Jakarta,KPonline – Citayam Fashion Week sukses menjadi fenomena terunik tahun ini. Bermula dari tongkrongan anak-anak Bojong, Citayam, dan Depok, yang gemar nongkrong di kawasan Dukuh Atas, Jakarta Pusat
Anak-anak muda yang berada di sana, selain menghabiskan waktu untuk menikmati ruang terbuka yang nyaman, lapang, dan bangunan taman yang modern, mereka di sana juga ‘mejeng’, berdandan, fashion, dengan aneka kreasi baju yang mereka miliki atau beli.
Dengan aneka baju yang dikenakan, mereka sambil membikin video, foto, atau berswafoto. Hal demikianlah yang membuat aktivitas mereka menjadi trend. Ruang terbuka dan terowongan yang ada di kawasan tersebut seolah menjadi panggung bagi anak-anak muda untuk berkreasi dan menyalurkan jiwa dan rasa sebagai anak muda
Anak-anak muda itu datang dari berbagai wilayah di Jakarta dan daerah penyangga seperti Bekasi, Tangerang, Depok, dan Bogor. Akses menuju ke kawasan Stasiun Sudirman atau Dukuh Atas yang mudah, gampang, dan murah, karena ada Commuter Line atau kereta listrik (KRL), maka mereka yang datang ke sana bisa jadi juga dari Cikarang dan Rangkas Bitung.
Setiap sore terutama hari Sabtu dan Minggu serta hari libur, ratusan anak muda, laki-laki dan perempuan, dari berbagai arah berduyun-duyun ke kawasan Stasiun Sudirman. Entah karena yang datang dari Citayam dan Bojonggede sangat massif, maka kedua nama wilayah di Bogor itu kerap disematkan dalam aktivitas di kawasan Stasiun Sudirman itu.
Sosiolog UGM, Derajat Sulistyo Widhyarto, S.Sos., M.Si., mengatakan bahwa kemunculan Citayam Fashion Week adalah bagian pembentukan budaya baru yang dilakukan oleh anak muda sehingga perlu diapresiasi.
“Salah satu karakter kaum muda adalah pencipta budaya. Youth culture,” ungkapnya seperti yang dilansir dari ugm.ac.id, Rabu (20/7).
Lebih jauh, ia menjelaskan kemunculan mereka yang menggunakan area publik di pusat kota sebagai lokasi unjuk ekspresi adalah sesuatu yang brilian. Mereka memilih gaya busana sebagai pilihan budaya baru. Gaya busana adalah bagian dari budaya yang bisa diterima oleh seluruh lapisan masyarakat.
“Ruang kota menawarkan tantangan baru yakni kesempatan untuk mendorong pembentukan budaya. Budaya yang bisa diterima adalah fashion,” jelasnya.
Setelah mendalami asal muasal CFW dan membaca literari dari berbagai sumber dan media massa, CFW muncul dan viral, tidak perlu syarat. Para pelakunya dari kalangan tidak mampu (ekonomi), tak berpendidikan tinggi, tak memiliki pendidikan/kursus sebagai modal atau belum pernah menjadi model.
CFW yang fenomenal adalah kegiatan kreativitas dan inovasi anak-anak muda yang wajib didukung, di arahkan dengan benar.
Seharusnya, CFW didukung sekaligus di arahkan, didik agar tidak menjadi contoh ajang kegiatan liar. Harus ada edukasi, pendidikan, pemahaman hukum, pemahaman menjadi penyelenggara acara, pemahaman menjadi artis, model catwalk yang benar.