Jakarta, KPonline – Seiring kemenangan Partai Buruh di Mahkamah Konstitusi (MK) prihal Judicial Review (JR) uji materiil terhadap Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja.
Presiden FSPMI; Riden Hatam Aziz mengucapkan rasa syukur atas putusan MK Nomor 168 yang sudah berpihak kepada kaum buruh.
Namun demikian menurutnya, bukan berarti perjuangan kaum buruh sudah selesai.
“Justru perjuangan selanjutnya adalah bagaimana Putusan MK ini diimplementasikan/ diberlakukan oleh pemerintah di tahun 2025,” sambungnya.
Perlu diketahui, Mahkamah Konstitusi mengabulkan sebagian permohonan Partai Buruh terkait judicial review Undang-Undang (UU) Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja. Hal itu membuat 21 pasal di dalamnya diubah/ dicabut termasuk soal pengupahan.
Dan norma-norma hukum yang sudah dicabut tersebut, aturan turunannya juga tidak berlaku. Khusus pengupahan aturan turunannya adalah Peraturan Pemerintah nomor 51 tahun 2023 sudah tidak berlaku.
Prinsipnya, “rezim upah 2025 dikembalikan penuh kepada Gubernur, Bupati, dan Walikota. Namun demikian, namun harus ada regulasi sebagai cantolannya”.
Kemudian, dalam rangka pengawalan putusan MK agar dipatuhi sepenuhnya oleh pemerintah dengan sebagaimana mestinya, dimana memastikan kenaikan upah minimum kabupaten (UMK) 2025 sebesar 8-10 persen, Riden Hatam Aziz mengungkapkan akan melakukan aksi unjuk rasa (Demontrasi).
“7 November, FSPMI se-Jabotabek akan lakukan aksi unjuk rasa di kantor Kementrian ketenagakerjaan (Kemenaker),” tegasnya.
Selain kenaikan upah, Ia pun meminta kepada pemerintah agar upah minimum sektoral kabupaten/ kota (UMSK) 2025 wajib diadakan kembali.
“Bilamana pemerintah tidak mau mematuhi putusan MK dan enggan menanggapi atas apa yang disuarakan (tuntutan) kaum buruh, FSPMI akan lakukan mogok nasional,” kata Riden Hatam Aziz.