Rantauprapat, KPonline – Perbuatan sewenang-wenang dengan melanggar hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) diperusahaan perkebunan yang dilakukan kepada Buruhnya bukanlah rahasia umum lagi di Negeri ini.
Rasa peduli dan empati para elit-elit di negeri ini kepada kaum lemah hanyalah sebatas cerita diatas podium saat kampanye politik jelang Pemilihan Umun (Pemilu)
Hukum tampil kejam kepada yang lemah, tajam kebawah tumpul keatas, hukum hanya berpihak kepada mereka yang punya banyak uang, karena hukum bisa diukur dengan uang, adalah sebuah fakta yang tidak bisa dibantah.
Untuk meraup keuntungan sebanyak-banyaknya, berbagai carapun dilakukan dan dihalalkan oleh pengusaha perkebunan kelapa sawit, tidak ada larangan dan hambatan” cerita tentang perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM) hanyalah pepesan kosong yang tujuannya untuk memurnikan pencitraan pemerintah.
“Buruh yang hakekatnya adalah seorang manusia dianggap tidak berbeda dengan seekor sapi “diperah, dihisap,ditindas dan dirampas hak asasinya secara sewenang-wenang, yang coba-coba
membangkang dihabisi dengan cara memutasikannya ke tempat yang terpencil, alasannya pun sederhana, “Penyegaran, bahkan ada yang di pecat tanpa kesalahan, sadis dan tragis kedengarannya, tetapi kita mau bilang apa, sebab bila ditinjau dari hukum ketenaga kerjaan yang berlaku dinegeri ini, memecat pekerja tanpa kesalahan bukan perbuatan pidana, diperbolehkan secara hukum, kewajiban pengusaha hanya membayar pesangon”
Kenapa bisa” Tanyakan kepada mereka yang kamu pilih kemudian membuat regulasi yang tidak berpihak”
Fakta sebagaimana yang terurai diatas tidak ada bedanya dengan yang dialami oleh 17 Buruh Harian Lepas (BHL) PT Pangkatan Indonesia MP Evan Group, sebuah perusahaan perkebunan kelapa sawit yang berlokasi di Kecamatan Pangkatan Kabupaten Labuhanbatu Provinsi Sumatera Utara, Rabu (21/12) Penulis mencoba menggali sejarah perjuangan ke 17 BHL ini, saat mereka berada di Sekretariat KC.FSPMI Labuhanbatu.
Wardin, Ketua KC.FSPMI Labuhanbatu Menuturkan” Sekitar April 2020, ke 17 Buruh ini menemui Pengurus KC.FSPMI Labuhanbatu untuk meminta dampingan guna melakukan gugatan kepada perusahaan perkebunan kelapa sawit PT Pangkatan Indonesia MP Evan Group atas tindakan dan perbuatannya yang diduga sangat tidak manusiawi, melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) tanpa ada kesalahan dan tidak membayarkan hak- hak Buruh , berupa Uang Pesangon (UP) Uang Penggantian Masa Kerja ( UPMK) dan Uang Penggantian Hak (UPH), sedangkan masa kerja ke 17 Buruh ini diperusahaan, sebagian ada yang 6 Tahun, 10 Tahun bahkan ada yang 30 Tahun”
KC.FSPMI, Labuhanbatu kemudian mendampingi ke 17 Buruh ini dan memperselisihkan PHK nya ke Dinas Tenagakerja Labuhanbatu, yang kemudian dilakukan perundingan Tripartit.
Hasil dari perundingan Tripartit ini, Mediator kemudian menerbitkan rekomendasi berbentuk Anjuran yang isinya memihak kepada pengusaha, menyatatakan PHK tersebut sudah sesuai dengan ketentuan undang- undang.
