“Selama Ini Kau Hebat, Kau Pasti Kan Didengar”

“Selama Ini Kau Hebat, Kau Pasti Kan Didengar”

 

Oleh: Kahar S. Cahyono*

Kemarin sore, Sekjen Partai Buruh, Bung Ferri Nuzarli, mengirimkan pesan WhatsApp. Isinya tentang perolehan suara Partai Buruh: 0,64%. Saya termenung, merasakan getirnya kekecewaan, seperti seorang anak yang menerima raport dan dinyatakan tidak naik kelas.

Sedih? Iya. Saya tidak ingin berpura-pura seolah-olah semuanya baik-baik saja.

Dan semalam, dalam perjalanan pulang dari Jakarta, ketika membuka akun TikTok, potongan lirik lagu “Jiwa Yang Bersedih” dari Ghea Indrawari menggema di telinga.

Menangislah
Kan kau juga manusia
Mana ada yang bisa
Berlarut-larut
Berpura-pura sempurna

Sampaikan pada jiwa yang bersedih
Begitu dingin dunia yang kau huni
Jika tak ada tempatmu kembali
Bawa lukamu biar aku obati

Tidakkah letih kakimu berlari
Ada hal yang tak mereka mengerti
Beri waktu tuk bersandar sebentar
Selama ini kau hebat
Hanya kau tak didengar

Ach, brengsek betul algoritma media sosial ini bekerja. Ia seperti mengerti perasaan saya, menghantui pikiran. Seolah kecerdasan buatan itu benar-benar mampu merasakan kesedihan manusia. Jika kamu sedih, maka yang disodorkan di media sosial pun tentang kesedihan. Jika kamu rindu, lagu-lagu nostalgia yang akan menggema syahdu.

Dan itu seperti menusuk hati dengan sembilu: “Tidakkah letih kakimu berlari?”

Di dalam pertarungan politik yang panjang dan melelahkan, banyak hal yang tampaknya harus kita pahami. Ada perjuangan, ada harapan, dan ada kekecewaan yang mendalam. Namun, di tengah heningnya kekecewaan, seperti ada kekasih hati yang sedang berbisik lembut, “Beri waktu tuk bersandar sebentar.”

Selama ini kita telah menunjukkan keberanian dan keteguhan hati yang luar biasa. Di setiap langkah, di setiap kampanye, di setiap advokasi, kita telah menunjukkan apa artinya berjuang dengan sebaik-baiknya. “Selama ini kau hebat,” sebuah pengakuan yang harus terus diingat, meski dunia seakan tak mendengar.

Mungkin terasa bahwa semua usaha itu sia-sia. Namun, jangan biarkan kekecewaan ini memadamkan api perjuangan dalam diri. “Hanya kau tak didengar,” mungkin itu yang kau rasakan saat ini. Tapi jangan lupa, dalam setiap suara yang terabaikan, ada kekuatan yang terpendam.

Di setiap sudut petak ladang dan persawahan, di gang-gang sempit yang dihuni miskin kota, di setiap denyut mesin yang tak henti-hentinya, setidaknya kau telah berdiri tegak, membela hak-hak yang seharusnya menjadi milik bagi semua. Karenanya, ketika dikatakan “selama ini kau hebat,” itu bukan sekadar pujian, melainkan pengakuan atas keteguhan hatimu.

Satu hal yang pasti, dalam perjuangan kelas pekerja, di mana setiap hari adalah pertempuran untuk keadilan, kita telah membangun alat bagi mereka yang tak bisa bersuara. Menjadi pedang yang tajam, memotong kebisuan dan ketidakadilan, membuka jalan bagi terangnya harapan. Menunjukkan bahwa dalam setiap tetes keringat, dalam setiap luka yang diderita, terdapat cerita keberanian yang tak terkalahkan.

Jadi, teruslah berjuang, teruslah bersuara. Biarkan pedang perjuanganmu terus tajam, memotong setiap rintangan, membuka jalan bagi masa depan yang lebih adil dan lebih baik.

Mari terus ingatkan diri, bahwa ini bukan akhir perjalanan. Ini hanyalah awal dari babak baru dalam sejarah perjuangan. Bersama, kita akan terus berlari, berjuang, dan pada akhirnya, kita pasti akan tampil sebagai pemenang.

Tidakkah letih kakimu berlari
Ada hal yang tak mereka mengerti
Beri waktu tuk bersandar sebentar
Selama ini kau hebat
Hanya kau tak didengar

Selama ini kau hebat
Kau pasti akan didengar

*Kahar S. Cahyono, Wakil Presiden FSPMI, KSPI, dan Ketua Bidang Infokom dan Propaganda Partai Buruh