Batam,KPonline – Sebentar lagi negara kita akan mengadakan helatan akbar pilkada serendak dan menyusul pemilu sekaligus pilpres yang di adakan serentak
Yang jadi pertanyaan adalah apakah kita para pemilih dan pemimpin kita mampu berkorban untuk rakyat yang makin hari hidupnya makin melarat, susah dan menderita. Dan apakah sebaliknya justru rakyatlah yang dikorbankan untuk kepentingan elit dan kekuasaan. Pemimpin sejatinya adalah pelayan. Artinya jika seseorang diamanahi untuk menjadi pemimpin atau pembesar di suatu negeri tugasnya adalah berkorban dan melayani rakyat yang dipimpinnya.
Oleh karena itu, kita masih mencari pemimpin yang mau dan mampu berjuang, berkorban, dan melayani rakyatnya. Bukan pemimpin yang memperkaya diri, keluarga, kelompok, bahkan partainya. Pemimpin yang mampu mensejahterakan rakyatnya dan mampu mengangkat harkat dan martabat bangsanya.
Pemimpin yang mampu menjadi lokomotif perubahan bagi seluruh anak bangsa. Menjadi suri tauladan, mengayomi, melayani, menginspirasi, memberdayakan, dan juga mencintai yang dipimpinnya. Bukan pemimpin munafik yang berbeda antara antara kata dan perbuatan. Dan juga bukan pemimpin yang ingin dilayani.
Jika kita ingin menguji kepemimpinan seseorang, maka berilah jabatan kepada orang tersebut. Jika dengan jabatan yang disandangnya dia tidak berubah sikap dan karakternya, maka dia termasuk pemimpin hebat. Namun jika yaang terjadi sebaliknya, dengan jabatan yang disandangnya dia berubah, dari yang baik menjadi sombong, menindas, semena-mena, berlaku kasar dan dzolim, maka sesungguhnya dia bukan pemimpin yang baik.
Karakteristik-karakteristik seorang pemimpin seperti tegas, jujur, atau cerdas kini mulai ramai di perbincangkan menjelang pemilu maupun pilkada. Banyak kriteria yang mesti dimiliki oleh seorang pemimpin ideal. Di satu sisi, kriteria itu memang menggambarkan harapan masyarakat
Namun di sisi lain, hal ini bisa dibaca sebagai kebalikannya. Masyarakat menghendaki pemimpin yang ‘berani’ dan ‘tegas’ karena pemimpin mereka saat ini dinilai kurang dalam kriteria-kriteria tersebut
Sehubungan dengan kriteria di atas buruh juga punya syarat-syarat yang akan di usung dalam kontestasi ini, buruh menghendaki pemimpin selain punya syarat di atas juga berani menolak PP No. 78 /2015 Tentang Pengupahan dan Formula Kenaikan Upah Minimum yang menyengsarakan kehidupan para Kaum Buruh dan Rakyat Indonesia
Buruh menilai formula kenaikan upah sebagaimana di cantumkan dalam PP 78 ini sebatas inflasi ditambah pertumbuhan ekonomi, maka sama saja telah merampas hak serikat pekerja untuk terlibat dalam menentukan kenaikan upah minimum. Ini bertentangan dengan UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, UU No. 21 tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Buruh dan Konvensi ILO No. 87 tentang kebebasan berserikat. Segala upaya telah di tempuh oleh buruh untuk menolak PP 78 ini, dan kini tibalah saatnya memilih calon pemimpin yang berani menolak PP tersebut dan tentu saja bukan hanya janji-janji yang kemudian mudah di ingkari. (Ete)