Penolakan Surat Penjelasan DIRJEN PHI-JSK oleh Management Terkait PHK Ketua dan Sekretaris PUK YMMA

Penolakan Surat Penjelasan DIRJEN PHI-JSK oleh Management Terkait PHK Ketua dan Sekretaris PUK YMMA

Oleh : Sarino, SH., MH.

Kejanggalan yang dilakukan oleh management PT. Yamaha Music Manufacturing Asia (YMMA) terkait PHK Ketua (Selamet Bambang Waluyo) dan Sekretaris (Wiwin Zaini Miftah) PUK SPEE PT. YMMA dapat dilihat dari surat yang disampaikan oleh Kementrian Ketenagakerjaan RI melalui Direktur Hubungan Kerja dan Pengupahan terkait dengan perbedaan pendapat antara management dan PUK mengenai pasal 61 ayat 9 dari isi PKB PT. YMMA yang mengatur “Proses perkara pidana atas pengaduan pengusaha”

“Perusahaan dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/karyawan atas dasar pengaduan pengusaha, setelah pengusaha mendapat surat pemberitahuan resmi dari pihak yang berwenang dalam hal ini Kepolisian dan/atau kejaksaan, dengan ketentuan pekerja/karyawan berhak menerima Uang Penggantian.”

Menurut Direktur Hubungan Kerja & Pengupahan Kemenaker RI melalui jawaban surat permohonan penjelasan norma dan Pasal 61 ayat 9 isi PKB PT. YMMA Nomor : 4 / 50 /HI.00.01/III/2025 kepada PP SPEE FSPMI tanggal 10 Maret 2025 bahwa “PHK yang disebabkan karena dugaan pekerja melakukan tindak pidana, tidak dapat dilakukan hanya berdasarkan pada laporan kepada pihak yang berwajib”

Dari informasi yang didapat mengenai penjelasan tersebut sayangnya management tidak sependapat dan menyatakan bahwa tidak ada aturan bahwa Dirjen PHI-JSK sebagai penafsir dari aturan atau pasal yang ada.

Terkait hal tersebut dalam surat tersebut Dirjen PHI-JSK pada dasarnya menyampaikan hal-hal sebagai berikut :

Bahwa berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 012/PUU-I/2003, secara tegas menyatakan Pasal 158 UU NO. 13 Tahun 2003 (yang mengatur tentang Pemutusan Hubungan Kerja karena kesalahan berat) tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat.

Bahwa Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Republik Indonesia menerbitkan Surat Edaran NOMOR: SE-13/MEN/SJ-HK/I/2005, yang pada intinya menyatakan “Pengusaha yang akan melakukan PHK dengan alasan pekerja/buruh melakukan kesalahan berat (eks Pasal 158 ayat (1)), maka PHK dapat dilakukan setelah ada putusan hakim pidana yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap”, sebagaimana diatur secara jelas dalam Pasal 160 UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Dengan demikian menimbang dan mengingat kedua aturan di atas, maka Pemutusan Hubungan Kerja yang disebabkan karena Kesalahan Berat, dapat dilakukan setelah ada putusan hakim pidana yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.