Jakarta, KPonline – Ada beberapa kawan yang menanyakan ketentuan mengenai mogok kerja. Sebab pemogokan dianggap sebagai cara efektif untuk mempertahankan hak-hak kaum buruh.
Menjawan pertanyaan itu, saya meminta agar mencermati hal-hal yang membuat mogok kerja dianggap tidak sah.
Berdasarkan Pasal 3 Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI Nomor: KEP.232/MEN/2003 tentang Akibat Hukum Mogok Kerja Yang Tidak Sah, Mogok kerja tidak sah apabila dilakukan:
1. Bukan akibat gagalnya perundingan
Ini artinya, kita hanya diperbolehkan melakukan mogok kerja apabila perundingan mengalami kegagalan. Adapun yang dimaksud dengan gagalnya perundingan adalah tidak tercapainya kesepakatan penyelesaian perselisihan hubungan industrial, yang disebabkan: (1) Pengusaha tidak mau melakukan perundingan walaupun pekerja atau serikat pekerja telah meminta secara tertulis kepada pengusaha 2 (dua) kali dalam tenggang waktu 14 (empat belas) hari kerja; dan (2) Perundingan mengalami jalan buntu yang dinyatakan oleh para pihak dalam risalah perundingan.
Bagaimana jika pengusaha menolak untuk menandatangani pernyataan bahwa perundingan mengalami jalan buntu? Sebab secara tekstual, perundingan yang buntu tersebut harus dinyatakan oleh para pihak dalam risalah perundingan. Sementara sering kita temui, banyak pengusaha yang tidak bersedia menandatangani risalah perundingan. Disinilah masalahnya….
Selanjutnya, apakah pengertian mengalami jalan buntu sama dengan pengertian perundingan gagal? Beberapa kawan mengatakan, kita bisa menggunakan tafsir Pasal 3 ayat (4) Undang-undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial. Apabila dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kerja perundingan tidak mencapai kesepakatan, maka perundingan bipartit dianggap gagal.
Tetapi pendapat seperti bisa dengan mudah dibantah. Karena jika kita lihat dalam pasal selanjutnya, perundingan bipartit yang gagal adalah syarat untuk mencatatkan perselisihannya ke instansi yang bertanggungjawab di bidang ketenagakerjaan. Bukan tentang timbulnya hak untuk melakukan pemogokan.
2. Tanpa pemberitahuan kepada pengusaha dan instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan.
Ketentuan ini menegaskan, mogok kerja wajib diberitahukan kepada pengusaha dan Dinas Ketenagakerjaan. Karena pemberitahuan (bukan ijin) adalah syarat mutlak yang harus kita penuhi, usahakan untuk mendapatkan tanda terima ketika menyampaikan surat pemberitahuan tersebut kepada pihak pengusaha maupun Dinas Ketenagakerjaan. Sebab, meskipun dalam Pasal 141 ayat (1) Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Dinas Ketenagakerjaan dan pihak perusahaan diwajibkan membuat tanda terima, ada kalanya pihak perusahaan tidak bersedia membuat tanda terima.
Pertanyaan selanjutnya, apakah pemberitahuan mogok kerja juga harus disampaikan kepada pihak Kepolisian? Sebagai tembusan, surat pemberitahuan mogok kerja bisa saja kita sampaikan kepada pihak Kepolisian. Meskipun demikian, tidak ada kewajiban bagi kita untuk memberitahu pihak Kepolisian terkait dengan pemogokan yang akan kita lakukan.
Akan tetapi, jika mogok kerja yang kita lakukan diserta dengan aksi unjuk rasa, atau melakukan konvoi dan orasi (apalagi melibatkan massa solidaritas), maka hal itu dapat dikategorikan sebagai kegiatan menyampaikan pendapat di muka umum. Berdasakan ketentuan Pasal 10 Undang-undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum, wajib diberitahukan secara tertulis kepada Polri.
Lebih detail lagi, berdasakan ketentuan dalam Pasal 5 jo. Pasal 6 Peraturan Kepala Kepolisian RI Nomor 9 Tahun 2008 tentang Tata Cara Penyelenggaraan Pelayanan, Pengamanan dan Penanganan Perkara Penyampaian Pendapat di Muka Umum, kita wajib menyampaikan pemberitahuan secara tertulis kepada Pejabat Kepolisian setempat apabila hendak menyampaikan pendapat di muka umum.
Pemberitahuan disampaikan kepada pejabat kepolisian serendah-rendah tingkat Polsek dimana kegiatan akan dilakukan. Sedangkan waktu pemberitahuan tersebut sudah harus diterima Kepolisian paling lambat 3 x 24 jam sebelum kegiatan dilakukan. Apabila surat pemberitahuan sudah diberikan sesuai ketentuan, maka pihak kepolisian berkewajiban segera menerbitkan Surat Tanda Terima Pemberitahuan (STTP) dengan tembusan kepada satuan kepolisian yang terkait, instansi yang terkait, pemilik/lokasi tempat objek/sasaran penyampaian pendapat di muka umum.
3. Pemberitahuan mogok kerja dilakukan kurang dari 7 (tujuh) hari sebelum pelaksanaan
Sekurang-kurangnya dalam waktu 7 (tujuh) hari kerja sebelum mogok kerja dilaksanakan, pekerja dan serikat pekerja wajib memberitahukan secara tertulis kepada pengusaha dan instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan setempat. Oleh karena itu, pemberitahuan yang dilakukan kurang dari 7 (tujuh) hari merupakan sebuah pelanggaran yang berakibat pada mogok kerja tidak sah.
Berdasarkan ketentuan Pasal 140 ayat (4) Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 disebutkan, terhadap mogok kerja yang diberitahukan kurang dari 7 (tujuh) hari sebelum mogok kerja dilakukan, pengusaha untuk menyelamatkan alat produksi dan aset perusahaan, pengusaha dapat mengambil tindakan: (a) melarang para pekerja yang mogok kerja berada di lokasi kegiatan proses produksi; atau (b) bila dianggap perlu melarang pekerja yang mogok kerja berada di lokasi perusahaan.
4. Isi pemberitahuan tidak menjelaskan hal-hal berikut: (1) waktu (hari, tanggal dan jam) dimulai dan diakhiri mogok kerja; (2) tempat mogok kerja; (3) alasan dan sebab-sebab mengapa harus melakukan mogok kerja; dan (4) tanda tangan ketua dan sekretaris dan/atau masing-masing ketua dan sekretaris serikat pekerja sebagai penanggung jawab mogok kerja.