Jakarta, KPonline – Program pemagangan cacat sejak dalam pikiran. Pernyataan ini saya sampaikan dalam Seminar yang diselenggarakan KSPI-JILAF di Hotel Bahtera, Puncak, Bogor, tanggal 21-22 September 2019.
Itulah yang menjelaskan, sejak Program Pemagangan Nasional Menuju Indonesia Berkompeten dideklarasikan pada Desember 2016, KSPI dengan tegas menolak kebijakan ini.
Penolakan tersebut, tentu saja memiliki dasar atau alasan.
Salah satu alasan diselenggarakannya program pemagangan adalah, keterampilan lulusan sekolah tidak nyambung dengan yang dibutuhkan dunia kerja. Sehingga mereka perlu dilatih agar bisa bekerja.
Jika ini masalahnya, maka yang dibutuhkan bukan pemagangan. Tetapi mensingkronkan antara kurikulum di sekolah dengan keterampilan yang dibutuhkan dunia kerja.
Inilah alasan pertama, mengapa saya mengatakan pemagangan sudah cacat sejak dalam pikiran. Akibat sakit kepala, justru yang diberikan adalah obat untuk sakit perut.
Hal yang lain, pemagangan diperuntukkan bagi pencari kerja. Karena hanya untuk mencari kerja, maka ia rentan disalahgunakan menjadi mata rantai baru di dalam hubungan industrial. Jadi sebelum direkrut menjadi karyawan, pencari kerja wajib menjalani pemagangan terlebih dahulu.
Pola ini mirip dengan massa percobaan atau kontrak kerja, sebelum diangkat menjadi karyawan tetap.
Celakanya, setelah mengikuti pemagangan tidak ada jaminan bakal diterima bekerja. Perusahaan lebih senang merekrut tenaga kerja baru untuk mengikuti pemagangan; yang sejatinya bekerja selayaknya pekerja.
Meskipun bekerja selayaknya karyawan, mereka hanya mendapatkan uang saku. Tidak ada batas minimal mengenai berapa besarnya uang saku. Sehingga hampir bisa dipastikan, besarnya lebih rendah dari upah minimun.
Serikat Pekerja Susun Pokok-Pokok Pikiran
Menyikapi isu pemagangan, FSPMI-KSPI menyusun pokok-pokok pikiran untuk menolak pemagangan.
Pokok-pokok pikiran ini kemudian diterbitkan dalam sebuah buku dengan judul ‘Menolak Pemagangan’.
Buku ini disusun melalui beberapa kali diskusi, termasuk melakukan riset atau penelitian lapangan terkait praktik pemagangan.
Penolakan terhadap pemagangan bukan untuk menghambat program yang diklaim sebagai ikhtiar dalam meningkatkan keterampilan bagi pencari kerja itu. Di sini kami ingin menekankan pada dampak buruk yang ditimbulkan. Menutup ruang yang membuka peluang terjadinya eksploitasi.
Hal yang tak kalah menarik, pokok-pokok pikiran ini dikerjakan dengan melibatkan kolaborasi beberapa sektor yang ada di FSPMI. Tak hanya kajian yuridis, tapi juga melihat dari sisi praktis.
Oh ya, jika teman-teman ingin mendapatkan versi cetak dari pokok-pokok pikiran ini bisa mengirimkan pesan melalui No WA 0831-2217-8058