Semarang, KPOnline – Ratusan buruh yang tergabung dalam Aliansi Buruh Jawa Tengah (ABJaT) yang terdiri dari elemen FSPMI, FSPIP, FSP KEP KSPI, FSP Farkes Reformasi, ASPEK Indonesia, dan SB Semar Grobogan bersama-sama melakukan aksi unjuk rasa di depan Kantor Gubernur Jawa Tengah yang beralamatkan di Jalan Pahlawan No 9 pada hari ini Kamis (31/10/2024).
Dalam aksi tersebut, buruh menuntut kenaikan upah minimum tahun 2025 sebesar minimal 10% dan Cabut Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi undang-undang khususnya klaster ketenagakerjaan dan perlindungan petani.
Selain itu aksi kali ini juga merupakan bagian dari aksi nasional yang digelar serentak di seluruh wilayah Indonesia yang bertepatan pula dengan pembacaan putusan sidang uji materiil UU Cipta Kerja di Mahkamah Konstitusi yang diajukan oleh Partai Buruh yang menuntut pencabutan pasal-pasal yang menyalahi hak buruh seperti yang disampaikan oleh Luqmanul Hakim selaku koordinator aksi dari FSPMI.
“Aksi kali ini selain pengawalan terhadap sidang di Mahkamah Konstitusi, juga sebagai pembuktian bahwasanya buruh yang ada di Jawa Tengah khususnya Kota Semarang masih komitmen dan konsisten dalam perjuangannya dalam penolakan terhadap UU Cipta Kerja yang isinya mendegradasi hak dari buruh”, tandasnya.
Undang-undang yang di gadang-gadang oleh Pemerintah untuk menarik investor untuk berinvestasi di Indonesia ini, bukannya untuk menciptakan lapangan pekerjaan namun malah sebaliknya dengan kemunculan undang-undang bak siluman ini, jumlah pekerja yang mengalami PHK semakin meningkat, bahkan disinyalir bahwa Jawa Tengah sebagai penyumbang PHK terbesar sepanjang tahun 2024. Yang artinya UU Cipta Kerja gagal dalam menciptakan lapangan kerja.
Selain itu jika kenaikan Upah Minimum masih menggunakan dasar PP51 tahun 2023 yang merupakan turunan dari UU Cipta Kerja, sudah dipastikan kenaikan upah buruh akan sangat rendah, hanya dikisaran 4,02%. Untuk itu buruh meminta kenaikan upah minimum di Jawa Tengah pada umumnya dan Kota Semarang pada khususnya tidak menggunakan dasar PP51, seperti yang diutarakan oleh Aulia Hakim selaku Ketua DPW FSPMI KSPI Jawa Tengah.
“Kami berharap kepada pemangku kebijakan saat ini, bisa mencerminkan keterpihakannya kepada buruh dengan tidak menggunakan dasar PP51 tahun 2023 dalam menentukan upah minimum di tahun 2025 nanti. Bagaimana tidak? Jika menggunakan dasar PP51, maka kenaikan upah buruh sangatlah kecil sekitar 4,02% saja sedangkan survey Kebutuhan Hidup Layak (KHL) yang kami lakukan berkisar di angka 10%,” ujarnya.
(BDY)