.
Meski merasa dijelek-jelekkan, Nelty kemudian menyampaikan permohonan maaf kepada pihak sekolah karena dianggap merugikan tempatnya mengajar itu. Nelty juga minta maaf secara khusus kepada Jokowi.
“Selama dan setelah pemutaran video saya memberikan penjelasan/komentar tentang isi video. Ada kemungkinan saya salah ucap atau siswa salah mempersepsikan kalimat- kalimat penjelasan saya,” ujar Nelty dalam surat yang dibuatnya.
“Sebagai manusia yang tidak luput dari khilaf dan salah, dengan hati yang tulus saya meminta maaf kepada seluruh masyarakat yang merasa dirugikan dengan kejadian ini, khususnya kepada bapak Presiden Jokowi yang terbawa-bawa dalam masalah ini,” sambung Nelty.
Kesaksian Para Siswa
Masih diberitakan detik.com (10/10/2018), yang secara acak mencoba bertanya kepada tiga murid yang diajar Nelty.
Murid pertama memberi pernyataan bahwa Nelty memberikan materi tentang perawatan jenazah di masjid sekolah minggu lalu. Dalam pelajaran itu, memang ditampilkan video tentang korban tsunami dan gempa di Palu, Sulawesi Tengah.
“Ya saya memandang cuma materi pelajaran saja. Nggak ada yang lain,” ucap siswa pria bertubuh gempal dan berjaket hijau itu.
Dia menjelaskan bahwa Nelty tidak sama sekali berkata ‘jangan pilih Jokowi,’ saat mengajar. “Nggak ada sama sekali. Saya juga nggak tahu, siapa yang sebar berita itu,” katanya.
Sementara itu, murid kedua mengaku seluruh sekolah sudah tahu soal viral dugaan doktrin tersebut. Namun, dia membantah ada kejadian seperti yang diviralkan.
“Pasti mau cari tahu soal yang viral itu ya. Yang seperti di viral itu nggak ada,” ucap pelajar pria berbadan kurus itu.
Sementara itu seorang murid perempuan berjilbab lebih merinci materi yang disampaikan oleh Nelty. Dia mengatakan, dengan video yang ditampilkan, dia memahami bahwa jenazah harus segera dikubur.
“Itu kan video yang Palu, banyak mayat yang berserakan. Soal penguburan masal. Ya, memang jenazah itu harus segera dikuburkan,” katanya.
Namun, siswi itu meyakinkan bahwa tidak ada unsur politik dalam materi yang disampaikan Nelty. Termasuk mendoktrin murid agar anti-Jokowi.
“Enggak ada (doktrin anti-Jokowi). Enggak ada disangkutkan dengan politik,” ucapnya.
Puluhan Siswa Berunjuk Rasa, Lakukan Pembelaan Terhadap Guru Nelty
Sementara itu, dilansir tempo.co (11/10/2018), puluhan siswa SMAN 87 Jakarta berunjuk rasa mendukung Nelty Khairiyah, guru agama mereka yang diduga menghasut murid untuk membenci Presiden Joko Widodo atau Jokowi. Saat berorasi, para siswa juga membentangkan spanduk bertuliskan “Save Bu Nelty. Fitnah Lebih Kejam Daripada Pembunuhan” di lapangan SMAN 87, Ciputat, Jakarta Selatan, Kamis, 11 Oktober 2018.
Unjuk rasa dipimpin oleh GP, sekaligus siswa Kelas XII. Puluhan siswa yang mengikuti aksi tersebut juga membawa kertas dan spanduk bertuliskan “We Love You” dan “You’ll Never Walk Alone”.
“Kita seluruhnya merasa ini adalah kabar mengecewakan karena ibu guru kita tercinta adalah guru yang selalu mengajarkan kita tentang agama Islam yang baik,” kata GP dalam orasinya.
Orasi Gilang itu disampaikan di hadapan Kepala SMAN 87, Patra Patiah, beserta jajaran guru lainnya. Kepada pihak sekolah, GP berharap Dinas Pendidikan DKI Jakarta segera menuntaskan kasus tersebut.
Pembelaan Ketua PB PGRI Didi Suprijadi terhadap Guru Nelty
Setelah menayangkan video gempa di Palu berbuntut panjang karena ada laporan orang tua siswa yang menuduh menyebarkan doktrin kebencian terhadap Presiden Joko Widodo yang kebetulan saat ini sebagai petahana dalam pilpres tahun 2019?
