Rantauprapat, KPonline – Didalam dunia kerja yang melibatkan banyak manusia sebagai tenaga kerja peristiwa hilangnya nyawa atau matinya seorang Buruh karena kecelakaan kerja selalu saja dianggap hal yang biasa dan dengan gampangnya orang lain berkata ” sudah azalnya mati” tanpa mau lebih jauh melihat dan menelusuri faktor penyebab terjadinya kecelakaan kerja yang mengakibatkan kematian Buruh tersebut.
Kemudian Hak untuk mendapatkan perlindungan kesehatan dan keselamatan kerja bagi seorang Buruh merupakan hak dasarnya yang melekat dan bagian dari hak asasinya sebagai manusia yang dijamin dan dilindungi oleh undang- undang, serta pengusaha memiliki kewajiban dan tanggung jawab untuk memastikan terpenuhinya hak dasar dari Buruh atas perlindungan kesehatan, keselamatan kerja tersebut.
Tetapi pada fakta kenyataaannya masih terlalu banyak pengusaha, baik badan hukum, badan usaha dan perorangan yang mengabaikan kewajibannya terkait jaminan perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja kepada Buruhnya, kemudian bila terjadi kecelakaan kerja yang mengakibatkan luka ataupun korban nyawa, berupaya menghindar dengan cara mengelabui, membodohi serta mengintimidasi keluarga korban agar tidak melakukan tuntutan, penyelesaian kematian diarahkan melalui perdamaian dengan membayar hak korban ala kadarnya, yang lebih ironis para pengusaha nakal ini berkolaborasi dengan Aparat Penegak Hukum (APH) kasus kecelakaan kerja tidak diungkap tuntas tetapi memasukkan kedalam peti mayat, untuk menghindari jeratan hukum ” Tindak Pidana kejahatan karena kealpaan/ kelalaian mengakibatkan luk dan/ atau kematian” kasus diarahkan kepada perkara kecelakaan kerja biasa, padahal penyebab kecelakaan kerja terjadi jelas karena ada unsur kelalaian yang dilakukan pengusaha.
“Hukum itu tampil kejam kepada yang lemah, tajam kebawah tumpul keatas, berpihak kepada yang bayar bukan kepada kebenaran, terutama hukum ketenagakerjaan yang jelas kita ketahui diciptakan hanya untuk membela kepentingan para pemilik modal dan keberadaannya tidak lebih hanyalah sebagai pelengkap persyaratan berdirinya sebuah negara” Kata Anto Bangun, Sekretaris Partai Buruh Labuhanbatu, saat diminta pendapatnya Minggu (07/05) di Rantauprapat terkait dengan tewasnya empat Buruh Pabrik Minyak Kelapa Sawit (PMKS) PT Hijau Prian Perdana (PT HPP) yang berlokasi di Sei Rakyat Kecamatan Panai Tengah Kabupaten Labuhanbatu Provinsi Sumatera Utara Sabtu sore 06 Mei 2023.
“Kematian 4 Buruh karena ledakan tangki ini mungkin saja terjadi karena diduga adanya unsur kelalaian dari management terutama kelalaian yang berhubungan kepada Standar Operasional Prosedur (SOP) Sistym Managemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja (SMK3).
Kita meminta kepada Aparat Penegak Hukum (APH) yang terdiri dari Kepolisian dan Pegawai Pengawas Ketenegakerjaan Provinsi Sumatera Utara untuk mengusut tuntas kasus kematian ke 4 Buruh ini, dengan melakukan otopsi jenazah, penyelidikan serta identivikasi bahaya ditempat kerja, dan identivikasi bahaya ditempat kerja sepenuhnya menjadi tugas dan tanggung jawab dari Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan Provinsi Sumatera Utara, dilakukan secara transparan serta disampaikan ke publik.
Bila kemudian dari hasil penyelidikan serta identivikasi didapatkan dua alat bukti yang cukup bahwa penyebab terjadinya kecelakaan kerja karena adanya unsur kelalaian yang diduga dilakukan oleh management, maka pihak APH melalui gelar perkara meningkatkan perkara ketahap penyidikan dengan menerapkan pasal 359 KUH Pidana kepada semua pihak- pihak yang diduga sebagai pelaku langsung dan yang turut serta melakukan tindak pidana kejahatan kealpaan/ kelalaian yang mengakibatkan hilangnya nyawa orang.
Supremasi hukum dibidang ketenagakerjaan itu wajib ditegakkan agar seluruh Buruh terpenuhi hak dasarnya mendapatkan jaminan perlindungan kesehatan dan keselamatan kerja, dan pengusaha tidak lalai untuk memenuhi kewajibannya” Kata Anto Bangun.
Lanjutnya, “Selain penegakan hukum, dengan merujuk kepada Peraturan Pemerintah (PP) No 82 Tahun 2019, tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah (PP) No:14 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Jaminan Kecelakaan Kerja, dan Jaminan Kematian, maka kepada ahli waris dari setiap Buruh yang meninggal dunia akibat kecelakaan kerja berhak mendapatkan hak yang terdiri dari
Santunan sekaligus Rp. 20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah).
Santunan berkala yang dibayarkan sekaligus sebesar Rp. 12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).
Biaya pemakaman sebesar Rp. 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dan
Beasiswa pendidikan bagi anak, paling banyak untuk 2 (dua) anak mulai dari TK hingga kuliah sebesar maksimal Rp. 174.000.000,00 (seratus tujuh puluh empat juta rupiah).
Tentunya hak sebagaimana tersebut diatas akan diterima oleh ke empat ahli Waris Buruh PT HPP dimaksud dari BPJS Ketenagakerjaan, dengan syarat ke empat Buruh dimaksud sudah terdaftar sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan.
Apabila ke empat Buruh dimaksud tidak terdaftar sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan, maka seluruh biaya ditanggung oleh perusahaan”
Terkait dengan kasus kematian ke empat Buruh ini kepada ahli waris kita sarankan agar tidak buru-buru membuat kesepakatan perdamaian bila ada pihak-pihak yang berupaya memohon kasus ini diselesaikan melalui perdamaian, tunggu saja sampai proses hukumnya selesai” tutup Anto Bangun, mengakhiri Komunikasi (MP)