Jakarta, KPonline – Saya menemukan judul ini di sebuah media online: ‘Besok, Buruh KSPI Bakal Bikin Macet Jakarta.‘ Sepintas sederhana. Tetapi pesan yang ditangkap cukup jelas. Adalah KSPI yang dengan sengaja membuat kemacetan di Jakarta.
Pemberian judul berita, terkait dengan sudut pandang. Kemana media itu berpihak. Padahal yang dimaksud adalah aksi KSPI pada 8 Agustus yang mengusung isu, mulai dari penolakan penurunan PTKP hingga solidaritas al Aqsa.
Dalam sikap resmi KSPI, tidak ada satu pun yang menyebut bakal memacetkan Jakarta. Lalu mengapa judul berita yang ditekankan pada kamacetan, bukan tentang tujuan aksi?
Wajar jika kaum buruh beranggapan, bahwa media yang menerbitkan berita tersebut sudah tidak netral. Media berpihak.
Pertanyaan yang penting untuk kita sampaikan, adakah media yang tidak berpihak? Saya rasa tidak ada. Semua media didirikan dengan misi tertentu. Ia berpihak pada nilai-nilai yang diyakininya. Ketika sebuah media memilih untuk menerbitkan berita tertentu, dengan sudut pandang terentu, dan bukan yang lain, maka sesungguhnya ia sudah berpihak.
Media yang mengabdi pada kapitalis, tentu ia akan membela tuannya. Setiap kritik terhadap kapitalis akan dipelintir, sekurang-kurangnya tidak dipublikasikan.
Lantas kepada siapa kita berharap berita-berita yang mempropagandakan secara negatif kaum buruh akan diluruskan? Pilihan terbaik adalah, kaum buruh membangun medianya sendiri. Kaum buruh harus membangun sebuah media alternatif. Kita tidak mungkin selalu menitipkan kepada pihak lain terkait isu-isu perjuangan kaum buruh.
Dalam hal ini, kaum buruh itu sendiri bisa bertindak sebagai citizen journalism. Memberitakan perjuangan kaum buruh dari suara hati si buruh itu sendiri. Sehingga getaran dan semangatnya menyatu dalam tulisan dan gambar yanh disampaikan.
Semakin banyak konten berita terkait dengan perjuangan dan gagasan yang diterbitkan akan semakin baik. Sehingga masyarakat tidak hanya dibombardir berita-berita yang tidak berkaitan langsung dengan rakyat. Ada alternatif yang bisa disajikan. Ada pertarungan yang seimbang. Karena di media, kaum buruh juga berjaya.
Hal ini bisa dimulai dari hal sederhana. Misalnya dengan menyebarkan tautan (share) berita-berita yang diproduksi dan diterbitkan melalui media-media buruh, seperti Koran Perdjoeangan, buruh.co, aspekindonesia.org, SPN News, FARKES online, infogsbi.org, Kiri Sosial, fspkep.org, dan lain-lain.
Kebanggan terhadap media alternatif kaum buruh harus ditumbuhkan. Tanpa kesadaran ini, maka sulit bagi media-media buruh akan memiliki posisi yang kuat di mata publik.
Tentu saja, media-media buruh juga harus memperbaiki kualitasnya sehingga memang layak dijadikan alternatif. Ada baiknya para pengelola media buruh ini bertemu dan membangun sebuah front untuk bersama-sama melakukan perang di media. Menjadikan kata sebagai senjata, dengan sebaik-baiknya.