Perempuan Tua dan Bakul di Kepala
Perempuan tua
Bangun setiap pagi buta
Membawa bakul di kepala
Perempuan tua
Berjalan dengan kaki terbuka
Tak hirau terik surya
Perempuan tua
Masih sanggup berusaha
Tak sudi meminta-minta
Perempuan tua
Hidup sebatang kara
Anak cucu mengadu nasib di kota
Perempuan tua
Menyongsong hari tanpa sesiapa
Kesepian selalu mendera
Perempuan Baik dan Perempuan Tidak Baik
Perempuan Baik
Berasal dari keluarga baik
Berpendidikan, berbudi-pekerti, berkarir menaik
Menikah, memiliki suami mapan, memiliki anak-anak rupawan dan cantik
Menjalani hidup seperti dalam impian
Disunting oleh pangeran tampan
Tinggal di kerajaan
Lama baru menyadari bahwa sesungguhnya diri terpenjarakan
Perempuan Tidak Baik
Berasal dari keluarga tidak baik
Tidak berpendidikan, tidak berbudi pekerti, tidak berkarir laik
Tidak menikah, memiliki kekasih tampan, anak-anak tidak pernah dilahirkan
Menjalani hidup yang tak pernah ada dalam impian
Dikendalikan oleh mami berwajah pecinan
Tinggal di pinggiran
Lama dengan suami perempuan baik menjalin hubungan
Ibu dan Negeri
Semasa negeri ini dijajah
Ibu berjuang tak kenal lelah
Selama negeri ini berdiri
Ibu menjejakkan hati
Sepanjang negeri ini merdeka
Ibu tak putus berdoa
Tetapi apa yang diperbuat negeri
Ibu tak dipenuhi hak asasi
Namun apa yang diberi negeri
Ibu menderita tak terperi
======
Puisi ini ditulis oleh Ana Westy dalam sebuah buku berjudul Senyum Bulan Desember bersama Chaerudin Saleh, dan Asyafa Jelata yang diterbitkan LeutikaPrio dan Forum Solidaritas Buruh Serang (FSBS).
Ana Westy, tetapi lebih senang dipanggil Achie, lahir dan besar di Kalimantan Barat 3 Maret 1985 lalu, menghabiskan masa kuliah dan kerja di Bandung selama tujuh tahun. Kembali lagi ke Kalimantan Barat karena sebuah tugas negara. Senang menyebut diri sebagai ”penyiar yang penulis” – ”penulis yang penyiar”. Senang menulis karena ingin sekali tulisan-tulisannya menginspirasi, sekaligus tetap aktif di dunia penyiaran. Produksi karya fiksi dan non fiksi telah diterbitkan di berbagai media seperti Tribun Jabar, Pikiran Rakyat, dan Penerbit Esensi.
Senyum Bulan Desember sendiri merupakan kumpulan puisi yang merefleksikan semua kepedihan itu. Bukan sekedar refleksi, malah. Namun juga hendak bersuara dengan tegas dan keras, bahwa jangan ada lagi kekerasan dan diskriminasi berbasis gender. Hal ini sekaligus hendak menegaskan tentang kemerdekaan kaum perempuan. Bahwa eksploitasi dan kekerasan seksual terhadap perempuan adalah sebuah pelanggaran hak asasi manusia yang serius karena akan meninggalkan dampak yang luar biasa. Trauma mendalam, yang bisa jadi akan berdampak abadi. Bukan hanya si perempuan itu sendiri, namun juga generasi yang akan dilahirkannya esok hari.