Puasa Dalam Agama-agama Besar Dunia

Puasa Dalam Agama-agama Besar Dunia

Purwakarta, KPonline – Sejak dahulu kala, puasa telah dilakukan untuk hal spiritual dan peningkatan kesehatan. Puasa sebagai amalan keagamaan berkembang secara tersendiri di kalangan masyarakat dan agama yang berbeda di seluruh dunia.

Puasa untuk tujuan khusus atau sebelum atau pada saat-saat suci khusus tetap menjadi ciri khas agama-agama besar dunia. Dalam Jainisme, misalnya, berpuasa sesuai aturan tertentu dan mempraktikkan jenis meditasi tertentu menyebabkan trans yang memungkinkan individu memisahkan diri dari dunia dan mencapai keadaan transenden.

Bacaan Lainnya

Bahkan, beberapa biksu Buddha dari aliran Theravada berpuasa sebagai bagian dari latihan meditasi mereka. Di India, sadhu (orang suci) Hindu dikagumi karena seringnya mereka berpuasa dengan berbagai alasan.

Sedangkan seperti Yahudi, Kristen, dan Islam menekankan puasa pada periode tertentu. Yudaisme, yang mengembangkan banyak hukum dan adat istiadat mengenai makanan, menjalankan beberapa hari puasa tahunan, terutama pada hari pertobatan (seperti Yom Kippur, Hari Pendamaian) atau hari berkabung.

Dalam agama Kristen, khususnya Katolik Roma dan Ortodoksi Timur. Masa puasa dijalankan selama 40 hari selama masa Prapaskah, masa pertobatan musim semi sebelum Paskah, dan selama masa Adven, masa pertobatan sebelum Natal.

Di kalangan umat Katolik Roma, perayaan ini telah diubah sejak Konsili Vatikan Kedua (1962-65) untuk memberikan pilihan individu yang lebih luas, dengan puasa wajib hanya pada Rabu Abu dan Jumat Agung selama masa Prapaskah. Gereja Protestan umumnya menyerahkan keputusan berpuasa kepada masing-masing anggota gereja.

Sedangkan dalam Islam, puasa dilakukan di Bulan Ramadan dan bulan tersebut juga disebut sebagai bulan suci. Pada periode ini, umat Islam berpuasa total dari fajar hingga senja selama sebulan penuh.

Dalam hadis di ajaran Islam (Muslim) dikatakan bahwa puasa adalah perisai (al-siyaamu junnatun), yang secara alamiah akan memproteksi orang yang berpuasa dari hal-hal yang melenceng dan dalam Al-Qur’an, puasa adalah medium yang akan mengantarkan kita untuk mencapai gelar taqwa (la’allakum tattaquun).

Saat berpuasa seorang hamba sedang melakukan purifikasi jiwa dan sekaligus pendakian spiritual untuk menemui Sang Khalik (farhatun inda liqaa’i rabbih). Amaliah ramadan seperti tarawih, tadarrus Al-Qur’an, qiyaamul-layl, berinfak, bersedekah adalah fitur-fitur yang akan mengantarkan orang berpuasa untuk semakin dekat kepada-Nya.

Puasa yang dilaksanakan dengan sepenuh jiwa akan mentransformasi spiritualitas hamba yang akan mewujud dalam berbagai dimensi, baik dimensi spiritual transenden maupun dimensi sosial horizontal.

Puasa adalah tentang kesadaran penuh akan kerendahan diri seorang hamba di hadapan Yang Mahamulia. Puasa adalah tentang kepasrahan total di hadapan Yang Mahaagung. Puasa adalah wujud cinta dan penghambaan otentik kepada Sang Pencipta. Karenanya, puasa seyogyanya menjadi penuntun rohani agar kita selalu di jalan-Nya dan perisai yang akan memproteksi kita dari ketakterkendalian diri, kesombongan, kepongahan, dan keangkuhan.

Puasa akan mendekatkan diri kita kepada-Nya; kedekatan otentik yang dirasakan secara genuine. Merasakan kedekatan Tuhan akan membuat kita mencintai-Nya dan menyayangi makhluk-Nya. Karena kita sadar bahwa kita adalah satu kesatuan makhluk. Menyayangi orang lain, hakikatnya adalah menyayangi pencipta-Nya dan menyayangi diri sendiri. Begitu pula sebaliknya. Jika kita merasa dekat kepada Tuhan tapi mengabaikan, menjauhkan, dan bahkan menyakiti orang lain, mungkin kedekatan itu hanyalah imajiner, palsu, atau semu belaka.

Di antara ciri-ciri orang bertakwa adalah menahan amarah (wal kaazhimiinal-ghayzha wal ‘aafiina ‘anin-naas). Puasa akan melahirkan pribadi pemaaf dan sabar.

Demikian di antara hikmah puasa. Tetapi hakikat dan hikmah sesungguhnya jauh lebih luas dan sekali lagi hanya diketahui oleh Allah. Kita pasrahkan sepenuhnya kepada-Nya. Semoga puasa tahun ini lebih berkualitas dari tahun sebelumnya, amin. Allahu a’lam bis-shawab.

Menurut ajaran Islam puasa pada bulan Ramadan merupakan puasa yang wajib dilaksanakan selama satu bulan. Sehingga jika dengan sengaja dilaksanakan, orang tersebut akan berpahala. Perintah berpuasa dijelaskan dalam dengan Al-Qur’an Surah Al-Baqarah ayat 183, yaitu:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

“Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang sebelum kamu agar kamu bertakwa”.

Hanya Zoroastrianisme yang melarang puasa karena menyakini bahwa bentuk kezuhudan seperti puasa tidak akan membantu memperkuat umat dalam perjuangan mereka melawan kejahatan.

Pos terkait