Penggalan Kisah Delapan Jam Kerja

Penggalan Kisah Delapan Jam Kerja

Purwakarta, KPonline – Pada abad ke-19, revolusi industri mengubah cara manusia bekerja. Pabrik-pabrik di Amerika Serikat dan Eropa mempekerjakan buruh dengan jam kerja yang panjang. Bahkan, sering kali 12 hingga 16 jam sehari, enam hari seminggu, dalam kondisi yang buruk dan upah yang minim. Tidak sedikit buruh yang kelelahan, mengalami kecelakaan, bahkan meninggal.

Tuntutan untuk delapan jam kerja sehari mulai menguat, dipelopori oleh gerakan buruh di Amerika Serikat. Dan salah satu tonggak pentingnya terjadi pada 1 Mei 1886, ketika lebih dari 300.000 buruh di seluruh AS melakukan aksi mogok massal, terutama di kota Chicago. Mereka menuntut, “Delapan jam kerja, delapan jam rekreasi, delapan jam tidur,” yang merupakan sebuah seruan untuk membagi waktu hidup lebih adil.

Bacaan Lainnya

Demonstrasi besar ini berujung pada peristiwa Haymarket di Chicago, dimana bentrokan antara pihak aparat keamanan (polisi) dan buruh menyebabkan korban jiwa. Meskipun tragis, peristiwa ini memperkuat tekad gerakan buruh dunia.

Sejak saat itu, 1 Mei diperingati sebagai Hari Buruh Internasional (May Day), melambangkan perjuangan keras para pekerja untuk mendapatkan hak-hak dasar, termasuk jam kerja delapan jam, yang hari ini menjadi standar di banyak negara.

Pos terkait