Jakarta, KPonline – Beberapa waktu lalu, Idrus Marham yang saat itu masih menjabat sebagai Menteri Sosial memberikan pernyataan yang kontroversial. Ini terkait dengan anggaran bantuan sosial Program Keluarga Harapan (PKH) yang meningkat dua kali lipat pada tahun 2019 menjadi Rp 34,4 triliun, dari sebelumnya hanya Rp 17 triliun.
Dilansir kompas.com, Idrus berharap dengan kenaikan dana bantuan ini, masyarakat bisa menyadari bahwa pemerintahan Jokowi memang berupaya meningkatkan kesejahteraan rakyat kecil. Ia berharap elektabilitas Jokowi bisa meningkat dan terpilih kembali pada Pilpres 2019 mendatang.
“Ya kan kalau Pak Jokowi berhasil dapat pahala, ya kenapa tidak? Orang juga berbuat amal itu ada pahalanya,” kata Idrus. “Jadi kalau Pak Jokowi dinilai berhasil di dalam program-program pembangunan selama ini, kalau dapat pahala dalam arti rakyat memilih kembali, itu kan pahala,” tambah politisi Golkar ini.
Banyak pihak menganggap pernyataan Idrus mempolitisasi bantuan sosial. Sebuah kampanye terselubung. Sesuatu yang tidak etis dilakukan oleh seorang menteri.
Idrus Marham Mundur dari Menteri
Tiba-tiba kejutan itu datang. Idrus Marham memutuskan mundur dari jabatannya sebagai Menteri Sosial. Selain itu, ia mundur dari kepengurusan Partai Golkar.
“Saya sudah kirimkan surat ke Ketum DPP Partai Golkar Pak Airlangga (Hartarto), intinya, hal yang sama,” ujar Idrus di Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Jumat (24/8/2018).
Idrus mengundurkan diri karena kasus hukum dugaan korupsi PLTU Riau-1 dengan tersangka politikus Golkar Eny Saragih. Idrus beberapa kali dipanggil sebagai saksi dalam kasus itu.
“Saya menyampaikan sebagai bentuk pertanggungjawaban moral dan organisasi. Pengunduran diri dari kepengurusan DPP Golkar,” kata dia.
Idrus mengaku ingin menyelamatkan marwah Partai Golkar yang berkomitmen terhadap pemberantasan korupsi. Idrus mengaku juga siap mundur sebagai kader Golkar bila masalah hukumnya mengganggu partai.
Dugaan Korupsi
Mundurnya Idrus Marham dari jabatan Menteri Sosial dikaitkan dengan perkembangan penyidikan KPK dalam kasus dugaan suap PLTU Riau-1. Idrus memang menjadi salah satu saksi dalam perkara itu dan sampai 3 kali menjalani pemeriksaan di KPK.
Idrus memang cukup sering dipanggil penyidik KPK berkaitan dengan perkara itu. Total sudah 3 kali dia dipanggil dan terakhir adalah pada 15 Agustus lalu. Saat itu, Idrus mengaku meminta penyidik menuntaskan pemeriksaan dirinya agar tidak dipanggil lagi dan lagi di kemudian hari.
“Hari ini memang sengaja saya minta dituntaskan supaya tidak berkali-kali dipanggil dan karena itu saya juga berterima kasih ke penyidik karena siap melayani terhadap saya dalam rangka melengkapi keterangan yang diperlukan terkait tersangka Saudara Kotjo dan Eni,” kata Idrus saat itu.
Eni dan Kotjo yang disebut Idrus merupakan dua tersangka yang ditetapkan dalam perkara itu. Eni merujuk pada Eni Maulani Saragih, sedangkan Kotjo adalah Johannes Budisutrisno Kotjo.
Eni, yang merupakan Wakil Ketua Komisi VII, diduga menerima keseluruhan Rp 4,5 miliar dari Johannes untuk memuluskan proses penandatanganan kerja sama terkait pembangunan PLTU Riau-1. Johannes merupakan pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited.
Kita menyesalkan korupsi masih saja terjadi di negeri ini. Hal-hal seperti inilah yang menghambat terwujudnya kesejahteraan rakyat.