Pemerintah Saling Tuding Angka PHK, Buruh Jadi Korbannya

Pemerintah Saling Tuding Angka PHK, Buruh Jadi Korbannya
Wakil Presiden KSPI Kahar S. Cahyono. Foto: Media Perdjoeangan

Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi, dan Energi Jakarta telah mengeluarkan pernyataan yang membantah data yang dirilis oleh Kementerian Ketenagakerjaan, yang menyebutkan bahwa mayoritas pemutusan hubungan kerja (PHK) pada periode Januari hingga Juli 2024 paling banyak terjadi di wilayah Jakarta. Menurut laporan dari Kementerian Ketenagakerjaan, sebanyak 32.064 pekerja di seluruh Indonesia mengalami PHK selama periode tersebut. Dari jumlah tersebut, 23,29 persen atau sebanyak 7.469 pekerja dilaporkan terjadi di Jakarta.

Namun, Kepala Dinas Tenaga Kerja Jakarta, Hari Nugroho, dalam keterangan tertulisnya pada Kamis, 8 Agustus 2024, mengungkapkan bahwa tren PHK di Jakarta justru mengalami penurunan sebesar 31 persen jika dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun 2023. Pada periode Januari hingga Juli 2023, tercatat ada 307 kasus PHK yang melibatkan 847 pekerja. Hari menegaskan bahwa penurunan ini menunjukkan adanya perbaikan dalam situasi ketenagakerjaan di Jakarta, yang bertolak belakang dengan data yang dirilis oleh Kementerian Ketenagakerjaan.

Lebih lanjut, Hari menjelaskan bahwa data yang digunakan oleh Kementerian Ketenagakerjaan berasal dari Portal SIGAP Hubungan Industrial Kementerian Tenaga Kerja yang terintegrasi dengan data jaminan sosial BPJS Ketenagakerjaan secara nasional. Namun, ia mengklaim bahwa data tersebut tidak sepenuhnya akurat karena mencakup pekerja yang tidak berdomisili di Jakarta, tetapi terdaftar melalui kantor pusat perusahaan yang berada di Jakarta. Hal ini, menurutnya, menyebabkan perbedaan angka antara data Kementerian Ketenagakerjaan dan data yang dimiliki oleh Dinas Tenaga Kerja Jakarta.

Meskipun ada klaim penurunan tren PHK, Dinas Tenaga Kerja Jakarta tetap mengakui bahwa masih ada tantangan dalam menekan angka pengangguran di ibu kota. Oleh karena itu, pemerintah berkomitmen untuk terus meningkatkan program-program penyerapan tenaga kerja dan memastikan bahwa para pekerja yang terkena dampak PHK mendapatkan dukungan yang diperlukan untuk meningkatkan keterampilan mereka dan kembali ke dunia kerja.

Kritik terhadap Saling Tuding Angka PHK

Dalam situasi di mana pemerintah daerah dan pusat saling melempar tanggung jawab terkait angka PHK, ini merupakan bentuk ketidakseriusan dalam menangani masalah ketenagakerjaan. Data yang berbeda antara Dinas Tenaga Kerja Jakarta dan Kementerian Ketenagakerjaan menunjukkan bahwa pemerintah tidak memiliki kesatuan dalam pemantauan dan penanganan kasus PHK, yang berpotensi merugikan para pekerja.

Ini di luar pertanyaan, apakah angka-angka itu benar-benar sesuai dengan realitas yang ada. Sebagaimana yang saya sampaikan dalam artikel berjudul “Menuntut Perlindungan dari PHK” yang terbit di Koran Perdjoeangan pada 5 Agustus 2024, boleh jadi angkanya jauh lebih besar dari itu.

Terhadap hal ini, kita mengkritik bahwa perbedaan data ini mengaburkan kenyataan yang dihadapi oleh pekerja yang terdampak. Terlepas dari data mana yang benar, fakta bahwa ada ribuan pekerja yang kehilangan pekerjaan di Jakarta dan di berbagai wilayah lainnya adalah masalah serius yang memerlukan tindakan cepat dan koordinasi yang lebih baik antara pemerintah pusat dan daerah.

Penting untuk menyoroti bahwa pemerintah cenderung mengalihkan fokus dengan memperdebatkan tempat tinggal pekerja yang terdampak, alih-alih mencari solusi konkret untuk mengurangi angka PHK dan meningkatkan perlindungan bagi para pekerja. Program pelatihan dan kewirausahaan yang disebutkan oleh Dinas Tenaga Kerja Jakarta dianggap sebagai langkah yang baik, tetapi kita juga menekankan bahwa hal ini tidak boleh digunakan sebagai dalih untuk mengurangi tanggung jawab pemerintah dalam mencegah PHK dan memastikan stabilitas pekerjaan.

Kita mendesak agar pemerintah segera mengambil langkah yang lebih tegas dan kooperatif dalam menangani masalah ini, dengan memastikan transparansi dan akurasi data, serta memberikan perlindungan yang memadai bagi para pekerja yang terkena PHK. Pemerintah juga harus lebih proaktif dalam menyediakan solusi , bukan hanya solusi jangka pendek yang tidak cukup untuk mengatasi dampak ekonomi dan sosial yang dihadapi oleh pekerja yang kehilangan pekerjaan.

Dalam hal ini, kita menuntut agar pemerintah, baik di tingkat pusat maupun daerah, menunjukkan komitmen yang lebih serius dalam melindungi hak-hak pekerja dan memastikan bahwa masalah PHK ditangani dengan adil dan efektif, bukan sekadar menjadi bahan saling tuding antar instansi.

Kahar S. Cahyono, Wakil Presiden FSPMI, Wakil Presiden KSPI, dan Pimpinan Redaksi Koran Perdjoeangan