Mendikbud Nadiem Makarim akan menghapus Ujian Nasional ( UN ) mulai 2021, lalu mengubahnya menjadi Asesmen Konpetensi Minimum dan Survey Karakter.
Urusan UN sudah lama diusulkan untuk dihapus, seperti yang disampaikan PB PGRI “Saatnya Hapus UN” kata Ketua Umum PB PGRI Masa bakti XX Sulistiyo.
Berdasarkan survei yang dilakukan PB PGRI secara internal pada tahun 2012,
1.Sebanyak 28,57% guru menganggap UN sebagai kebijakan yang tidak tepat, dan sebanyak 42,86% guru menganggap sangat tidak tepat.
2. Sedangkan sebanyak 26,15% kepala sekolah menganggap UN tak tepat, dan sebanyak 49,23% kepala sekolah menganggap kebijakan UN sangat tidak tepat.
3. Sebanyak 27% pengawas menganggap kebijakan UN tidak tepat, dan sebanyak 41,77% pengawas menilai UN sangat tidak tepat.
“Penilaian itu disebabkan UN tidak berhasil mengingkatkan semangat belajar, menimbulkan kecurangan, menimbulkan ketegangan murid, dan menanamkan mental koruptif pada anak,” kata Ketua Umum PGRI Sulistiyo,
Sebelum jadi Gubernur Anies Baswedan saat menjabat Rektor Paramadina Jakarta menyikapi UN menyatakan,bahwa UN di Moratorium terlebih dahulu untuk dibenahi sistemnya setelah itu baru diambil keputusan apakah UN itu di hapus atau tidak.
Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) mengatakan itu usulannya. Menyikapi UN yang akan dihapus oleh Mendikbud.
“Itu memang kami sampaikan, kami suarakan. Itu usul dari FSGI. Maka kami mengapresiasi keputusan mas Menteri tadi siang itu,” kata Sekjen FSGI Heru Purnomo kepada wartawan, Rabu (11/12/2019).
Lain lagi dengan Wapres Jusuf Kalla era SBY dan Jokowi, menilai tidak tepat jika UN dihapus karena banyak pihak yang memprotes. Menurut JK, untuk menjadi bangsa yang hebat perlu ada tantangan yang dihadapi
“Kalau tidak ditantang, tidak diuji bagaimana, mau tidak kalau tidak diajak kerja keras.
Sedangkan kata Wapres era jokowi periode kedua ini, menyikapi rencana penggantian UN,mengatakan
“(Alat ukur) penting, sebab masih meningkatkan standar-standar yang ada. Itu kelihatan kemampuannya. Nggak masalah ditiadakan, tapi harus dikaji oleh Dikbud,” kata Ma’ruf kepada wartawan di Kantor Wakil Presiden, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Rabu (11/12/2019)
Ma’ruf menuturkan harus ada alat ukur yang efektif selain UN. Alat ukur tersebut, menurut Ma’ruf, sangat penting untuk mengetahui kualitas pendidikan di tiap daerah.
“Oleh karena itu, saya mengatakan kalau mau mengganti UN harus ada alat ukur yang efektif yang bisa mengukur tingkat standar daripada pendidikan di masing-masing daerah,” paparnya.
Senada dengan Wapres, Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) menyambut baik kebijakan ini,hanya saja perlu dikaji substansinya.
“Jadi pikiran kami positif aja ini niatnya baik tapi kalau substansi, kami ingin mengkaji lebih dalam, supaya kami tanggapan yang tepat,” kata Ketua PGRI Unifah Rosyidi ketika dihubungi detikcom, Rabu (11/12/2019).
“Keseluruhan asesmen itu akan sangat bergantung pada kesiapan guru jadi gurunya harus disiapkan terhadap cara pengajaran baru, cara berpikir baru, kalau kita sih support support aja niatnya baik,” kata Unifah.
“Lalu karakter penilaian karakter, survei karakter ini kan kita juga belum tahu survei karakter dalam bentuk seperti apa. Apakah karakter yang dimaksud adalah seperti penilaian afektif? sikap? kita belum tahu,” lanjutnya.
Ujian Nasional memang setiap tahun menjadi perbincangan di Masyarakat, tetapi selalu tidak ada ujung penyelesaian.
Ujian Nasional yang sudah 6 kali berganti nama dan sistem ini menurut beberapa pengamat dan praktisi pendidikan belum dapat merubah mutu pendidikan. Tetap saja mutu pendidikan Indonesia masih kalah dengan negara tetangga.
Ditangan Mas Menteri masyarakat berharap mutu pendidikan bisa berubah, dimulai dengan rencana mengganti UN.
Pelaksanaan UN setiap tahun ditengarai banyak kepentingan ada didalamnya, semoga Mas Nadiem sebagai Mendikbud melineal yang tidak punya beban ini bisa menjalankan tugas di bidang pendidikan dan kebudayan dengan baik.
Semoga
Oleh Didi Suprijadi
Ketua PB PGRI Masa Bakti XXl
#rumahhonorerayahdidi
12-12-2019