Jakarta, KPonline Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia Provinsi Aceh (KSPI Aceh) menyayangkan sikap yang di ambil Pemerintah Kabupaten Nagan Raya yang telah melakukan pemberhentian ribuan tenaga honorer. Pernyataan ini disampaikan Sekretaris KSPI Aceh, Habibie Inseun.
Menurut Habibie, sikap Pemerintah Nagan Raya yang telah memberhentikan 3.448 orang tenaga honorer itu merupakan preseden buruk dalam rangka pembangunan daerah.
“Sikap dari Pemkab Nagan Raya itu bukan solusi dalam pembangunan daerah, seharusnya pemerintah mengurangi pengangguran bukan justru menambah pengangguran. Ini akan berdampak dengan meningkatkan kemiskinan dan persoalan sosial lainnya,” katanya.
Ia mendesak agar Pemerintah Kabupaten Nagan Raya mengevaluasi kembali kebijakan tersebut. KSPI akan membahas persoalan ini hingga ke tingkatan Tripartit Provinsi, kami yakin jika ini dibiarkan maka menjadi sangat buruk terhadap masalah ketenagakerjaan di lingkungan pemerintah.
Sementara itu dikutip dari Harian Serambi Indonesia, Jumat 7 Juli 2017, Pemerintah Kabupaten Nagan Raya sejak tanggal 1 Juli 2017 resmi memberhentikan 3.448 pegawai honorer yang tersebar di lingkungan Pemkab Nagan Raya.
Sekda Nagan Raya, Cut Intan Mala mengatakan pemberhentian ribuan tenaga honorer itu lantaran perekrutan tenaga honorer tak dibenarkan oleh aturan dan perundang-undangan. Pemberhentian pegawai honorer itu merujuk Permendagri Nomor 56 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2005 Terkait Larangan Merekrut Tenaga Honorer di Jajaran Pemerintah Daerah.
Tenaga honorer yang telah diberhentikan ini meliputi tenaga administrasi yang mayoritas lulusan SMA, tenaga pendidik (guru), serta tenaga medis seperti bidan, perawat, dan profesi lainnya.
Sebelumnya, Deputi Presiden KSPI Muhammad Rusdi menyerukan agar kaum buruh kembali menghidupkan semangat berjuang bersama-sama wujudkan keadilan sosial.
Menurut Rusdi, selama ini dalam berjuang, kita masih mementingkan dan hanya memikirkan nasib kita dan anggota kita saja. Solidaritas yang kita gaungkan masih sangat sempit dan pada ruang yang terbatas.
“Kamu dan saya seharusnya sadar, bahwa membiarkan para pekerja outsourcing, kontrak, magang dan honorer, bukan saja kita akan masuk dalam golongan para pendusta agama, juga akan membuat daya tawar gerakan menjadi lemah,” katanya. Akibatnya, secara perlahan jumlah pekerja outsourcing, kontrak, dan honorer diisi oleh mereka karena kita tidak membantu perjuangannya. Dalam penelitian yang pernah dilakukan oleh FSPMI dan Akatiga, jumlah pekerja outsoursing dan kontrak mencapai hampir 70%.
“Satu saat serikatmu yang anggotanya sudah tidak mayoritas kemudian melakukan negoisasi dan mogok, maka jangan heran manajemen tidak akan merespon. Karena tanpamu bekerja, masih ada para pekerja outsoursing, kontrak, magang, dan honorer yang akan menggantikanmu bekerja di mesin-mesin yang biasa kau operasikan, atau di meja-meja yang biasa kau tempati untuk bekerja.”
Karena itu, seharusnya permasalahan honorer juga menjadi permasalahan kita semua.