Batam,KPonline – Carut marut Upah Minimum Sektoral kota Batam yang hingga hari ini (15/2/19) belum juga ada kabar baiknya, membuat saya jadi jadi tertarik dengan pernyataan Anies Baswedan yang menuturkan bahwa gejolak apa pun yang terjadi di kalangan dunia usaha terkait Upah Sektoral DKI Jakarta saat ini tidak mengurangi peran pemerintah.
“Pemprov DKI harus memegang keputusan bagi semua pihak, termasuk para buruh yang sering kali berbicara tentang peningkatan kesejahteraan dan keuntungan perusahaan yang tak selalu mau dibagi” Tuturnya.
Menurutnya, pekerja akan lebih produktif apabila dia mendapatkan upah yang layak. Peningkatan pertumbuhan usaha juga jangan hanya menguntungkan bagi yang memiliki modal, tapi juga yang masuknya dengan tenaga kerja. Kalau tidak seimbang ketimpangan akan jalan terus. Karena itu di dalam pengambilan keputusan Anies menekankan aspek keadilan.
Anies menampik pernyataan pelaku usaha yang mengatakan tidak diajak diskusi dalam perumusan UMSP pada tahun lalu. Pasalnya, semua pihak telah diundang oleh Dinas Ketenagakerjaan DKI Jakarta, termasuk perwakilan dunia usaha dan serikat pekerja.
“Semua ada undangan, boleh dicek ada buktinya. Namun, pilihan mereka untuk datang atau tidak. Nanti bicara dengan Dinas Ketenagakerjaan saja untuk detailnya,” ucap Anies.
Mari kita bayangkan jika Anies Baswedan menjabat sebagai Gubernur Kepri, tentu persoalan UMS Batam yang berlarut larut semenjak dulu kala akan dengan mudah ia atasi. Ocehan ocehan pengusaha tentu akan dengan mudah ia patahkan dengan argumennya yang bijak dan masuk akal.
Apa yang terjadi pada upah dan masalah perburuhan di Batam kini tak bisa dilepaskan dari kualitas proses tahapan pemilihan pemimpin daerah . Dan buruh seharusnya sudah sadar dan berkaca akan hal ini. Karena, kualitas calon pemimpin sesungguhnya ikut menentukan pemenang membentuk kebijakan
Setiap proses pilkada tentu tidak berhenti begitu saja. Kualitas proses ikut menentukan apakah pemerintahan yang terbentuk itu benar-benar bisa menjalankan praktik good governance atau tidak.
Masalah perburuhan kota Batam dengan carut marut kepentingan, meningkatnya pengangguran, melambungnya harga pangan, listrik akan memperlihatkan indeks kesengsaraan masyarakat yang terus meningkat seharusnya pemerintah daerah sadar akan dampak jika seorang pemimpin yang tidak kompeten dan tidak cerdas, alaias bahlul, dalam menjalankan roda pemerintahannya akan berdampak buruh pada rakyatnya
Seorang pemimpin harus juga memiliki wawasan yang luas dan kebijakan yang tepat untuk mengatasi kesulitan-kesulitan yang ada.
Anies Baswedan beberapa tahun ke belakang memang sangat terkenal. Mula-mula dia menjadi rektor termuda pada usia 38 tahun di Universitas Paramadina. Kampus yang tidak lebih besar dari Universitas Islam Malang (Unisma) ini terkenal saya kira selain pengaruh Nurcholish Madjid sebagai pendiri, juga karena Anies.
Lalu dia mendirikan Indonesia Mengajar. Sebuah program mulia yang disokong banyak perusahaan besar. Nama Anies kian melambung hingga dia menjadi peserta konvensi calon Presiden Partai Demokrat. Saya kira, dia satu-satunya peserta konvensi dari unsur dosen.
Setelah beberapa bulan lalu Anies diberhentikan dari Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), lantas orang bertanya-tanya. Ke manakah karier orang yang sedari muda karier-nya menjulang ini.
Saya kira masa ketika Anies diberhentikan dari menteri adalah masa yang sulit baginya. Nama Anies sudah terlanjur terkenal, cita-citanya sudah terlanjur tinggi, dan sejak muda kariernya bagus. Maka ketika hanya kembali ke kampus menjadi dosen mungkin banyak orang yang akan bertanya-tanya. Anies sendiri saya kira juga akan heran terhadap dirinya sendiri, kok bisa kariernya seperti roller coaster: habis menukik lalu menghujam ke bawah.
Di tengah kegalauan inilah, Anies lantas menerima tawaran menjadi calon Gubenur DKI Jakarta. Anies menolak menjadi Wakil Gubenur mendampingi Sandiaga Uno. Saya menebak alasannya sama kenapa dia menolak menjadi wakil, yakni karena namanya sudah terlanjur terkenal dan cita-cita sudah amat tinggi. (Ete)