Pelalawan, KPonline-Dua orang pekerja atas nama Rahmad Nurhidayat dan Sariputra Wibowo mengadukan nasib tragis mereka ke Sekretariat DPW FSPMI Pelalawan, Jl. Mesjid Raya No. 16, Kelurahan Kerinci Kota, Kecamatan Pangkalan Kerinci, Kabupaten Pelalawan, Riau.
Mereka melaporkan adanya dugaan perselisihan hubungan industrial dengan pihak perusahaan PT. Citra Sejati Prima Lestari (PT.CSPL) tempat mereka bekerja. keduanya menjadi korban PHK sepihak yang tidak sesuai dengan aturan yang berlaku, Senin, (14/04/2025).
PHK yang dilakukan oleh PT. CSPL memantik kemarahan para pekerja dan aktivis buruh. Dalam klarifikasi yang disampaikan oleh pihak manajemen, perwakilan perusahaan bernama Yani mengungkapkan bahwa masa kerja Rahmad dan Sariputra tidak diperpanjang karena dianggap melanggar peraturan perusahaan serta membuat kegaduhan menjelang libur lebaran. Namun alasan tersebut dianggap mengada-ada, tendensius, dan justru memperlihatkan wajah asli perusahaan yang arogan terhadap hak pekerja.
Ketua Konsulat Cabang (KC) Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Pelalawan, Yudi Efrizon, menyampaikan kecaman keras terhadap tindakan semena-mena perusahaan tersebut. Ia menyebut bahwa PHK yang dilakukan tidak hanya melanggar Undang-Undang Ketenagakerjaan, tetapi juga mencederai prinsip-prinsip keadilan dalam hubungan kerja. “Ini bukan hanya pelanggaran administratif, tapi bentuk nyata penindasan. Perusahaan ini harus digugat dan dijatuhi sanksi tegas,” ujar Yudi dengan nada geram.
Lebih jauh, Yudi menuntut agar PT. RAPP, selaku pemberi kerja dalam proyek RGECC, tidak lepas tangan atas persoalan ini. Ia menegaskan bahwa kebijakan internal RGECC yang dijadikan dalih PHK harus disosialisasikan secara terbuka kepada para kontraktor dan pekerja. “Apa gunanya aturan kalau hanya dijadikan senjata sepihak untuk menggebuk buruh? Ini zaman reformasi, bukan zaman kolonial,” tegasnya.
FSPMI juga menyoroti pelanggaran terhadap peraturan daerah tentang rekrutmen tenaga kerja. Dalam praktiknya, banyak perusahaan rekanan seperti PT. CSPL yang mengabaikan prosedur perekrutan dan perlindungan hak-hak tenaga kerja lokal. Hal ini dianggap sebagai bentuk pembiaran oleh PT. RAPP yang seharusnya bertanggung jawab sebagai pemberi kerja utama.
Sebagai bentuk perlawanan, FSPMI menyatakan akan menindaklanjuti persoalan ini dengan menyurati pihak perusahaan pemberi kerja. “Kami tidak akan tinggal diam. Jika perlu, kami akan turun ke jalan dan memobilisasi pekerja lain agar kasus ini tidak menjadi preseden buruk di masa depan,” ujar Yudi penuh semangat. Ia juga meminta agar PT. RAPP bersikap lebih selektif dan tidak menutup mata terhadap pelanggaran yang dilakukan mitra kerjanya.
Kasus ini menjadi tamparan keras bagi dunia ketenagakerjaan di Riau. Ketika perusahaan masih bisa bertindak semena-mena tanpa pengawasan ketat dari pemerintah dan pemilik proyek, maka hak-hak buruh akan terus diinjak-injak. Sudah saatnya pemerintah daerah, serikat pekerja, dan masyarakat bersatu melawan bentuk-bentuk penindasan yang dibungkus dalih aturan perusahaan.