Jakarta, KPonline – Saat ini, kaum buruh sudah berancang-ancang untuk melakukan aksi seretak di seluruh Indonesia. Tanggal aksi sudah ditetapkan, 29 September 2016. Dalam aksi tersebut, kaum buruh hanya akan mengusung dua tuntutan. Pertama, Cabut PP 78/2015 – Tolak Upah Murah – Naikkan Upah Minimum Tahun 2017 Sebesar 650 Ribu. Kedua, Tolak UU Tax Amnesty.
Penolakan PP 78/2015 sengaja disandingkan dengan penolakan terhadap upah murah, hal ini untuk menegaskan bahwa PP 78/2015 inilah yang menjadi biang keladi adanya upah murah. Sebagai solusinya, buruh meminta kenaikan upah tidak menggunakan mekanisme PP 78/2015. Dengan terang, buruh menyebut nominal. Upah minimum tahun 2017 naik sebesar 650 ribu.
Demikian salah satu substansi diskusi dalam Konsolidasi Nasional FSPMI yang diikuti perwakilan FSPMI dari seluruh Indonesia, Jum`at (9/9).
Menanggapi hal itu, Ketua DPW FSPMI Aceh Habibie Inseun mengangkat tangan dan menjelaskan apa yang saat ini dilakukan oleh serikat buruh di Aceh. Di Aceh, kata Habib, saat ini sejumlah Federasi Serikat Pekerja sedang mendesak Gubernur Aceh Zaini Abdullah untuk menaikkan Upah Minimum Provinsi (UMP) Aceh dari Rp2,1 juta di tahun 2016 menjadi Rp 3,5 juta pada tahun 2017.
“Jadi kita akan menuntut kenaikan upah minimum lebih dari 650 ribu,” katanya.
Kemudian Presiden FSPMI Said Iqbal yang hadir dan memimpin langsung rapat menjelaskan, bahwa tuntutan kenaikan upah minimum sebesar 650 ribu adalah tuntutan minimal. Semakin tinggi akan semakin baik. Dengan demikian, perjuangan kaum buruh di Aceh dan di tingkat nasional sama sekali tidak bertentangan.
Saya rasa, kita harus berterima kasih terhadap apa yang dilakukan oleh serikat buruh di Aceh. Karena, hingga saat ini masih banyak kaum buruh yang tidak yakin bahwa kenaikan upah sebesar 650 ribu saja bisa dicapai. Nyatanya kaum buruh di Aceh dengan penuh keyakinan mengatakan bahwa upah minimum 2017 harus naik sebesar 1,4 juta, setara dengan 3,5 juta.
Ini semacam cara untuk mematahkan mitos. Upah mau naik berapa saja gagap untuk mengatakannya, bagaimana buruh akan memiliki keteguhan hati untuk memperjuangkannya? Kepada kawan-kawan di Aceh, kita belajar untuk secara terbuka menyampaikan apa yang kita inginkan.
Tepisah, Ketua Aliansi Buruh Aceh Syaiful Umar mengatakan, pihak sudah menemui Dinas Tenaga Kerja dan Mobilitas Penduduk untuk menyuarakan aspirasi pekerja/buruh yang masih banyak belum terselesaikan. Persoalan kesejahteraan di Aceh, kata Syaiful Umar, masih jauh tertinggal dengan daerah lain di Indonesia.
“Ini dapat dilihat dari indeks angka kemiskinan dan nilai upah minimim, maka Aliansi Buruh Aceh mendesak agar UMP Aceh tahun 2017 harus melampaui Rp 3 juta hingga Rp 3,5 Juta,” tuturnya.
“Untuk meningkatkan daya beli, buruh minta Gubernur tetapkan UMP diatas angka tersebut dan tidak tertinggal dari daerah lain, serta mendorong lahirnya UMK disetiap kabupaten kota di Aceh,” tambahnya.
Adapun audiensi itu dihadiri Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI), Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (ASPEK INDONESIA), Federasi Serikat Pekerja Industri Semen Indonesia (FSP-ISI), Persatuan Guru Republik Indonesia PGRI (PGRI), Serikat Pekerja Keperawatan Aceh (SPKA), Federasi Konstruksi Umum dan Informal (FKUI), Gabungan Serikat Pekerja Merdeka Indonesia (GASPERMINDO), Federasi Serikat Pekerja Transport Indonesia (FSPTI- SPSI), dan Trade Union Care Center (TUCC). (*)