Purwakarta, KPonline-Adanya penolakan dari pihak Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), keputusan prihal penerapan upah minimum sektoral kabupaten/kota (UMSK) Purwakarta untuk tahun 2025 dalam rapat Dewan Pengupahan Kabupaten/Kota (Depekab) Purwakarta belum menemui kata kesepakatan.
Reaksi kekecewaan dengan beragam komentar pun bermunculan atas hal itu, diantaranya Ketua Konsulat Cabang FSPMI Purwakarta, Fuad BM. “UMSK dinilai penting untuk menciptakan keseimbangan antara sektor usaha yang berbeda,” ungkap Fuad
Sebab menurutnya, setiap sektor, seperti garmen, otomotif, dan kimia dasar, memiliki risiko dan tanggung jawab yang tidak sama, sehingga perlu ada penyesuaian dalam besaran upah yang diterima pekerja.
Namun, kenapa prihal kenaikan upah, khususnya UMSK sulit untuk mencapai kata kesepakatan. “Meskipun kesadaran akan pentingnya kenaikan UMK dan penerapan UMSK semakin tinggi, sejumlah perusahaan masih enggan memberikan penerapan UMSK, kata Fuad.
Fuad berharap pemerintah, melalui dinas terkait, dapat segera memenuhi tuntutan buruh demi kesejahteraan pekerja.
Perlu diketahui, rapat depekab yang diselenggarakan di kantor Disnakertrans Purwakarta ini, dikawal oleh kurang lebih ribuan massa buruh yang tergabung dalam Aliansi Buruh Purwakarta (ABP).
Dimana dalam aksi pengawalannya, selain pemberlakuan UMSK 2025, massa buruh tersebut juga menuntut kenaikan upah minimum kabupaten (UMK) 2025 di Purwakarta sebesar 8 persen.
“Kenaikan UMK yang diusulkan sebesar 8 persen atau 7,9 persen diharapkan dapat lebih mencerminkan kondisi ekonomi di Purwakarta, yang merupakan daerah industri besar,” ucapnya.
Ia pun berharap keputusan ini dapat memberikan keadilan dan kesejahteraan yang lebih baik bagi buruh di masa depan.
Senada dengan hal yang sama, Koordinator aksi pengawalan yang juga Ketua Exco Partai Buruh Kabupaten Purwakarta, Wahyu Hidayat menambahkan, APINDO jangan saklek menolak UMSK karena Presiden Prabowo sudah jelas mengamanatkan agar Upah Minimum Sektoral Kabupaten dan Provinsi diberlakukan lagi sesuai dengan Permenaker No.16 Tahun 2024.
“Kenapa UMSK harus dibuka kembali setelah empat tahun tidak ada, karena di Purwakarta sudah banyak Industri perusahaan dengan padat modal dan berteknologi tinggi. Sehingga pekerjanya harus mempunyai skill kemampuan khusus, dengan tingkat resiko kerja tinggi, dimana dalam regulasinya harus ada upah diatas minimum yaitu upah sektoral yang nominalnya lebih tinggi,” kata Wahyu.
Ia menilai ada upaya dari APINDO seluruh Indonesia untuk tidak memberlakukan UMSK, dan tidak mengindahkan amanat Presiden Prabowo, kalau itu terjadi sungguh sangat melukai hati dan perasaan para buruh.
Wahyu berharap Dewan Pengupahan dapat menyampaikan masukan dan usulan para buruh kepada Pj. Bupati untuk merekomendasikan kepada Dewan Pengupahan Provinsi. ”Saya Berharap PJ Bupati Benni Irwan dapat merealisasikan usulan dan harapan serta keinginan dari para buruh Kabupaten Purwakarta,” pungkas Wahyu.
Upah minimum sektoral kabupaten/kota (UMSK) adalah upah minimum yang diterapkan secara khusus untuk sektor-sektor tertentu di suatu kabupaten atau kota. Berbeda dengan UMP dan UMK yang berlaku secara umum, UMSK ditetapkan untuk memberikan perlindungan tambahan bagi pekerja di sektor-sektor industri tertentu yang memiliki kondisi kerja atau risiko lebih tinggi, sehingga membutuhkan standar upah lebih baik. Contoh sektor yang kerap menggunakan UMSK antara lain sektor pertambangan, manufaktur, dan industri padat modal.
UMSK pertama kali diterapkan sebagai upaya untuk meningkatkan kesejahteraan pekerja di sektor-sektor dengan karakteristik kerja spesifik. Namun, sejak disahkannya Undang-Undang Cipta Kerja No. 11 Tahun 2020 (Omnibus Law), UMSK dihapus melalui Peraturan Pemerintah (PP) No. 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan.
Tujuan dari penghapusan ini adalah untuk menyederhanakan sistem pengupahan di Indonesia. Namun keputusan ini menuai banyak kontroversi, khususnya dari serikat pekerja yang menilai bahwa hal ini mengurangi perlindungan bagi pekerja sektor tertentu.
Kemudian, pada akhir Oktober 2024, Mahkamah Konstitusi (MK) melalui Putusan No. 168/PUU-XXII/2024 memutuskan untuk mengembalikan kewajiban pemberlakuan UMSK. Putusan ini dianggap sebagai angin segar bagi pekerja di sektor-sektor yang bergantung pada UMSK sebagai penyesuaian terhadap biaya hidup dan tuntutan kerja yang lebih tinggi. MK juga menegaskan bahwa pengaturan ulang UMSK diharapkan mampu menciptakan keseimbangan dalam hubungan industrial.
Foto: Heru Khaerul Soleh