Jakarta, KPonline – Presiden Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal meminta kepada para pengusaha untuk membayarkan THR kepada para buruh sesuai dengan Permenaker No. 06 Tahun 2016 tentang THR Keagamaan Bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan.
Sesuai dengan ketentuan, nilai THR yang besarnya minimal 1 bulan upah.
Namun demikian, bagi pekerja yang memiliki masa kerja di bawah 1 tahun, THR nya dibayarkan proporsional sesuai jumlah bulan bekerja.
Contoh orang yang baru bekerja 3 bulan, maka THR nya dibayar 3/12 kali upah yang diterima per bulan.
Untuk memastikan setiap pekerja mendapatkan THR, FSPMI-KSPI membuka Posko Pengaduan THR di kantor-kantor Cabang KSPI/FSPMI yang meliputi Jakarta, Bogor, Tangerang, Serang, Cilegon, Bekasi, Depok, Karawang, Purwakarta, Bandung, Cimahi, Cianjur, Semarang, Jepara, Kendal, Demak, Surabaya, Mojokerto, Sidoarjo, Pasuran, Medan, Deli Serdang, Labuhan Batu, Aceh, Batam, Bintan, Bengkulu, Makassar, Balikpapan, dan kota-kota industri lainnya.
KSPI mendesak Menteri Ketenagakerjaan untuk menindak tegas terhadap pengusaha yang tidak membayar THR.
“Bila perlu ditingkatkan menjadi tindakan pidana bagi pengusaha yang tidak membayar THR karena tidak memehuni hak buruh dalam bentuk nominal rupiah,” kata Iqbal.
Karena itu, Iqbal menghimbau buruh yang tidak menerima THR dapat melaporkan hal ini sebagai dugaan tindak pidana ke Desk Tenaga Kerja Polda Metro Jaya yang akan diproses sesuai mekanisme hukum yang berlaku.
Apakah pekerja dengan status sebagai karyawan kontrak dan outsourcing berhak mendapatkan THR? Tentu saja dapat. Setiap pekerja berhak mendapatkan THR, asalkan sudah memiliki masa kerja sekurang-kurangnya 1 bulan.
Adapun pembayaran THR harus dilakukan selambat-lambatnya H-7.
FSPMI-KSPI mengusulkan agar pembayaran THR dilakukan H-30. Alasannya, agar cukup waktu bagi pekerja mendapatkan hak-haknya, apabila pengusaha tidak membayarkan THR.
Apabila batas akhir pembayaran adalah H-7 seperti saat ini, seandainya perusahaan tidak membayar maka buruh tidak bisa berbuat apa-apa karena sudah masuk libur lebaran. Pengalaman kita, akhirnya diperselisihkan setelah lebaran. Padahal buruh sangat membutuhkan THR di hari raya.
Sementara itu, bagi perusahaan yang menetapkan besaran nilai THR dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, perjanjian kerja bersama, atau kebiasaan lebih besar dari nilai THR yang telah ditetapkan, maka THR Keagamaan yang dibayarkan kepada pekerja sesuai dengan yang tertera di perjanjian kerja, peraturan perusahaan, perjanjian kerja bersama, atau kebisaan yang telah dilakukan.