Pasuruan, KPonline – Tanggal 1 Mei kurang sepekan,pemerintah mulai menunjukkan trik triknya untuk mematikan pergerakan buruh,seperti yang tertuang dalam Surat Edaran Menaker Hanif Dzakiri beberapa waktu lalu.
Buruh disarankan untuk tidak melakukan aksi demonstrasi,buruh akan disupport penuh bila pada saat itu mengagendakan acara lain misalnya dangdutan, donor darah,tanam pohon dan lain lain,apakah benar maunya pemerintah ini?
Ketika kenaikan upah buruh dibatasi yang hanya berkisar antara 100 hingga 300 ribu (9 $ – 15 $),disaat yang sama pemerintah tidak bisa mengendalikan harga harga,TDL,BBM dll ,setelah semua kebutuhan dan tarif tarif naik ,mari berfikir sebenarnya upah kita naik apa tidak?Lalu apakah Mayday akan kita peringati dengan tanam pohon atau berjuang turun ke jalan menuntut keadilan?
Jam kerja, pada masa sebelum Mayday terjadi pada tahun 1800-an, jam kerja buruh adalah 20 jam perhari. Nyaris tidak ada waktu bagi buruh untuk beristirahat, bersosialisasi serta rekreasi.
Bandingkan dengan saat ini. Di bawah kebutuhan hidup yang terus melambung maka buruh terpaksa harus melakukan kerja lembur hingga tujuh jam sehari demi mencukupi biaya hidup. Lalu apa bedanya? Bukankah kita dipaksa untuk bekerja seperti ditahun 1800-an? Lalu apakah pantas bila kita melakukan peringatan Mayday dengan donor darah?
Buruh sebagai salah satu penyumbang devisa terbesar di negeri in. Justru tidak bisa merasakan penyaluran pajak itu sendiri ,buruh sangat “tidak di wong ke” (tidak dianggap sama sekali), dari 2000 trilun pajak, ternyata hanya 2 trilyun (0,1%) yang alokasikan untuk buruh. Bukankah ini sangat miris sekali. Menurut Ketua Umum PP SPL FSPMI M. Yadun Mufid.
Dari beberapa penjelasan diatas saya rasa sudah cukup alasan bagi kita untuk mengisi Mayday ini dengan aksi demonstrasi,lalu apa yang di suarakan oleh KSPI FSPMI pada Mayday kali ini,konsep tuntutan secara nasional disingkat dengan HOSJATUM (Hapus OS dan Pemagangan,Jaminan Sosial,Tolak Upah Murah). Serta akan ditambah dengan isu tuntutan lokal wilayah masing masing.
Senin (24/4/2017), Presiden KSPI/FSPMI Said Iqbal hadir di Rapat Koordinasi Mayday Jawa Timur yang diselenggarakan di Rumah Makan Lumintu Pasuruan.
Diawal orasinya Governing Body ILO ini dengan tegas menyatakan bahwa “Mayday is not Holiday”, buruh saat ini benar benar tidak merasakan keadilan dari Pemerintah ,maka pada peringatan Hari Buruh se dunia ini FSPMI akan tetap melakukan aksi meskipun pemerintah berupaya untuk membungkam pergerakan buruh.
Said Iqbal menjelaskan bahwa ” HOS” adalah hapus outsourcing dan pemagangan,seperti kita tahu bahwasanya ruang gerak OS saat ini menjadi sempit sejak para buruh berjuang untuk menghapus sistem kerja ini dan hanya bisa dilakukan di 5 jenis pekerjaan. Namun kelihatannya pemerintah terus mencari jalan untuk melayani para investor dan pengusaha dalam mengeruk keuntungan di negeri ini, yakni dengan mengeluarkan kebijakan Pemagangan. Bahkan program ini sudah di lounching oleh Presiden di satu perusahaan besar di Jakarta beberapa waktu lalu.
Di sistem pemagangan ini buruh akan lebih menderita dibandingkan dengan sistem OS, pekerja hanya dianggap belajar,upah yang diberikan hanyalah uang saku yang besarnya belum ada ketentuannya,belum lagi dengan status karyawan.
“JA” berarti Jaminan Sosial dan Jaminan Pensiun ,untuk jaminan sosial ,FSPMI akan menuntut agar seluruh rakyat harus dibebaskan dari segala macam iuran BPJS ,untuk pembiayaan Jaminan Sosial di ambil dari pajak.
Jaminan Pensiun ,kita menuntut agar nilai Jaminan Pensiun minimal sama dengan Pegawai Negeri Sipil yakni 60% dari upah terakhir .jika PNS bisa mendapatkan jaminan pensiun sebesar 60% dari upah terakhir lalu kenapa buruh dibedakan dan diperkirakan hanya akan mendapatkan jaminan pension sebesar 300 ribu setelah 15 tahun kepesertaan.
“TUM ” adalah tolak upah murah,bila kita mau melakukan riset tentang upah di negara ASEAN maka upah kita hanya diatas Kamboja dan Laos padahal kedua negara tersebut baru saja terjadi perang,dan upah di Indonesia masih dibawah Vietnam.untuk rata rata upah di Indonesia masih dibawah dua juta rupiah,diperparah dengan adanya PP 78/2015 maka kesenjangan upah akan semakin lebar,karena upah tiap daerah di batasi oleh aturan tersebut.Jadi kembali pada Mayday 2017 ini kita suarakan lagi “Cabut PP 78/2015”.
Said Iqbal berpesan bahwa perjuangan HOSJATUM tidak akan berhenti pada 1 Mei ini,perjuangan akan terus berlanjut hingga keadilan bagi buruh terwujud di negeri ini.
Bila pemerintah menginginkan kaum buruh untuk melakukan dangdutan,tanam pohon, donor darah dan kegiatan lain selain aksi demonstrasi saat Mayday kita mau menuruti tapi dengan syarat naikkan upah 35% tiap tahun, gratiskan iuran kesehatan, hapus Outsourcing dan Pemagangan.
Fotografer: Surya