Purwakarta, KPonline – Berbicara memenuhi kebutuhan pangan bagi masyarakat Indonesia tentu saja tidak terlepas dari kiprah petani. Bahkan, Hari Tani Nasional yang jatuh pada hari ini (24 September) dalam setiap tahunnya, menjadi penegasan partisipasi petani dalam pertanian merupakan bagian penting.
Dan dalam memperingatinya, Partai Buruh (Exco Purwakarta) bersama Serikat Buruh (FSPMI) Kabupaten Purwakarta, sambangi Istana Merdeka yang berada di Ibukota Jakarta, bersatu dengan ribuan buruh yang tergabung dalam Serikat Petani Indonesia menyuarakan aspirasi melalui aksi unjuk rasa dengan tiga tuntutan.
Yang pertama, meminta kepada presiden Jokowi untuk menjalankan reformasi agraria dan kedaulatan pangan.
Wahyu Hidayat Ketua Partai Buruh sekaligus Ketua PC SPAMK-FSPMI Kabupaten Purwakarta mengatakan bahwa petani adalah serdadu bagi ketersediaan pangan. Ketahanan Nasional bergantung kepada kecukupan makan rakyatnya.
“Negara harus hadir atas segenap persoalan para petani, serta memastikan para petani memiliki cukup tanah untuk menandur padi di negara yang subur dan mendapati hidup yang makmur,” kata Wahyu Hidayat.
Namun dalam kenyataannya, menurut Wahyu, negara belum hadir. Sehingga, kesulitan regenerasi (petani) akan terjadi.
“Wujudkan Reformasi agraria demi Kesejahteraan kaum Tani. Negara hadir, kekuatan nasional swasembada pangan menjadi lebih baik daripada sebelumnya,” imbuh Wahyu Hidayat.
Kemudian, Ia pun mengungkapkan bahwa Partai Buruh ke depan akan terus memperjuangkan land reform bagi kaum tani.
“Mulai dari sarana pengairan, teknologi agroindustri, pupuk serta obat-obatan dan menegaskan kepada pemerintah untuk tidak melakukan impor yang ugal-ugalan disaat musim panen tiba,” sambung Wahyu.
Untuk diketahui, Penetapan Hari Tani Nasional dimulai pada masa pemerintahan Presiden Soekarno. Saat itu, Presiden Soekarno pertama kali menetapkan Hari Tani Nasional dengan menerbitkan Keppres No. 169/1963.
Keppres ini kemudian ditetapkan untuk mengenang terbitnya UU No 5/1960 tentang pokok-pokok Agraria (UUPA) yang mengamanatkan pelaksanaan reforma agraria. Sehingga penetapan Hari Tani Nasional adalah sebuah pemuliaan tertinggi terhadap rakyat tani Indonesia.
Selain tuntutan yang pertama tersebut, tuntutan kedua mereka adalah Menolak Kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) dan yang ketiga adalah Menolak Omnibuslaw Ciptakerja.
Setidaknya, gelombang demonstrasi yang terjadi beberapa waktu belakangan ini, dipicu atau diawali oleh kenaikan harga BBM.
Presiden Jokowi mengumumkan kenaikan harga BBM baik yang bersubsidi maupun non-subsidi pada 3 September lalu.
Harga BBM bersubsidi seperti Pertalite dan Solar naik dari Rp 7.600 dan Rp 5.000 per liter menjadi Rp 10 ribu dan Rp 6.800 per liter. Kenaikan juga terjadi pada BBM non-subsidi jenis Pertamax dari Rp 12.500 menjadi Rp 14.500 perliter.