Wajarlah Anjuran dari Disnaker Labuhanbatu tidak objektif dan lebih memihak kepada kepentingan pengusaha, hal ini disesuaikan dengan keberadaan dan fungsi Disnaker itu sendiri yang dimungkinkan sebagai alat dan perpanjangan tangan pengusaha dan penguasa untuk menindas Buruh” Jelas Wardin.
Lanjutnya,” Anjuran dari Dinas Tenagakerja Labuhanbatu, yang isinya jelas memihak kepada kepentingan pengusaha, kami abaikan, sebab Putusan dari Disnaker Labuhanbatu tidak bersifat final dan bukan putusan/ prodak hukum, sehingga tidak wajib untuk dipatuhi.
Atas musyawarah dengan ke 17 BHL ini, kemudian dengan bekerjasama kepada Jonni Silitonga SH,MH, Advokad senior, yang juga Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjend) Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PERADI Pergerakan, perjuangan dilanjutkan dengan melakukan gugatan ke Pengadilan Perselisihan Hubungan Industrial (PPHI) di Pengadilan Negeri Medan, yang hasilnya dimenangkan oleh ke 17 BHL ini” Jelas Wardin.
Terpisah, Jonni Silitonga, SH.MH.Adbokad dan WaSekjend DPP PERADI Pergerakan, dalam kapasitasnya sebagai Penasehat Hukum ke 17 BHL ini saat dikonfirmasi, membenarkan” Putusan PPHI Pengadilan Negeri Medan, yang tertuang dalam Putusan No:44/Pdt.Sus-PHI/PN.MDN tanggal 21 September 2021, menghukum tergugat PT Pangkatan Indonesia MP.Evan Group untuk membayar hak-hak penggugat sejumlah Rp 310.000.000.(Tiga Ratus Sepuluh Juta Rupiah)
Namun PT Pangkatan Indonesia MP Evan Group melawan Putusan Pengadilan dimaksud dengan melakukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA).
Hasil Putusan Mahlamah Agung (MA) yang tertuang pada Putusan Nomor :734.K/Pdt-Sus-PHI/2022 tanggal 20 April 2022, memutuskan, PT Pangkatan Indonesia MP.Evan Group, untuk membayar hak 14 BHL masing-masing Rp 6.136.912 (Enam Juta Seratus tigapuluh enam ribu Sembilan ratus duabelas Rupiah) atau sebesar Rp 85.916.768 ( Delapan Puluh Lima Juta Sembilan Ratus Enambelas Rubu Tujuh Ratus Enampuluh Delapan Rupiah) terdapat selisih antara Putusan Mahkamah Agung dengan PPHI Medan Rp 224.083.232 ( Dua ratus Duapuluh empat Juta Delapan Puluh Tiga Ribu Duaratus Tigapuluh Dua Rupiah).
Putusan Mahkamah Agung ini bersifat mengikat dan wajib untuk dipatuhi oleh Perusahaan PT Pangkatan Indonesia MP.Evan Group.
Kemudian tentang adanya informasi bahwa PT Pangkatan Indonesia MP Evan Group hanya membayar Rp 5.000.000, (Lima Juta Rupiah) kepada masing- masing pekerja, atau Rp 70.000.000.( Tujuh Puluh Juta Rupiah) menyimpang dari Putusan Mahkamah Agung, walau informasi tersebut menurut Saya benar, tetapi untuk kepastian kebenarannnya dapat ditanyakan langsung kepada para BHL tersebut, dan tentang adanya dugaan PT Pangkatan Indonesia melakukan penyimpangan dari ketentuan putusa MA, silahkan konfirmasi dan klarifikasi kepada managementnya” Ujar Advokad Senior ini.
Paini dan Satinem dua orang BHL saat dikonfirmasi mengatakan ” Melalui Mandor ber inisial Gareng kami dijemput dan dibawa ke Kantor PT Pangkatan Indonesia MP Evan Group, dihadapkan kepada tiga orang, satu perempuan dan dua orang pria, yang mengaku dari Asosiasi Roundtaible on Sustainable Palm Oil (RSPO) kemudian di interogasi tentang kebenaran ada melakukan tuntutan kepada perusahaan, siapa yang mendampingi dan berapa biaya yang dikeluarkan.
