Rapat Dewan Pengupahan di Kabupaten Jepara Dinilai Tidak Sesuai Prinsip Kesepakatan Tiga Pihak Turunkan Besaran UMSK 2025

Rapat Dewan Pengupahan di Kabupaten Jepara Dinilai Tidak Sesuai Prinsip Kesepakatan Tiga Pihak Turunkan Besaran UMSK 2025

Semarang, KPonline – Sekretaris Dewan Pimpinan Wilayah Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (DPW FSPMI) Jawa Tengah, Luqmanul Hakim, mengkritik pelaksanaan rapat Dewan Pengupahan Kabupaten Jepara yang digelar pada hari Rabu (22/1/2025) yang hanya dihadiri oleh unsur pemerintah dan pengusaha. Berdasarkan informasi yang diterima, rapat tersebut menghasilkan kesepakatan terkait angka Upah Minimum Sektoral Kabupaten (UMSK) Jepara tanpa melibatkan unsur serikat pekerja.

Menurut Luqmanul Hakim, rapat tersebut tidak mencerminkan prinsip dasar pembentukan Dewan Pengupahan, yaitu adanya kesepakatan tiga pihak: pemerintah, pengusaha, dan serikat pekerja. Dalam pernyataannya, ia menyoroti beberapa poin penting:

1. Tidak Sesuai Prinsip Dasar Dewan Pengupahan
Rapat yang dilakukan hanya dihadiri oleh pemerintah dan pengusaha, sehingga tidak merepresentasikan semangat kesetaraan dan kolaborasi yang menjadi landasan pembentukan Dewan Pengupahan.

2. Keputusan Sepihak
Pengambilan keputusan dalam rapat tersebut dinilai sebagai bentuk arogansi pemerintah dan pengusaha yang mengabaikan kepentingan pekerja. Hal ini dianggap tidak adil dan hanya mengutamakan kepentingan salah satu pihak.

3. SK Gubernur Tentang UMSK Sudah Sesuai Mekanisme
Luqmanul menegaskan bahwa SK Gubernur terkait UMSK Jepara sebelumnya telah sesuai dengan mekanisme penetapan upah. Kesepakatan tersebut dicapai melalui rapat Dewan Pengupahan yang dihadiri oleh pemerintah, serikat pekerja, dan pengusaha (Apindo), serta direkomendasikan oleh Pj. Bupati Jepara kepada Pj. Gubernur.

4. Ketidakkonsistenan Pemerintah dan Pengusaha
Pemerintah dan pengusaha dinilai tidak konsisten dengan sikap dan kesepakatan yang telah dibuat sebelumnya, sehingga melanggar prinsip Dewan Pengupahan.

Luqmanul Hakim juga menyebutkan bahwa tindakan pemerintah Kabupaten Jepara telah melanggar Asas Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB).

“Pemerintah Jepara telah melanggar Asas Umum Pemerintahan yang Baik sebagaimana diatur dalam undang-undang. Beberapa asas yang dilanggar di antaranya adalah Asas Kepastian Hukum, Asas Keadilan dan Asas Ketidakberpihakan,” ucapnya.

Ia menambahkan, sikap pemerintah Kabupaten Jepara berpotensi menimbulkan konflik di masyarakat, mengganggu kondusivitas daerah, serta menciptakan ketidakpastian iklim ekonomi di Kabupaten Jepara.

Dan dengan ditandatanganinya surat rekomendasi oleh Pj. Bupati Jepara terkait revisi Upah Minimum Sektoral Kabupaten Jepara tahun 2025 memicu berbagai macam gelombang aksi unjukrasa di tingkatan PUK SPA FSPMI yang ada di Kabupaten Jepara pada hari Jum’at (24/1/2025) yang menuntut pemberlakuan SK Gubernur No 561/45 tahun 2024 dan menolak revisi UMSK yang dikeluarkan oleh Pj. Bupati Jepara.

Luqmanul Hakim mendesak pemerintah dan pengusaha untuk menghormati prinsip kesepakatan tiga pihak dalam Dewan Pengupahan serta menjunjung tinggi asas keadilan demi menciptakan harmoni antara pekerja, pengusaha, dan pemerintah. (Sup)