Bekasi, KPonline – Lini masa media sosial (medsos) ramai dipenuhi tanda pagar atau tagar #KaburAjaDulu, #IndonesiaGelap. Tanda pagar #KaburAjaDulu, muncul sebagai bentuk kekecewaan masyarakat Indonesia melihat kondisi sosial dan ekonomi di dalam Negeri.
Tren tagar #KaburAjaDulu dinilai sebagai bentuk keinginan masyarakat untuk meninggalkan Indonesia untuk bekerja atau melanjutkan pendidikan di luar negeri. Tagar #KaburAjaDulu disertai dengan ajakan untuk para anak muda untuk menempuh pendidikan, bekerja hingga sekedar tinggal di luar negeri.
Tagar #KaburAjaDulu dikaitkan dengan sistem pendidikan di Indonesia yang mahal, minimnya ketersediaan lapangan kerja, dan upah buruh atau pekerja yang rendah. Selain #KaburAjaDulu, #IndonesiaGelap juga sempat memuncaki trending di media sosial di Indonesia.
Pada pertengahan Februari 2025 lalu, #IndonesiaGelap memuncaki trending pertama di media sosial X. Ini bersamaan dengan aksi demonstrasi yang dilakukan oleh Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia yang dipusatkan di Astana Negara. Di hari yang sama, aksi ‘Indonesia Gelap’ bersamaan dengan momentum pelantikan kepala daerah secara serentak di istana Kepresidenan Jakarta.
Kemunculan tagar tersebut adalah ketika Menteri ESDM Bahlil Lahadalia memberlakukan kebijakan pelarangan penjualan elpiji.
Sepanjang Februari 2025, media sosial X dipenuhi dengan gelombang keresahan warganet terhadap berbagai kebijakan pemerintah. Hingga tiga bulan pemerintahan Prabowo-Gibran, kebijakan yang diluncurkan terus menerus memunculkan pro dan kontra.
Dikutip koran perdjoeangan dari Jangkara Data Lab, perusahaan riset digital di bawah PT Nestara Teknologi Teradata, mengungkap bahwa tagar Indonesia Gelap mendapatkan lebih dari 13 juta engagement di X dan 4 juta engagement di Instagram.
Analisis terhadap 64.816 komentar di X menemukan bahwa lebih dari 81 persen sentimen yang muncul bersifat negatif, dengan kluster emosi “Anger” (kemarahan) mendominasi sebesar 37%.
Gelombang percakapan warganet mencapai puncaknya pada 17 dan 21 Februari 2025, bertepatan dengan aksi demonstrasi di berbagai daerah.
“Tagar Indonesia Gelap adalah refleksi dari kekecewaan publik terhadap beberapa kebijakan, seperti efisiensi anggaran yang dianggap tidak tepat sasaran, pembatasan elpiji yang merugikan masyarakat, retret kepala daerah yang dinilai boros, serta pendirian Danantara yang kontroversial,” ungkap Khoirul Rifai, Asisten Manajer Riset Jangkara pada Selasa (19/3/2024).
Dari analisis big data menggunakan metode Plutchik’s Wheel of Emotions, ditemukan bahwa selain kemarahan, warganet juga menunjukkan emosi “Anticipation” (34%) dan “Disgust” (12%), mencerminkan ketidakpuasan mendalam terhadap kondisi sosial-politik.
Kemarahan masyarakat tumpah dalam demonstrasi tagar Indonesia Gelap dan melalui media sosial yang mayoritas spektrum emosinya adalah kemarahan publik dan didominasi sentimen negatif.
Akun-akun non-media menjadi motor utama dalam amplifikasi isu ini, dengan 99% percakapan berasal dari akun individu, sementara akun media hanya berkontribusi 1%.
Laporan ini menunjukkan bahwa media sosial terus menjadi kanal utama bagi masyarakat untuk menyampaikan aspirasi dan kritik terhadap kebijakan pemerintah. Tanda perlawanan semakin menguat seiring dengan rencana pengesahan RUU TNI dalam sidang paripurna yang akan datang. Pada hari Kamis, semangat perlawanan akan bergema di berbagai lokasi, dengan Aksi Kamisan melaksanakan aksi serentak di sejumlah kota di Indonesia serta di New York.
Nyala api perlawanan ini menjadi simbol bahwa RUU TNI bukan sekadar regulasi, melainkan juga ancaman serius terhadap prinsip-prinsip reformasi dan supremasi sipil yang telah diperjuangkan dengan susah payah.
Pengembalian dwifungsi TNI berpotensi mencederai kemajuan demokrasi dan mengancam ruang publik yang seharusnya dijaga oleh negara. Dalam konteks ini, penting bagi masyarakat untuk bersatu dan mengekspresikan penolakan terhadap kebijakan yang dapat merusak fondasi demokrasi dan hak asasi manusia.
Aksi ini bukan hanya untuk melindungi hak-hak sipil, tetapi juga untuk memastikan bahwa reformasi yang telah dicapai tidak tergerus oleh kepentingan politik yang sempit. (dikutip dari berbagai sumber)