Palembang, KPonline – Transisi energi yang berkeadilan bukanlah isu yang berdiri sendiri. Ia merupakan bagian integral dari perjuangan kita untuk mencabut Undang-Undang Cipta Kerja. Demikian disampaikan Wakil Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Kahar S. Cahyono dalam Workshop tentang transisi yang berkeadilan di Palembang, Sumatera Selatan, Selasa (28/5).
Menurut Kahar, transisi ini bertujuan untuk memastikan bahwa perubahan menuju energi bersih dan terbarukan dilakukan dengan memperhatikan hak-hak dan kesejahteraan pekerja. Namun, harapan ini tidak akan tercapai jika Undang-Undang Cipta Kerja tetap berlaku.
Undang-Undang Cipta Kerja telah mengubah lanskap hubungan kerja di Indonesia, menjadikannya lebih fleksibel namun merugikan pekerja. Ketentuan-ketentuan dalam undang-undang ini mempermudah perekrutan dan pemecatan, menurunkan biaya pesangon, dan membuka jalan bagi privatisasi sektor-sektor penting. Fleksibilitas yang diberikan oleh UU ini memang menguntungkan bagi perusahaan, namun merugikan pekerja yang menjadi lebih rentan terhadap pemecatan dan mendapatkan pesangon yang lebih sedikit.
Jika kita ingin mewujudkan transisi energi yang adil, kita harus memastikan bahwa pekerja tidak menjadi korban dalam proses ini. Kebijakan yang ada saat ini justru bertentangan dengan prinsip-prinsip keadilan dalam transisi energi. Bagaimana mungkin kita bisa berbicara tentang keadilan ketika hubungan kerja semakin tidak stabil dan hak-hak pekerja semakin tergerus?
“Oleh karena itu, pencabutan UU Cipta Kerja menjadi sangat penting. Hanya dengan menghapus beleid yang merugikan ini, kita bisa menciptakan kondisi yang memungkinkan transisi energi yang benar-benar adil,” ujar Kahar.
“Kita perlu kebijakan yang tidak hanya mendukung pertumbuhan ekonomi tetapi juga melindungi pekerja dan memastikan bahwa mereka mendapatkan bagian yang adil dari keuntungan transisi ini,” tegasnya.
Dalam workshop yang pesertanya berasal dari KSPI dan KSBSI ini, Kahar menekankan, transisi energi yang berkeadilan harus mencakup perlindungan terhadap hak-hak pekerja, memberikan mereka keamanan kerja, upah yang layak, dan kondisi kerja yang aman. Ini adalah fondasi dari perjuangan kita. Tanpa pencabutan UU Cipta Kerja, semua upaya untuk mencapai transisi yang adil akan sia-sia.
Karena itu, dia berpesan, “Kita harus terus bersatu dalam memperjuangkan hak-hak pekerja dan memastikan bahwa setiap langkah menuju masa depan yang lebih bersih dan berkelanjutan tidak dilakukan dengan mengorbankan mereka yang paling rentan.”
“Perjuangan kita untuk transisi energi yang berkeadilan dan pencabutan UU Cipta Kerja adalah dua sisi dari mata uang yang sama. Kita tidak bisa mencapai satu tanpa yang lain. Bersama-sama, kita bisa membangun masa depan yang lebih adil dan berkelanjutan untuk semua,” pungkasnya.
Kahar S. Cahyono, Wakil Presiden FSPMI, Wakil Presiden KSPI, dan Pimpinan Redaksi Koran Perdjoeangan