Jakarta,KPonline – Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal ikut berkomentar pada aksi penghadangan Ratna Sarumpaet di Batam pada Minggu (16/9/18), Iqbal mengecam keras aksi tersebut. Menurutnya, tindakan penghadangan dan pemulangan presidium Gerakan Selamatkan Indonesia (GSI) itu tidak dibenarkan di negara demokrasi.
“Kami (buruh) mengecam keras sikap aparat yang berlebihan. Menurut kami, itu anti demokrasi karena melarang diskusi di wilayah Indonesia,” ujarnya seperti di kutip dari Kantor Berita Politik RMOL, Senin (17/9).
Menurutnya, perbedaan pendapat di negeri yang menganut sistem demokrasi seperti Indonesia harus dijunjung tinggi. Begitu juga kehadiran Ratna Sarumpaet ke Batam yang sebatas untuk mengisi sebuah diskusi.
“Kalaulah, ada pandangan dari Ratna berbeda dengan kelompok lain itu sah-sah saja dalam demokrasi,” tuturnya.
Iqbal seharusnya turut menjadi salah satu pemateri dalam diskusi yang dihadiri Ratna. Namun dia berhalangan hadir karena sakit dan menunjuk orang setempat untuk mewakilinya. Iqbal pun mengaku kecewa karena tidak sempat hadir.
Dia memastikan, jika kala itu dia bisa hadir, maka ada kelompok buruh yang akan mengawal aksi tersebut.
“Andai kan saya datang saya minta buruh-buruh saya mengawal Ratna itu,” sambungnya.
“GSI ini sifatnya diskusi, bukan deklarasi seperti #2019GantiPresiden. Kalaupun bahas tentang pergantian presiden kan itu sah-sah saja,” tukas Said Iqbal.
Seperti di beritakan sebelumnya Ratna Sampuaet, salah satu tokoh Gerakan Selamatkan Indonesia (GSI) di tolak kedatangannya oleh segelintir orang di Batam, Kepulauan Riau (Kepri) sekitar pukul 13.30 WIB, Minggu (16/9/2018)
Bahkan dari aksi ini, Ratna sempat tertahan di Bandara Hang Nadim selam 3 jam hingga akhirnya dirinya terpaksa terbang ke Jakarta sekitar pukul 16.30 WIB menggunakan maskapai Garuda.
Ratna Sarumpaet mengaku kecewa karena tidak bisa hadir dalam kegaitan konsolidasi GSI yang dilakukan di Batam. Padahal kedatangannya di Batam tidak ada sangkut pautnya dengan isu pergantian Presiden serta kegiatan partai politik lainnya. “Saya hanya ingin lakukan konsolidasi dengan GSI di Batam, tidak ada yang lain,” tegas Ratna.
Ratna berpendapat, agenda dirinya ke Batam dalam rangka roadshow GSI keempat yang merupakan bentuk konsolidasi dengan sejumlah pengurus GSI yang ada di Batam. Dia mengaku hal itu dilakukan tidak hanya ke Batam, selanjutnya kegiatan ini dilanjutkan ke beberapa daerah lainnya yang ada di seluruh Indonesia.
Dengan menggunakan jilbab berwarna abu-abu berbaju putih, Ratna Sarumpaet mengungkapkan rasa kecewanya atas penolakan untuk bertandang ke Kota Batam.
Kepolisian Batam sendiri memulangkan aktivis Ratna Sarumpaet ke Jakarta, Minggu (17/9) karena Ratna dinilai dapat memicu konflik karena sejumlah massa menolak kehadirannya di Bandara Hang Nadim, Batam.
Tak cuma di Batam, diskusi yang dihadiri Rocky Gerung dan Ratna Sarumpaet juga pernah dilarang di Pangkal Pinang pada 25 Agustus lalu. Saat itu Ratna menuding gerakan penolakan ini dimobilisasi pihak tertentu.
Penolakan di Batam bukan kali ini saja terjadi. Pentolan gerakan #2019GantiPresiden, Neno Warisman juga ditolak di kota ini pada 28 Juli lalu. Kala itu, Neno ingin melangsungkan deklarasi #2019GantiPresiden.
Tak cuma di Batam, penolakan juga dialami Ahmad Dhani di Surbaya 26 Agustus lalu. Dhani akhirnya dipulangkan oleh polisi karena dikhawatirkan terjadi kericuhan jika musisi tersebut tetap berada di Surabaya
Aksi tersebut tentu membuat miris masyarakat Batam yang majemuk padahal mengemukakan pendapat diatur oleh UUD 1945 pasal 28E ayat 3.
Di group Whataspp maupun facebook banyak warga Batam yang mengecam keras segala tindakan represif, pembungkaman hak demokrasi dan menodai nilai budaya melayu ini
Warga juga mendesak oknum yang melakukan tindakan represif serta menodai nilai budaya melayu dan membungkam hak demokrasi untuk segera di tindak tegas