Kami jelaskan bahwa benar ada melakukan gugatan kepada perusahaan dan yang mendampingi adalah Bapak AB Sekretaris KC.FSPMI Labuhanbatu, tidak ada dipungut biaya, dan kalaupun ada biaya hanyalah biaya transport kami ketika menghadiri sidang di Medan.
Atas Penjelasan ini kemudian ketiga orang yang mengaku Pengurus RSPO itu mengatakan, segera menyampaikan hal ini kepada pemilik perusahaan agar uang ibu segera dibayarkan”
Beberapa minggu kemudian kamipun dipanggil lagi, dan hak kami yang berjumlah Rp 6.136.912, (Enam Juta Seratus Tigapuluh Enam Ribu Sembilan Ratus Duabelas Rupiah) sesuai Putusan Mahkamah Agung, dibayar hanya sebesar Rp 5.000.000 (Lima Juta Rupiah) apa alasannya pembayaran dikurangi kami juga tidak tahu.” Jelas Kedua BHL ini.
Hal yang sama juga dijelaskan Samsianto, BHL yang juga menjadi korban” Saya datang ke kantor PT Pangkatan Indonesia MP Evan Group,atas panggilan dari management, sepertinya diiming-imingi akan ditambah dari Rp 5.000.000, (Lima Juta Rupiah) dan bertemu langsung dengan Yudi selaku manager, namun kenyataannya hak Saya cuma dibayar Rp 5.000.000 (Luma Juta Rupiah) ketika Saya meminta hak Saya dibayarkan sesuai dengan Putusan Mahkamah Agung, Yudi selaku Manager Mengatakan ” Kalau tidak menerima uang ini, mungkin akan dibayar tahun depan atau tidak dibayar”
Karena Saya ketakutan, akhirnya terpaksalah Saya teken ” Ujarnya.
Tambah Samsianto” Salah satu rekan kami ada yang meninggal dunia, dan secara otomatis hak dari rekan kami ini menjadi hak daripada ahli warisnya, hingga sekarang tetap tidak diberikan oleh Yudi selaku Manager, meski persyaratan administrasi sudah diserahkan semuanya, padahal kita ketahui bahwa hak tersebut adalah haknya anak yatim, tetapi mereka tega kog, “Ya cuku mengerikan sekalilah perbuatan mereka ini” Pungkas Samsianto.
Untuk memastikan perbuatan dan tindakan management PT Pangkatan Indonesia MP Evan Group, awak media mencoba mengklarifikasinya melalui pesan singkat /Whstss App (WA) kepada Bimo selaku General Manager (GM) dan Yudi selaku Manager, sesuai informasi WA,” Pesan Terbaca, Contreng dua Biru, tetapi kedua unsur ma nagement ini sampai berita ini diterbitkan tetap “Bungkam”
Red” Perjuangan menuntut keadilan yang dilakukan oleh 17 BHL ini bukanlah persoalan yang mudah, apalagi para BHL ini rata-rata wanita lanjut usia (Lansi) dan yang dilawan adalah perusahaan raksasa yang uangnya tidak berseri.
Kalah atau menang itu persoalan nanti, selama kita benar Allah, SWT, Tuhan Yang Maha Esa pasti berpihak kepada kita, kalau Allah,SWT, TYME, tidak berpihak kepada kebenaran maka kita tidak lagi perlu menyembahnya.
Walau hasil perjuangan tidak maksimal, setidaknya ke 17 BHL yang rata- rata renta usia, sudah memperlihatkan pada dunia ” Keadilan itu teramat mahal harganya di republik ini, dan wajib diperjuangkan tanpa henti, Lawan…Lawan.
..dan Lawan…!!!(Anto Bangun)