Perjanjian Kerja Bersama (PKB) merupakan salah satu instrumen terpenting dalam hubungan industrial yang dinegosiasikan secara kolektif antara pekerja dan pengusaha. PKB memiliki kekuatan hukum yang setara dengan undang-undang bagi pihak-pihak yang terkait, sehingga menjadi fondasi utama dalam melindungi hak-hak pekerja dan menciptakan kondisi kerja yang lebih baik. Itulah sebabnya, esensi utama dari PKB adalah untuk meningkatkan kesejahteraan, bukan untuk menurunkan atau mengurangi hak-hak yang selama ini sudah diperoleh pekerja .
Prinsip dasar PKB adalah memastikan bahwa hak-hak dan kesejahteraan pekerja terus meningkat seiring perkembangan dunia kerja. PKB yang baik tidak sekadar mengikuti standar minimum yang ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan, melainkan harus memberikan lebih dari itu. Sayangnya, dalam praktiknya, masih banyak pengusaha yang tergoda untuk memangkas biaya produksi dengan mengurangi hak-hak pekerja. Hal ini bertentangan dengan tujuan utama PKB, yaitu menciptakan kondisi kerja yang lebih baik dan lebih layak bagi pekerja.
Seringkali peraturan perundang-undangan hanya memberikan standar minimum yang sifatnya umum, yang tidak selalu dapat mengakomodasi kebutuhan spesifik para pekerja di sektor-sektor tertentu. Di sinilah pentingnya PKB sebagai sarana untuk mengisi kekosongan atau celah yang tidak diatur oleh undang-undang, serta memastikan pekerja mendapatkan hak yang lebih baik daripada yang ditetapkan oleh regulasi.
Misalnya, dalam undang-undang ketenagakerjaan hanya menetapkan standar upah minimum, namun PKB dapat mengatur upah yang lebih tinggi sesuai dengan kebutuhan dan kondisi di lapangan. Ini tentu akan sangat bermanfaat bagi pekerja dalam meningkatkan taraf hidup mereka.
PKB yang ideal tidak hanya mengatur soal upah, tetapi juga mencakup berbagai tunjangan lain yang dapat meningkatkan kesejahteraan pekerja. Selain itu, PKB juga menjadi alat penting dalam menyelesaikan berbagai isu yang mungkin belum diatur secara rinci dalam peraturan perundang-undangan. Dengan demikian, PKB mampu melindungi pekerja dari kebijakan yang merugikan pekerja dalam hal pengurangan hak-hak yang telah ada sebelumnya, seperti yang terjadi dalam konteks kebijakan Omnibus Law UU Cipta Kerja.
Salah satu poin penting dalam menyusun PKB adalah memastikan bahwa isi perjanjian tersebut lebih baik daripada standar yang sudah ada dalam undang-undang. Pasal 2 ayat 3 Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No. 28 Tahun 2014 juga menegaskan hal ini. Peraturan tersebut secara eksplisit menyatakan bahwa syarat kerja dalam PKB harus mencakup ketentuan yang lebih baik daripada yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. Ini menunjukkan bahwa PKB tidak boleh sekadar menjadi duplikasi dari peraturan yang ada, melainkan harus menawarkan solusi yang lebih baik untuk kesejahteraan pekerja.
Pada akhirnya, PKB harus dilihat sebagai alat untuk memastikan bahwa kesejahteraan pekerja terus meningkat. PKB tidak hanya sekadar formalitas atau kewajiban administratif, tetapi merupakan instrumen penting yang dapat memberikan perlindungan lebih kepada pekerja di tengah kondisi kerja yang semakin fleksibel dan dinamis. PKB mustinya menjadi simbol dari komitmen pengusaha dan serikat pekerja untuk bersama-sama menciptakan hubungan kerja yang lebih adil dan berkelanjutan.
Itulah sebabnya, setiap negosiasi PKB harus berorientasi pada peningkatan hak dan kesejahteraan pekerja. Pekerja bukan hanya sekadar alat produksi, tetapi manusia yang memiliki hak-hak yang harus dilindungi dan dipenuhi. Dan PKB, sebagai hasil dari dialog sosial yang konstruktif, adalah instrumen terbaik untuk memastikan hal tersebut.
Kahar S. Cahyono, Wakil Presiden FSPMI, Wakil Presiden KSPI, Pimpinan Redaksi Media Perdjoeangan