Perubahan iklim dan transisi energi yang adil merupakan tantangan yang membutuhkan partisipasi semua pihak, tak terkecuali perempuan. Selama ini perempuan berdiri di garis depan, menghadapi dampak langsung perubahan iklim. Dengan pengetahuan dan pengalamannya yang unik, perempuan harus terlibat dan dilibatkan dalam adaptasi dan mitigasi. Ini penting untuk memperkaya solusi, bahkan kunci untuk mewujudkan keadilan itu sendiri.
Setidaknya, itulah yang saya sampaikan ketika menjadi narasumber dalam sebuah diskusi yang diselenggarakan di Nikomas Gemilang pada hari Rabu, 26 Juni 2024. Kegiatan ini diselenggarakan Dinas Pemberdayaan Perempuan Anak Kependudukan dan Keluarga Berencana Provinsi Banten bertajuk Rapa Koordinasi Perlindungan Hak Tenaga Kerja Perempuan.
Seperti yang sudah saya sampaikan di awal, perempuan sering kali berada di garis depan. Dalam hal apa pun. Termasuk ketika menghadapi dampak perubahan iklim.
Perempuan memiliki pengetahuan lokal yang mendalam tentang lingkungan. Oleh karena itu, kebijakan dan program untuk menghadapi perubahan iklim dan transisi energi harus mempertimbangkan aspek gender dari tantangan dan peluang yang mereka hadapi.
Pun dampak yang mereka hadapi berbeda dari laki-laki. Oleh karena itu, jangan sok tahu tentang kepentingan perempuan, tanpa meminta pendapat langsung dari perempuan itu sendiri. Terlebih ketika peran gender tradisional mereka masih dominan. Ketika ketidaksetaraan dalam akses terhadap sumber daya, pendidikan, dan peluang ekonomi masih terjadi.
Dengan memahami ini, kita akan tiba pada satu kesimpulan: “Penting untuk mengintegrasikan perspektif gender ke dalam semua tahap perencanaan dan pelaksanaan kebijakan.”
Jangan ada satu pun yang ditinggalkan. No one left behind.
Karena itu, penting bagi kita untuk memastikan adanya akses yang setara bagi perempuan terhadap pelatihan dan pendidikan tentang teknologi energi terbarukan, serta program-program pemberdayaan yang meningkatkan keterampilan dan kapasitas perempuan. Kita juga harus menciptakan lingkungan kerja yang mendukung partisipasi perempuan, termasuk melalui kebijakan kesetaraan gender dan perlindungan hak-hak pekerja.
Ketika hari ini kita membicarakan transisi energi, maka proses ini harus memastikan bahwa semua kelompok masyarakat, termasuk pekerja perempuan, mendapatkan manfaat dari transisi ini. Dalam konteks manufaktur, transisi energi dapat mempengaruhi cara pabrik beroperasi dan memerlukan penyesuaian dalam keterampilan dan pengetahuan pekerja. Misalnya, pekerja perempuan dapat dilatih untuk bekerja dengan panel surya dan sistem energi terbarukan lainnya. Selain itu, mereka juga dapat berperan dalam advokasi kebijakan yang mendukung transisi energi yang berkeadilan, memastikan bahwa hak-hak pekerja dilindungi dan bahwa mereka memiliki akses yang setara terhadap peluang baru yang muncul dari transisi ini.
Penggantian teknologi lama dengan yang lebih ramah lingkungan dapat menyebabkan perubahan dalam jenis pekerjaan yang tersedia dan keterampilan yang dibutuhkan. Bagi pekerja perempuan, ini bisa berarti peluang baru tetapi juga tantangan.
Di satu sisi, transisi energi dapat membuka peluang pekerjaan baru di sektor energi terbarukan. Misalnya, pemasangan dan pemeliharaan panel surya atau turbin angin dapat menjadi bidang baru bagi pekerja perempuan. Di sisi lain, ada risiko bahwa pekerja perempuan yang kurang terampil atau yang bekerja di sektor-sektor yang lebih rentan terhadap perubahan ini mungkin kehilangan pekerjaan mereka jika tidak ada program pelatihan dan penyesuaian keterampilan yang memadai.
Sekali lagi, dalam menghadapi perubahan iklim dan transisi energi, penting untuk memastikan bahwa tidak ada yang ditinggalkan. Setiap individu, terlepas dari gender, latar belakang, atau status ekonomi, harus memiliki akses yang setara terhadap peluang, sumber daya, dan manfaat dari transisi ini. Kebijakan dan program yang inklusif diperlukan untuk memberdayakan semua kelompok masyarakat, memastikan bahwa suara mereka didengar dan kebutuhan mereka dipenuhi.
Dengan mengadopsi pendekatan yang adil dan inklusif, kita dapat menciptakan solusi yang berkelanjutan dan mengatasi ketimpangan, sehingga setiap orang dapat berkontribusi dan mendapatkan manfaat dari masa depan yang lebih hijau, lebih adil, dan lebih menyejahterakan.
Semua Terdampak, Semua Harus Diajak!
Dalam kesempatan ini, saya juga menekankan bahwa perubahan iklim dan transisi energi memiliki dampak yang luas dan tidak terbatas pada industri tertentu saja.
Semua sektor ekonomi, mulai dari pertanian hingga manufaktur, transportasi, dan jasa, merasakan pengaruh perubahan iklim dalam berbagai bentuk. Misalnya, sektor pertanian menghadapi tantangan cuaca ekstrem dan perubahan pola curah hujan, yang mengancam hasil panen dan keamanan pangan. Sementara itu, sektor manufaktur harus menyesuaikan proses produksinya untuk mengurangi emisi karbon dan mengadopsi praktik yang lebih berkelanjutan.
Transisi energi juga menuntut perubahan besar di semua industri. Perusahaan harus beralih dari penggunaan energi fosil ke sumber energi terbarukan, yang sering kali memerlukan investasi besar dalam teknologi baru dan penyesuaian infrastruktur. Ini berarti bahwa tidak hanya perusahaan energi yang terlibat, tetapi juga semua industri yang bergantung pada energi untuk operasional sehari-hari.
Oleh karena itu, kita semua harus bergandengan tangan dalam menghadapi tantangan ini. Kolaborasi lintas sektor sangat penting untuk menciptakan solusi inovatif dan berkelanjutan. Dengan saling mendukung dan berbagi pengetahuan serta sumber daya, kita dapat mengurangi dampak negatif perubahan iklim dan membangun masa depan yang lebih baik.
Kahar S. Cahyono, Wakil Presiden FSPMI, Wakil Presiden KSPI, dan Pimpinan Redaksi Koran Perdjoeangan