Akibat laporan orang tua siswa atas aduan anaknya tentang adanya doktrin kebencian terhadap jokowi yang kemudian menjadi viral di dunia medsos, hingga beberaapa pejabat dari mulai kepala sekolah, Dinas Pendidikan DKI, Gubernur hingga badan pengawas pemilu mengambil tindakan atas berita tersebut.’
Menyikapi laporan tersebut, Ketua PB PGRI Didi Suprijadi melakukan pembelaan terhadap Guru Nelty. Menurutnya, kepala sekolah tidak bisa hanya menerima pengaduan melalui aplikasi WhatsApp. Laporan harus jelas orangnya, barang buktinya, dan saksinya. Didi menilai bahwa laporan ini hanya sepihak.
Hal ini juga disampaikan oleh Kuasa hukum Nelty dari lembaga bantuan hukum Pusat Advokasi Hukum dan Hak Asasi Manusia (PAHAM), Hoirullah. Dimana sampai saat ini, Nelty dan kuasa hukumnya masih belum mengetahui identitas pelapor.
“Mendoktrin nggak ada itu, karena sampai sekarang identitas pelapor kita masih belum tahu. Sangat samar, jadi bagaimana kita ingin merunutkan semua masalah, sedangkan pelapor saja nggak jelas dari mana buktinya. Rekaman viral surat-surat kaleng yang tidak jelas,” ucap Hoirullah Senin (15/10/2018) malam.
Bahkan, peserta didik atau siswa membantah bahwa gurunya mendoktrin kebencian terhadap presiden. Bahkan para siswa menggelar aksi mendukung dan membela gurunya.
“Sebagai guru sering disudutkan oleh atasan. Kecil kemungkinannya guru agama Islam menjelekkan orang lain. Karena ini bertentangan dengan tabiat guru agama,” ujar Didi.
Oleh karena itu, Didi mengecam tindakan kurang akurat yang dilakukan oleh lembaga yang seharusnyanya melindungi guru.
“Kepala SMA 87 Jakarta dan Dinas Pendidikan menurut Peraturan Kemendikbud Nomor 10 tahun 2017 seharusnya lembaga yang pertama melindungi guru,” hal ini disampaikan Didi Suprijadi saat dimintai komentarnya oleh Koran Perdjoeangan atas kejadian guru agama SMA 87 Jakarta Nelty Khairiyah yang dituduh telah mendoktrin peserta didiknya mengumbar kebencian terhadap presiden Jokowi yang saat ini menjadi capres dalam pemilu 2019.
Menurut ayah Didi, sapaan akrabnya, ada beberapa kejanggalan atas tuduhan ini. Pertama, kepala sekolah menyebutkan ada laporan aduan dari orang tua siswa, tetapi kemudian berganti bahwa yang mengadukan alumni. Kepala sekolah hanya menerima aduan lewat aplikasi WhatsApp tidak langsung berhadapan dengan orang yang merasa dirugikan.
Kejanggalan kedua, dari pemeriksaan pihak sekolah, para peserta didik menyatakan tidak pernah mendengar guru Nelty menyampaikan doktrin anti Jokowi. Ketiga. Ibu Nelty sejak awal dirinya membantah pernah mendoktrin dengan materi anti Jokowi kepada anak anak peserta didik nya.
Sedangkan yang keempat, Komisioner Bawaslu Puadi menyebut pelapor itu diketahui masih muda dan bertempat tinggal di daerah Cengkareng. Tetapi saat penyampaian undangan untuk dimintai keterangan sebagai pelapor orangnya tidak ada di tempat. Didi meragukan hal ini. Sebab, berdasarkan aturan zonasi, sulit rasanya anak Cengkareng di Jakarta Barat bersekolah di Jl Mawar Bintaro Jakarta Selatan.
Dengan keempat kejanggalan tersebut, kata pria yang dianggap sebagai bapak honorer Indonesia ini mengatakan, seharusnya semua pihak lebih berhati-hati untuk mengambil tindakan.
“Pelajaran berharga yang dapat diambil dalam persoalan ini kiranya semua pihak agar perlu kehati-hatian dalam mengambil tindakan. Nama baik guru dan lembaga pendidikan perlu dijaga,” tegasnya.