Jam sudah menunjukkan hampir jam sebelas malam, purnama masih menggantung cerah di antara ranting ranting pohon. Aisyah masih belum mau beranjak, masih banyak kisah hidupnya yang ingin ia ceritakan semuanya pada Rangga, laki laki yang belakangan setia mendengarkan ceritanya.
Saat ini Aisyah cukup nyaman menghabiskan sisa-sisa malam bersama Rangga, seperti malam ini. Di saat sebagian besar warga dormitory Mukakuning tidur terlelap, Aisyah memilih mengajak Rangga untuk menikmati suasana dinginnya malam.
“ Ayo jalan kita Mas!” Rengek Aisyah pada Rangga selepas makan malam berdua di Panasera.
Tak banyak berkata Rangga segera berdiri dari tempat duduknya, Aisyah mengikuti sambil terus bercerita. Menaiki anak tangga di belakang Panasera, menuju jalan setapak di sepanjang dormitory.
“Dinda, coba tengok di atas”? Ucap Rangga pada Aisyah.
“ Ya, Ampun Indah sekali Mas!” Aisyah rupanya tidak menyadari bahwa sedari tadi purnama telah mengintip mereka berdua.
Rangga hanya tersenyum dan kembali mendengarkan cerita Aisyah dan mimpi-mimpinya, sambil berharap Aisyah bisa menerima atas segala keadaan yang telah terjadi pada dirinya dan menyerahkan segalanya kembali kepadaNya.
Rangga merasakan malam ini hatinya tentram, ia bersyukur atas waktu yang telah ia lalui bersama Aisyah, atas nafas yang masih mengalir, atas energi yang masih belum mati, atas segala cerita malam yang sejuk ini. Yang pasti, gairah hidup Rangga kembali ada semenjak Aisyah datang dikehidupanya.
“Kenapa dinda memilihku?” tiba-tiba Rangga bertanya. Aisyah tersenyum.
Aisyah mengeratkan genggaman tangannya pada jemari Rangga. “Karena kamu dan aku sama. Sama-sama tidak mau terbunuh sepi. Aku butuh teman cerita yang nyaman. Dan kita bisa berbicara tentang banyak hal. Seperti saat ini dan yang sudah-sudah, kita tidak pernah kehabisan bahan pembicaraan..” Jawab Aisyah.
“Itu saja?” tanya Rangga sedikit mendesak. Aisyah tersenyum dan menggeleng
“Tidak. Masih banyak yang lainnya.
Yang paling penting aku nyaman bersamamu. Rasa nyaman yang tidak bisa di ungkapkan dengan kata-kata, digambarkan dengan peribahasa. Yah, aku merasa nyaman saat bersamamu mas”. Ungkap Aisyah sambil berkaca-kaca.
“Aku tidak pernah mencarimu dan begitupun kamu mas. Tapi takdir yang mempertemukan kita. Agar kita saling mengisi kesepian yang ada.” lanjug Aisyah sambil tersenyum ke pada Rangga. Senyum yang selalu menggetarkan hati Rangga.
Mukakuning kembali sunyi, suara riuh kendaraan buruh pabrik seperti lenyap berganti dengan keheningan.
Sepanjang keheningan Aisyah bercerita.
Tentang aroma padi yang menguning yang khas di kampungnya.tentang kulitnya yang sudah makin gelap terbakar matahari. Tentang kuliahnya yang terbengkalai. Tentang kisah cintanya yang penuh dengan liku-liku dan luka.
Di bawah purnama, di depan dormitory, tentu bukan hanya kisah tentang sepasang kekasih yang duduk di jembatan beton untuk menunggu malam dingin, tapi juga kisah-kisah lain manusia.
“Pulang kita dinda? Sudah malam!” Rangga mengingatkan.
“Bentar lagi ya mas, masih betah disini.” jawab Aisyah.
Akhirnya Rangga menuruti keinginan Aisyah untuk terus duduk di jembatan itu dibawah pohon dan sinar bulan purnama. Malam yang indah seindah kisah sepasang kekasih yang lagi menyusun rencana masa depan di malam itu.
Seminggu lagi Rangga dan Aisyah akan mengabadikan cintanya dalam ikatan suci yang disebut pernikahan. Jadi banyak hal yang mereka bahas malam itu untuk perencanaan nanti pas hari H pernikahanya dan juga bagaimana langkah kedepanya.
Pemandangan di sana, malam,purnama dan sepasang kekasih mungkin akan menjadi cerita yang paling dramatis. Bisa saja sepasang kekasih itu pada akhirnya akan melupakan jembatan itu, tapi masing-masing dari mereka tak bisa menghilangkan kenangan ketika duduk berdua di jembatan itu untuk melihat sesuatu yang setengah tak masuk akal.
Seakan-akan mereka sedang mengabadikan cinta dalam hitungan detik terbenamnya bulan di balik awan. Lalu pada suatu waktu bisa saja mereka akan sengaja kembali ke tempat itu, duduk di sana, demi mengenang masa itu.
(YE)